Di era Revolusi Industri generasi keempat ini, ada kekuatan baru yang diam-diam menguasai. Sebuah simbol rupanya menyimpan misteri. Ia seakan kunci untuk membuka portal dimensi lain yang berdiri di atas enam pilar.
Artificial Intelligence, Internet of Things, Cloud Computing, Super Apps, Broadband Infrastructure (Network), dan Big Data Analytics mutlak diperlukan dalam ekosistem digital yang disebut hyperconnected society. Sebuah tatanan baru yang menghubungkan mesin dan segala benda, baik buatan alam maupun manusia, sama-sama terhubung dengan manusia di seluruh penjuru bumi.
Penikmat seri Disruption sebelumnya seperti Tomorrow is Today (2017), Self Disruption (2018), dan The Great Shifting (2018) tentu tak asing dengan istilah-istilah itu. Yang belum sempat membaca pun tak perlu cemas. Rhenald Kasali menyajikannya dengan begitu renyah hingga bab demi bab mudah dicerna.
Karya ini makin menahbiskan ilmuwan sekaligus mantan komisaris di beberapa perusahaan internasional itu sebagai “Bapak Disrupsi Indonesia”. Secara konsisten penulis menyuguhkan fakta dan data yang mutakhir, gurih dan sarat gizi.
Selain mengangkat topik terkini dan membedah kasus-kasus yang pernah marak, penulis juga memberikan gambaran besar di bagian awal untuk membangun kerangka berpikir pembaca. Detil pembahasan disajikan sedikit demi sedikit dan dipertajam di bab tertentu untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam. Inilah kelebihan karya-karya Kasali dibanding penulis ilmiah lainnya.
Sebut saja fenomena #singlesday yang mampu membuat Alibaba menghasilkan USD1 miliar dalam waktu 1 menit 25 detik saja. Seperti virus, tagar ini menular ke Indonesia dan bertransformasi menjadi #harbolnas yang selalu ditunggu-tunggu di bulan Desember.
Tanda pagar ini tak selamanya memantik hal-hal positif. Penulis juga mengulas tentang skandal Cambridge Analytica yang sempat menghebohkan Negeri Paman Sam. Atau mengungkap tujuan sebenarnya di balik gerakan #orangutanfreedom, lengkap beserta kajian kaitannya dengan lemahnya industri sawit nasional.
Analisisnya mencerahkan, mengajak para pemimpin untuk menyikapi ancaman di balik mobilisasi tagar ini dengan tidak lagi menggunakan cara-cara lama. Ini mirip dokter yang mengobati pasien bukan dengan resep, tapi dengan mengubah pola makan dan gaya hidup.
Pola-pola mobilisasi disingkap dengan terang, dianalisis, dan dijadikan rumus yang mudah dipahami. Wajah pemasaran yang berorientasi pada korporasi atau jenama sebuah produk kini tidak lagi laku. Penguasaan strategi mobilisasi menjadikan konsumen yang telah tercuri atensinya rela meluangkan waktu untuk merekomendasi bahkan berkontribusi dalam aksi-aksi mobilisasi.
Selain memberikan panduan mobilisasi, penulis juga menyingkap orkestrasi sebuah ekosistem digital. Paradigma yang ingin dibangun adalah teknik orkestrasi sumber daya, bukan pengendalian sumber daya. Dengan paradigma baru ini, kompetisi dan gaya direksi dieliminasi sehingga memunculkan lebih banyak kreasi dan kolaborasi.
Paradigma ini mampu mengakselerasi nilai kapitalisasi pasar Airbnb yang didirikan sebelas tahun lalu menjadi sama dengan jaringan Hotel Marriott yang didirikan pada 1927. Teknologi dalam platform menjadikan aset perusahaan ini sangat ringan dengan karyawan yang jauh lebih sedikit. Dengan jutaan kamar tersedia dan setiap saat siap ditempati, menjadikan arena bisnis menjadi tidak imbang lagi.
Ya, selamat datang di dunia kapitalisme berbasis crowd! Masa di mana pilar ekonomi berubah dan demokratisasi dalam mengakses aset-aset yang tersebar luas di tangan jutaan individu terjadi. Para pemain konvensional akan berteriak-teriak meminta kesetaraan dalam berusaha. Sementara itu, para pemimpin yang lamban membaca perubahan akan menyikapinya secara konvensional.
Keberadaan platform secara fundamental juga menciptakan peluang-peluang baru dalam meraup penghasilan lintas batas negara. Ini juga isu yang sedang hangat dibahas, terutama dari sisi perpajakan. Meski hanya sedikit menyinggung keterkaitannya dengan pajak, namun buku ini membukakan celah dalam menjawab sejumlah pertanyaan kenapa analisis laporan keuangan tak lagi relevan digunakan dalam menentukan skema perpajakan perusahaan digital.
