Di bulan Januari ini, ada satu kewajiban wajib pajak yang perlu dilaksanakan terkait pajak karyawan yaitu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 Desember 2019. Bahkan, pada 15 Januari lalu, akun Instagram resmi Ditjen Pajak telah mengunggah postingan khusus terkait pelaporan tersebut untuk mengingatkan wajib pajak.
Postingan tersebut menginformasikan tentang skema penghitungan SPT Masa PPh Pasal 21 Januari s.d. November atas gaji, SPT Masa PPh Pasal 21 Januari s.d. November atas gaji dan bonus, serta SPT Masa PPh Pasal 21 Desember.
Hal ini sangat positif sebab wajib pajak perlu diingatkan pada saat yang tepat yaitu sebelum batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 berakhir. Untuk pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 Desember 2019 sendiri jatuh tempo pada 20 Januari 2020.
Masalah pelaporan PPh Pasal 21 Masa Desember ini memang penting untuk diingatkan, sebab sejak PMK Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan PMK Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) terdapat perubahan yang signifikan terkait pelaporan PPh Pasal 21.
Menurut PMK Nomor 9/PMK.03/2018 Pasal 10 ayat (2), kewajiban untuk melaporkan PPh Pasal 21/26 yang dipotong untuk Masa Januari s.d. November tidak berlaku dalam hal jumlah PPh Pasal 21/26 yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil, kecuali nihil tersebut dikarenakan adanya Surat Keterangan Domisili (Certificate Of Domicile).
Selanjutnya pada Pasal 10 ayat (2a), disebutkan bahwa dalam hal jumlah PPh Pasal 21/Pasal 26 yang dipotong pada Masa Desember nihil, kewajiban untuk melaporkan PPh Pasal 21/PPh Pasal 26 tetap berlaku.
Bisa jadi terdapat wajib pajak yang karena setiap bulan terjadi status SPT Masa PPh Pasal 21/Pasal 26 nihil sehingga tidak perlu melapor, tidak mengetahui bunyi Pasal 10 ayat (2a) ini dan mengira bahwa kewajiban pelaporan untuk Masa Desember sama seperti ketentuan pada bulan-bulan sebelumnya.
Padahal, ada tiga urgensi kenapa melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21/Pasal 26 Masa Desember ini penting.
Pertama, Menghindari Sanksi Administrasi
Setelah PMK Nomor 9/PMK.03/2018 tanggal 23 Januari 2018 terbit dan berlaku sejak tanggal diundangkan, wajib pajak harus mematuhi aturan tersebut. Apabila wajib pajak tidak melaporkan SPT PPh Pasal 21 atau melaporkan tetapi melewati tanggal jatuh tempo, maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP).
STP adalah surat yang digunakan untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Bila wajib pajak tidak melaporkan atau melaporkan tetapi melewati tanggal jatuh tempo pelaporan maka timbul sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 sebagaimana Pasal 7 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Adapun bagi wajib pajak yang terlambat menyetorkan pembayaran PPh Pasal 21/Pasal 26 Masa Desember akan dikenakan sanksi administrasi dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 ayat (2a) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Maka, bagi wajib pajak yang status SPT PPh Pasal 21 Mas Desember nihil, tentu sangat disayangkan apabila akibat ketidaktahuan atau kelalaian lainnya tidak melaporkan atau terlambat melapor sehingga terkena sanksi administrasi berupa denda.
Apalagi, saat ini pelaporan pajak telah dipermudah dengan menggunakan sistem elektronik. Melalui e-SPT dan efiling, wajib pajak tidak perlu ke kantor pajak dan bisa melaporkannya kapanpun dan di mana pun berada.
Kedua, Bahan Evaluasi
Ketika melaporkan SPT PPh Pasal 21/Pasal 26 Masa Desember, wajib pajak akan melakukan rekapitulasi atas PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama satu tahun. Hal ini dimungkinkan sebab di dalam lampiran SPT Masa tersebut terdapat Formulir 1721-I yang terdiri dari dua bagian yaitu untuk Satu Masa Pajak dan untuk Satu Tahun Pajak.
Biasanya, untuk Masa pelaporan selain Desember, wajib pajak hanya mengisi Formulir 1721-I untuk bagian Satu Masa Pajak. Khusus Masa Desember, wajib pajak juga harus mengisi bagian untuk Satu Tahun Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran III Perdirjen Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Di halaman 8 Lampiran III peraturan tersebut, disebutkan bahwa pelaporan pemotongan PPh untuk satu tahun pajak meliputi pemotongan PPh bagi penerima penghasilan yang memperoleh penghasilan selama satu tahun maupun yang memperoleh penghasilan hanya meliputi beberapa bulan (pegawai yang berhenti/pindah dalam tahun berjalan atau pegawai yang baru mulai bekerja/pensiun dalam tahun berjalan).
Dengan mekanisme ini, wajib pajak dapat mengecek ulang pelaporan PPh Pasal/Pasal 26 pada masa-masa sebelumnya dan dapat melakukan evaluasi apakah seluruh kewajiban terkait pembayaran pajak karyawan tersebut telah sesuai dengan ketentuan atau belum.
