Sumber |
Jangan pernah tanya siapa sebenarnya aku,
karena aku takkan pernah bisa menjawabnya. Sejak dulu, aku sudah seperti ini.
Tubuhku menjadi patung setiap kali terkena sinar matahari. Dan itu sungguh
menyiksaku. Membuatku merasa terkekang dalam tubuhku sendiri, tanpa pernah
mampu menuntaskan dahagaku akan darah. Ya, itulah sedikit kegemaranku di saat
malam tiba, berburu darah manusia. Itu pun juga bukan sembarang manusia. Aku
hanya menyukai darah manusia yang berwatak kejam dan berhati keji. Dan tahukah
darah apa yang paling kubenci? Darah orang-orang suci adalah yang terburuk.
Mereka yang seumur hidupnya menahan nafsu duniawi selalu membuatku lemah dan
merasa terkutuk. Beruntung sekali akhir-akhir ini jenis manusia seperti ini
semakin berkurang. Aku semakin bebas berburu, terutama bila bulan keperakan
sempurna bersinar di langit, membuatku semakin leluasa mengejar mangsaku.
Malam ini adalah malamku yang sempurna. Bulan
purnama bersinar terang tanpa sedikit pun awan hitam melingkupinya. Sayapku
yang kokoh mengepak di langit, berputar-putar mengitari daerah ini semenjak
gulita penuh merajai bumi. Taringku mulai basah, penuh liur berceceran, seakan
rindu melepaskan dahaga. Mataku nyalang menatap dataran yang terhampar, mencari
calon korban baru yang terbengis, sebab darah mereka mampu membuatku kenyang
lebih lama.
Di salah satu titik kutangkap bayangan
seseorang yang berbuat keonaran. Ah, seorang pencuri ternak sedang beraksi
rupanya! Cih, kurang menarik! Kubelokkan arah terbangku ke daerah pegunungan.
Malam masih panjang, setidaknya aku bisa mencari seorang pembunuh untuk
kumangsa.
Ah, itu dia! Seorang pria sedang membawa sebilah
pedang berlumuran darah. Di sampingnya tergeletak sebujur tubuh yang memucat. Akhirnya,
kesabaranku tidak sia-sia.
Dalam keheningan kudaratkan kakiku pelan di
atas tanah. Kudekati sosok pria itu dari belakang tanpa menimbulkan suara.
Cakar-cakarku seketika mencuat dari ujung-ujung jariku, siap menerkamnya. Tiba-tiba
dia berbalik menantangku.
“Kau pikir bisa memangsaku, Gargoyle tua?” hardiknya
sambil mengacungkan pedang. Sial! Pedang itu bersinar terang, nyaris
membutakanku!
“Grooaaarrgh!”
“Meraung saja sesukamu! Kau takkan bisa
mengalahkanku! Aku sudah curiga kaulah pelaku semua pembunuhan di daerah ini.
Sebelumnya kupikir Von Dracula pelakunya, ternyata aku salah!”
Aku menggeram lagi. Kali ini menyadari ada
sosok lain yang mengepungku dari belakang.
“Benar, kan, Van Helsing. Bukan aku pelakunya.
Aku hanya menyukai darah perawan dan janda muda. Sudah kubilang semua korban
itu bukan seleraku,” ujar pria yang tadi tergeletak di tanah. Ah, rupanya dia
hanya pura-pura.
Crass!
Aaak! Sabetan pedang itu hampir saja memutus
sayapku!
“Grooaaarrgh!”
Kucoba mengepakkan sebelah sayapku yang utuh. Sebentar
lagi matahari bersinar terang. Aku tak ingin orang-orang heboh mendapati patung Santo
yang biasa mereka ziarahi berpindah tempat tanpa sebab.
ho oh, ternyata kalo siang jadi patung santo? :)
BalasHapusYoiiii Coy! :)
HapusDih, Van Helsing pilih kasih! Masak Gargoyle diburu, Dracula dibiarin lepas?
BalasHapusBtw, kok VH dan VD bisa tahu G bakal datang ke situ? Dapat info dari 'orang dalam'? :p
VH tau soalnya sudah banyak korban berjatuhan. Kenapa dia tau?
HapusHehee, itu karena aku beritahu Bang :D