Secara demonstratif penulis memunculkan sampul buku The End of Accounting karya Prof. Baruch Lev dan Prof. Feng Gu pada halaman kedua kata pengantarnya. Standar akuntansi Lucas Pacioli yang telah mengakar berabad-abad lampau dan menjadi rujukan otoritas pajak dalam menentukan keuntungan perusahaan runtuh seketika.
Hanya berselang tiga tahun setelah buku ini ditulis, korban-korban disrupsi mulai berjatuhan. Beberapa korporasi yang enggan menerima kenyataan masih kukuh bertahan. Sebagiannya dengan tergeragap mencoba mengubah bentuk. Sebagiannya lagi mencari inti dari inti perubahan itu dan berhasil lolos sebagai pemenang.
Inovasi menjadi kunci dalam sebuah ekosistem digital. Dalam tataran ini dikenal tiga pemain utama di dalamnya, yaitu pemilik platform, partisipan, dan superpartisipan. Ketiganya memiliki relasi yang mampu menggerakkan sumber daya masing-masing dan mengubahnya menjadi pundi-pundi emas. Pola-pola inilah yang perlu ditangkap oleh pembuat kebijakan dan dengan tangkas menangkap potensi ekonominya melalui serangkaian peraturan baru. Termasuk di ranah perpajakan.
Bagi korporasi, tak mudah mengorganisasi ketiga aktor tersebut, apalagi bila salah satunya secara kuantitas begitu besar untuk dikelola. Platform yang sangat bergantung pada ekosistem luar, secara dinamis harus terus-menerus membangun dan mengorganisasi aktivitas ekonomi. Aktivitas inilah yang tak bisa lagi dipandang sebelah mata.
Sebagaimana butiran pasir yang nyaman bersemayam didasar samudera mampu terbawa gelombang dan terserak di pantai, demikian pula potensi-potensi yang tersimpan akan mencuat ke permukaan. Selama kritik yang disampaikan dalam buku ini dapat memicu dan memacu perubahan. Seperti yang disampaikan penulis dalam pengantarnya, “Kritik adalah sebuah titik, sedangkan perubahan adalah sebuah proses.”
.
.
Artificial Intelligence, Internet of Things, Cloud Computing, Super Apps, Broadband Infrastructure (Network), dan Big Data Analytics mutlak diperlukan dalam ekosistem digital yang disebut hyperconnected society. Sebuah tatanan baru yang menghubungkan mesin dan segala benda, baik buatan alam maupun manusia, sama-sama terhubung dengan manusia di seluruh penjuru bumi.
Penikmat seri Disruption sebelumnya seperti Tomorrow is Today (2017), Self Disruption (2018), dan The Great Shifting (2018) tentu tak asing dengan istilah-istilah itu. Yang belum sempat membaca pun tak perlu cemas. Rhenald Kasali menyajikannya dengan begitu renyah hingga bab demi bab mudah dicerna.
Karya ini makin menahbiskan ilmuwan sekaligus mantan komisaris di beberapa perusahaan internasional itu sebagai “Bapak Disrupsi Indonesia”. Secara konsisten penulis menyuguhkan fakta dan data yang mutakhir, gurih dan sarat gizi.
Selain mengangkat topik terkini dan membedah kasus-kasus yang pernah marak, penulis juga memberikan gambaran besar di bagian awal untuk membangun kerangka berpikir pembaca. Detil pembahasan disajikan sedikit demi sedikit dan dipertajam di bab tertentu untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam. Inilah kelebihan karya-karya Kasali dibanding penulis ilmiah lainnya.
Sebut saja fenomena #singlesday yang mampu membuat Alibaba menghasilkan USD1 miliar dalam waktu 1 menit 25 detik saja. Seperti virus, tagar ini menular ke Indonesia dan bertransformasi menjadi #harbolnas yang selalu ditunggu-tunggu di bulan Desember.
Tanda pagar ini tak selamanya memantik hal-hal positif. Penulis juga mengulas tentang skandal Cambridge Analytica yang sempat menghebohkan Negeri Paman Sam. Atau mengungkap tujuan sebenarnya di balik gerakan #orangutanfreedom, lengkap beserta kajian kaitannya dengan lemahnya industri sawit nasional.
Analisisnya mencerahkan, mengajak para pemimpin untuk menyikapi ancaman di balik mobilisasi tagar ini dengan tidak lagi menggunakan cara-cara lama. Ini mirip dokter yang mengobati pasien bukan dengan resep, tapi dengan mengubah pola makan dan gaya hidup.
Pola-pola mobilisasi disingkap dengan terang, dianalisis, dan dijadikan rumus yang mudah dipahami. Wajah pemasaran yang berorientasi pada korporasi atau jenama sebuah produk kini tidak lagi laku. Penguasaan strategi mobilisasi menjadikan konsumen yang telah tercuri atensinya rela meluangkan waktu untuk merekomendasi bahkan berkontribusi dalam aksi-aksi mobilisasi.
Selain memberikan panduan mobilisasi, penulis juga menyingkap orkestrasi sebuah ekosistem digital. Paradigma yang ingin dibangun adalah teknik orkestrasi sumber daya, bukan pengendalian sumber daya. Dengan paradigma baru ini, kompetisi dan gaya direksi dieliminasi sehingga memunculkan lebih banyak kreasi dan kolaborasi.
Paradigma ini mampu mengakselerasi nilai kapitalisasi pasar Airbnb yang didirikan sebelas tahun lalu menjadi sama dengan jaringan Hotel Marriott yang didirikan pada 1927. Teknologi dalam platform menjadikan aset perusahaan ini sangat ringan dengan karyawan yang jauh lebih sedikit. Dengan jutaan kamar tersedia dan setiap saat siap ditempati, menjadikan arena bisnis menjadi tidak imbang lagi.
Sumber: Intax |
Ya, selamat datang di dunia kapitalisme berbasis crowd! Masa di mana pilar ekonomi berubah dan demokratisasi dalam mengakses aset-aset yang tersebar luas di tangan jutaan individu terjadi. Para pemain konvensional akan berteriak-teriak meminta kesetaraan dalam berusaha. Sementara itu, para pemimpin yang lamban membaca perubahan akan menyikapinya secara konvensional.
Keberadaan platform secara fundamental juga menciptakan peluang-peluang baru dalam meraup penghasilan lintas batas negara. Ini juga isu yang sedang hangat dibahas, terutama dari sisi perpajakan. Meski hanya sedikit menyinggung keterkaitannya dengan pajak, namun buku ini membukakan celah dalam menjawab sejumlah pertanyaan kenapa analisis laporan keuangan tak lagi relevan digunakan dalam menentukan skema perpajakan perusahaan digital.
Secara demonstratif penulis memunculkan sampul buku The End of Accounting karya Prof. Baruch Lev dan Prof. Feng Gu pada halaman kedua kata pengantarnya. Standar akuntansi Lucas Pacioli yang telah mengakar berabad-abad lampau dan menjadi rujukan otoritas pajak dalam menentukan keuntungan perusahaan runtuh seketika.
Hanya berselang tiga tahun setelah buku ini ditulis, korban-korban disrupsi mulai berjatuhan. Beberapa korporasi yang enggan menerima kenyataan masih kukuh bertahan. Sebagiannya dengan tergeragap mencoba mengubah bentuk. Sebagiannya lagi mencari inti dari inti perubahan itu dan berhasil lolos sebagai pemenang.
Inovasi menjadi kunci dalam sebuah ekosistem digital. Dalam tataran ini dikenal tiga pemain utama di dalamnya, yaitu pemilik platform, partisipan, dan superpartisipan. Ketiganya memiliki relasi yang mampu menggerakkan sumber daya masing-masing dan mengubahnya menjadi pundi-pundi emas. Pola-pola inilah yang perlu ditangkap oleh pembuat kebijakan dan dengan tangkas menangkap potensi ekonominya melalui serangkaian peraturan baru. Termasuk di ranah perpajakan.
Bagi korporasi, tak mudah mengorganisasi ketiga aktor tersebut, apalagi bila salah satunya secara kuantitas begitu besar untuk dikelola. Platform yang sangat bergantung pada ekosistem luar, secara dinamis harus terus-menerus membangun dan mengorganisasi aktivitas ekonomi. Aktivitas inilah yang tak bisa lagi dipandang sebelah mata.
Sebagaimana butiran pasir yang nyaman bersemayam didasar samudera mampu terbawa gelombang dan terserak di pantai, demikian pula potensi-potensi yang tersimpan akan mencuat ke permukaan. Selama kritik yang disampaikan dalam buku ini dapat memicu dan memacu perubahan. Seperti yang disampaikan penulis dalam pengantarnya, “Kritik adalah sebuah titik, sedangkan perubahan adalah sebuah proses.”
.
.
Artikel ini pertama kali terbit di majalah Intax edisi IV 2019
.
Editor: Dwi Ratih Mutiarasari
.
Editor: Dwi Ratih Mutiarasari