Ini merupakan hal yang baik sebab wajib pajak masih bisa melakukan pembetulan SPT Masa apabila ternyata di masa sebelumnya terjadi kurang bayar atau kesalahan lain terkait data pelaporan. Data ini nantinya akan menjadi bahan bagi petugas pajak untuk mengecek antara kesesuaian biaya gaji yang dilaporkan oleh wajib pajak pada SPT Tahunan dengan besar jumlah gaji, tunjangan, atau bonus yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 Desember.
Terakhir, Pelaporan Daftar Biaya
Dalam hal wajib pajak tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan maka wajib mengisi Formulir 1721-V yaitu Daftar Biaya. Menurut Lampiran III Perdirjen Nomor PER-14/PJ/2013 halaman 12, disebutkan bahwa formulir ini hanya disampaikan pada masa pajak Desember oleh Wajib Pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan, antara lain Wajib Pajak Cabang, Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation), dll.
Adapun daftar biaya yang dilaporkan oleh wajib pajak berupa rekapitulasi jumlah gaji, upah, bonus, gratifikasi, honorarium, THR, dll; Biaya transportasi; Biaya penyusutan dan amortisasi, Biaya sewa; Biaya bunga pinjaman; Biaya sehubungan dengan jasa; Biaya piutang tak tertagih, Biaya Royalti; Biaya Pemasaran/Promosi; dan biaya lainnya.
Menurut pendapat pribadi penulis, Bendaharawan Pemerintah juga perlu untuk mengisi formulir ini sebab termasuk dalam kategori wajib pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan. Dengan mengisi Daftar Biaya tersebut, nantinya petugas pajak dapat melakukan evaluasi. SPT Masa Desember ini merupakan salah satu sumber data yang cukup menentukan bagi fiskus untuk melakukan analisis terkait kewajaran pembayaran dan pelaporan pajak PPH Pasal 21 yang telah dilakukan wajib pajak.
Sebab, wajib pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan tidak akan pernah mengisi Lampiran II SPT Tahunan PPh Badan yang memerinci harga pokok penjualan, biaya usaha lainnya, dan biaya dari luar usaha secara komersial. Sehingga, apabila pelaporan SPT PPh Pasal 21 Masa Desember ini tidak dilakukan maka tidak akan dapat diketahui apakah wajib pajak telah melakukan seluruh kewajiban pemotongan dan pembayaran pajak secara benar atau tidak.
Semoga ulasan ini bermanfaat dan selamat melapor ya!
Artikel ini telah tayang pertama kali di www.pajak.go.id pada tanggal 20 Januari 2020.
Postingan tersebut menginformasikan tentang skema penghitungan SPT Masa PPh Pasal 21 Januari s.d. November atas gaji, SPT Masa PPh Pasal 21 Januari s.d. November atas gaji dan bonus, serta SPT Masa PPh Pasal 21 Desember.
Hal ini sangat positif sebab wajib pajak perlu diingatkan pada saat yang tepat yaitu sebelum batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 berakhir. Untuk pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 Desember 2019 sendiri jatuh tempo pada 20 Januari 2020.
Masalah pelaporan PPh Pasal 21 Masa Desember ini memang penting untuk diingatkan, sebab sejak PMK Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan PMK Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) terdapat perubahan yang signifikan terkait pelaporan PPh Pasal 21.
Menurut PMK Nomor 9/PMK.03/2018 Pasal 10 ayat (2), kewajiban untuk melaporkan PPh Pasal 21/26 yang dipotong untuk Masa Januari s.d. November tidak berlaku dalam hal jumlah PPh Pasal 21/26 yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil, kecuali nihil tersebut dikarenakan adanya Surat Keterangan Domisili (Certificate Of Domicile).
Selanjutnya pada Pasal 10 ayat (2a), disebutkan bahwa dalam hal jumlah PPh Pasal 21/Pasal 26 yang dipotong pada Masa Desember nihil, kewajiban untuk melaporkan PPh Pasal 21/PPh Pasal 26 tetap berlaku.
Bisa jadi terdapat wajib pajak yang karena setiap bulan terjadi status SPT Masa PPh Pasal 21/Pasal 26 nihil sehingga tidak perlu melapor, tidak mengetahui bunyi Pasal 10 ayat (2a) ini dan mengira bahwa kewajiban pelaporan untuk Masa Desember sama seperti ketentuan pada bulan-bulan sebelumnya.
Padahal, ada tiga urgensi kenapa melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21/Pasal 26 Masa Desember ini penting.
Pertama, Menghindari Sanksi Administrasi
Setelah PMK Nomor 9/PMK.03/2018 tanggal 23 Januari 2018 terbit dan berlaku sejak tanggal diundangkan, wajib pajak harus mematuhi aturan tersebut. Apabila wajib pajak tidak melaporkan SPT PPh Pasal 21 atau melaporkan tetapi melewati tanggal jatuh tempo, maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP).
STP adalah surat yang digunakan untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Bila wajib pajak tidak melaporkan atau melaporkan tetapi melewati tanggal jatuh tempo pelaporan maka timbul sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 sebagaimana Pasal 7 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Adapun bagi wajib pajak yang terlambat menyetorkan pembayaran PPh Pasal 21/Pasal 26 Masa Desember akan dikenakan sanksi administrasi dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 ayat (2a) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Maka, bagi wajib pajak yang status SPT PPh Pasal 21 Mas Desember nihil, tentu sangat disayangkan apabila akibat ketidaktahuan atau kelalaian lainnya tidak melaporkan atau terlambat melapor sehingga terkena sanksi administrasi berupa denda.
Apalagi, saat ini pelaporan pajak telah dipermudah dengan menggunakan sistem elektronik. Melalui e-SPT dan efiling, wajib pajak tidak perlu ke kantor pajak dan bisa melaporkannya kapanpun dan di mana pun berada.
Kedua, Bahan Evaluasi
Ketika melaporkan SPT PPh Pasal 21/Pasal 26 Masa Desember, wajib pajak akan melakukan rekapitulasi atas PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama satu tahun. Hal ini dimungkinkan sebab di dalam lampiran SPT Masa tersebut terdapat Formulir 1721-I yang terdiri dari dua bagian yaitu untuk Satu Masa Pajak dan untuk Satu Tahun Pajak.
Biasanya, untuk Masa pelaporan selain Desember, wajib pajak hanya mengisi Formulir 1721-I untuk bagian Satu Masa Pajak. Khusus Masa Desember, wajib pajak juga harus mengisi bagian untuk Satu Tahun Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran III Perdirjen Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Di halaman 8 Lampiran III peraturan tersebut, disebutkan bahwa pelaporan pemotongan PPh untuk satu tahun pajak meliputi pemotongan PPh bagi penerima penghasilan yang memperoleh penghasilan selama satu tahun maupun yang memperoleh penghasilan hanya meliputi beberapa bulan (pegawai yang berhenti/pindah dalam tahun berjalan atau pegawai yang baru mulai bekerja/pensiun dalam tahun berjalan).
Dengan mekanisme ini, wajib pajak dapat mengecek ulang pelaporan PPh Pasal/Pasal 26 pada masa-masa sebelumnya dan dapat melakukan evaluasi apakah seluruh kewajiban terkait pembayaran pajak karyawan tersebut telah sesuai dengan ketentuan atau belum.
Ini merupakan hal yang baik sebab wajib pajak masih bisa melakukan pembetulan SPT Masa apabila ternyata di masa sebelumnya terjadi kurang bayar atau kesalahan lain terkait data pelaporan. Data ini nantinya akan menjadi bahan bagi petugas pajak untuk mengecek antara kesesuaian biaya gaji yang dilaporkan oleh wajib pajak pada SPT Tahunan dengan besar jumlah gaji, tunjangan, atau bonus yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 Desember.
Terakhir, Pelaporan Daftar Biaya
Dalam hal wajib pajak tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan maka wajib mengisi Formulir 1721-V yaitu Daftar Biaya. Menurut Lampiran III Perdirjen Nomor PER-14/PJ/2013 halaman 12, disebutkan bahwa formulir ini hanya disampaikan pada masa pajak Desember oleh Wajib Pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan, antara lain Wajib Pajak Cabang, Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation), dll.
Adapun daftar biaya yang dilaporkan oleh wajib pajak berupa rekapitulasi jumlah gaji, upah, bonus, gratifikasi, honorarium, THR, dll; Biaya transportasi; Biaya penyusutan dan amortisasi, Biaya sewa; Biaya bunga pinjaman; Biaya sehubungan dengan jasa; Biaya piutang tak tertagih, Biaya Royalti; Biaya Pemasaran/Promosi; dan biaya lainnya.
Menurut pendapat pribadi penulis, Bendaharawan Pemerintah juga perlu untuk mengisi formulir ini sebab termasuk dalam kategori wajib pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan. Dengan mengisi Daftar Biaya tersebut, nantinya petugas pajak dapat melakukan evaluasi. SPT Masa Desember ini merupakan salah satu sumber data yang cukup menentukan bagi fiskus untuk melakukan analisis terkait kewajaran pembayaran dan pelaporan pajak PPH Pasal 21 yang telah dilakukan wajib pajak.
Sebab, wajib pajak yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan tidak akan pernah mengisi Lampiran II SPT Tahunan PPh Badan yang memerinci harga pokok penjualan, biaya usaha lainnya, dan biaya dari luar usaha secara komersial. Sehingga, apabila pelaporan SPT PPh Pasal 21 Masa Desember ini tidak dilakukan maka tidak akan dapat diketahui apakah wajib pajak telah melakukan seluruh kewajiban pemotongan dan pembayaran pajak secara benar atau tidak.
Semoga ulasan ini bermanfaat dan selamat melapor ya!
Artikel ini telah tayang pertama kali di www.pajak.go.id pada tanggal 20 Januari 2020.