Saya
mau sharing sedikit nih tentang Tes Sidik Jari (Fingerprint Test/FT) yang saya ketahui dan pernah lakukan. FT yang
pertama yaitu tes terkait Multiple Intelligence (Kecerdasan
Majemuk) dan yang kedua yaitu tes terkait kecenderungan perilaku motivasi.
Nah, sebelum kita bahas satu-satu, saya kasih informasi sedikit tentang keunikan
sidik jari ini, ya.
Di
dalam Buku Harun Yahya yang berjudul Indahnya Islam Kita, terdapat salah
satu bab yang mengulas tentang Keajaiban Al-Quran dan memaparkan tentang
penjelasan ayat dalam Quran Surat
Al-Qiyamah: 3-4 yang diterjemahkan sebagai berikut: "Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun
(kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna." Ayat ini memberikan dalil bahwa mudah
bagi Allah SWT untuk menghidupkan manusia setelah kematiannya (merujuk pada
peristiwa hari kiamat) dan mengindikasikan jari-jari manusia dijadikan Allah
SWT untuk mengindentifikasi tubuh manusia yang telah hancur di tanah kubur.
Bagi
kita yang hidup di zaman modern, pesan tentang sidik jari yang dibawa Al-Quran
pada abad ke-7 M ini sangat mudah kita terima. Padahal, di masa lampau sidik
jari ini bukanlah sebuah hal yang istimewa karena baru ditemukan di akhir abad
ke-19 M. Sejak itu, berkembanglah ilmu yang mempelajari tentang sidik jari,
yaitu Dermatoglyphics dan Daktiloskopi. Ilmu ini digunakan bukan hanya untuk pengembangan di
bidang forensik dan sejarah, tetapi juga dalam bidang psikologi dan pengembangan
kepribadian.
Para
peneliti menemukan epidermal ridge (garis-garis
pada permukaan kulit, jari-jari, telapak tangan, hingga kaki) memiliki hubungan
yang bersifat ilmiah dengan kode genetik dari sel otak dan potensi inteligensi
seseorang. Pola yang dibentuk oleh garis-garis itu ternyata memiliki korelasi
dengan sistem hormon pertumbuhan sel pada otak. Teori-teori mengenai struktur
otak yang diungkap para ahli beberapa dekade kemudian telah memberikan
informasi yang dapat menjadikan interpretasi karakter dan potensi bakat
seseorang secara genotif (diturunkan dari induk). Sidik jari bersifat permanen,
unik, dan tidak akan pernah sama. Oleh karena itu, tes analisa sidik jari bersifat objektif tanpa dipengaruhi unsur kondisi fisik
atau psikologis.
Tes
analisa sidik jari ini dapat dilakukan secara kasat mata oleh
pakar di bidangnya atau dapat pula menggunakan sebuah alat khusus pembaca sidik
jari (Fingerprint Reader/FR) yang
dihubungkan ke sebuah komputer bersoftware
khusus yang dapat melakukan analisa berdasarkan titik-titik yang menjadi acuan.
Nah, tes analisa yang kedua
inilah yang pernah saya lakukan. Saya pernah melakukan FT untuk mengetahui Multiple
Intelligence (MI) untuk diri saya
sendiri, dan saya juga pernah melakukan FT untuk mengetahui kecenderungan perilaku
motivasi untuk putri saya, Zukhrufa, ketika dia berumur sekitar tiga tahun.
MULTIPLE
INTELLIGENCE
Teori ini pertama kali diperkenalkan
oleh pakar pendidikan dari Universitas Havard, yaitu Howard Gardner. Dalam bukunya yang berjudul Frame
of Mind: The Theory of multiple Intelligences (1985), Gardner membagi kecerdasan anak menjadi delapan jenis, yaitu
word smart (kecerdasan linguistik), number smart (kecerdasan
logika atau matematis), self smart (kecerdasan intrapersonal), people
smart (kecerdasan interpersonal), musik smart (kecerdasan musikal), picture
smart (kecerdasan spasial), body smart (kecerdasan kinetik), dan nature
smart (kecerdasan naturalis). Seiring dengan perkembangan zaman, teori ini
menambahkan satu jenis kecerdasan lagi yaitu kecerdasan eksistensial (kemampuan
seseorang untuk menjawab persoalan -persoalan terdalam eksistensi atau
keberadaan manusia). Jenis kecerdasan ini bisa bertambah terus, sepanjang
syarat yang diajukan dalam teori Gardner terpenuhi.
Teori ini mematahkan Kecerdasan
Intelektual (IQ) sebagai kecerdasan tunggal yang telah memonopoli teori
kecerdasan. Sebelum teori ini ditemukan, kecerdasan seseorang hanya diukur
lewat hasil tes inteligensi yang bersifat logis-matematis, kuantitatif, dan
linear. Akibatnya, sisi-sisi kecerdasan manusia yang lainnya terabaikan. Teori
ini mengungkapkan bahwa tidak ada anak yang bodoh, setiap anak terlahir dengan
berbagai macam kecerdasan dan keunikan masing-masing, dan dapat menentukan
keberhasilan anak di masa depan tergantung sejauh mana orang tua mampu
mengenali, menggali, dan mengoptimalkan kemampuan itu sesuai minat dan
bakatnya.
Dalam ilmu pendidikan anak,
dijelaskan bahwa bakat merupakan kemampuan yang melekat pada diri seseorang (bawaan)
sejak lahir dan terkait dengan struktur otaknya. Menurut penelitian, bakat
peserta didik 60% berasal dari orang tuanya, sedangkan selebihnya dari
lingkungan. Sedangkan kecerdasan merupakan hasil perkembangan semua fungsi otak
manusia sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Tingkat intelektual anak
berbakat biasanya cenderung di atas rata-rata, namun peserta didik yang mempunyai
intelektual tinggi tidak selalu menunjukan anak yang berbakat. Kesimpulannya,
kecerdasan dan bakat ini tidak selalu berkorelasi positif, dan keduanya
merupakan hasil kombinasi antara sifat genotif (bawaan) dan rangsangan dari
lingkungan (fenotif). Makanya, dalam kehidupan nyata ada musisi, misalnya, yang
mempunyai kecerdasan matematika yang tinggi, ada pula yang tidak.
Nah, tujuan saya melakukan
FT terkait MI ini awalnya untuk mengetahui potensi kecerdasan dan bakat Zukhrufa
(Zufa) secara genotif. Sayangnya pada saat tes itu akan dilakukan, Zufa yang
waktu itu masih belum genap dua tahun tiba-tiba menolak untuk melakukan tes.
Daripada penasaran, akhirnya saya mencoba tes menggunakan mesin scanner ini. Hasilnya bisa ditebak,
nilai tes saya cukup tinggi hampir di semua kecerdasan kecuali kecerdasan
intrapersonal (ketahuan, kan, saya memang kurang self-contemplation). Hal yang membuat saya kaget adalah nilai
kecerdasan yang paling lumayan ada di kecerdasan matematis, padahal dalam kenyataannya
saya sangat alergi dengan pelajaran yang satu ini, bahkan saya pernah dapat
nilai enam di Ujian Akhir Nasional! (Omo!)
Sempat nyesel juga, sih.
Coba orang tua saya dulu kenal tes beginian, mungkin saya akan lebih
termotivasi untuk belajar matematika, karena saya tahu lebih dulu potensi
kecerdasan diri saya. Tapi waktu tidak bisa diputar mundur, ya. Saya harus jadi
orang tua yang lebih baik, yang mau serius menggali potensi anak-anaknya (iya,
jangan gali potensi Wajib Pajak terus, dwoong!!).
Salah satu hal yang perlu
digarisbawahi dari FT berbasis MI ini adalah hasil nilai dan analisanya hanya
berlaku untuk subjek yang dites dan tidak bisa dijadikan pembanding dengan subjek
lainnya. Maksudnya, misalkan anak kita mendapat nilai 8 untuk kecerdasan
matematikanya, dan anak teman kita juga mendapat nilai 8, maka kedua nilai itu
tidak sepadan. Bisa jadi nilai 8 anak teman kita sama dengan nilai 4 anak kita,
demikian pula sebaliknya. Nilai 8 pada kecerdasan itu adalah pembanding bagi
nilai kecerdasan lainnya pada satu subjek, bukan untuk dibandingkan dengan subjek
lainnya.
Nah, setelah saya dapat
referensi lainnya, selain potensi kecerdasan dan bakat, ternyata minat
seseorang bisa jadi sangat menentukan keberhasilannya di masa depan. Meskipun
seorang anak mempunyai kecerdasan dan bakat yang banyak dan di atas rata-rata,
tetap saja minatnya lah yang menentukan ke arah manakah dia akan mengoptimalkan
usahanya untuk menjadi ahli di satu bidang yang disukainya, alih-alih menjadi
ahli di semua bidang (yang nampaknya mustahil terjadi). Nah, di sinilah peran
besar orang tua setelah mengenali dan menggali potensi anak-anaknya, untuk
kemudian mengarahkan dan memberikan fasilitas, motivasi, dan dorongan positif
bagi minat anak tersebut.
Inilah tipe orang tua idaman
di mata saya, orang tua yang selalu menjadi “rumah” tempat anak-anaknya selalu “kembali”
dan bebas menjadi dirinya sendiri, tanpa beban dan kekhawatiran untuk dibanding-bandingkan.
Inilah visi saya di masa depan, yang sedikit demi sedikit ingin saya wujudkan.
|
Zufa dan Zufi sedang asyik main :) |
Nah, selanjutnya saya akan
menulis tentang FT terkait kecenderungan
perilaku motivasi berdasarkan Teori Otak Triune yang pernah dicoba oleh Zufa.
Tapi nanti, ya, nunggu saya agak luang. Selain itu saya akan mengulas tentang
tipe-tipe pengasuhan orang tua dan tentang cara-cara kreatif yang diperlukan
otak agar memudahkan belajar si Kecil (teasernya mangstap, kan?)
Silakan
stay tune di blog saya sambil
jalan-jalan, atau boleh juga main ke referensi berikut ini: