Kata ibu aku seperti chandelier
yang tergantung di langit-langit, tak pernah bisa diam. Bergerak-gerak lincah
selalu penuh semangat. Persis seperti kelakuannya waktu kecil. Supel dan menarik
perhatian. Ya, aku setuju. Buah memang jatuh tak pernah jauh dari pohonnya.
Kata ibu aku seperti chandelier yang
tertiup angin. Bergoyang-goyang mengikuti ke mana arah hembusannya membawaku. Persis
seperti ia di masa muda. Berfoya-foya. Berpindah dari satu klub ke klub
lainnya. Dari satu gelas ke gelas lainnya.
Mungkin ibu lupa, aku ini seperti
bayangan, selalu mengikuti tanpa ia sadari. Apa yang dia minum juga kuminum. Apa
yang dia rasa aku pun merasakannya. Juga mendengar semuanya : sumpah serapah
ibu dan ayah di setiap pagi, caci dan maki di setiap siang dan sore. Ditutup
dengan hingar-bingar dan musik yang menghentak-hentak di malam hari. Kemudian di esok
pagi ibu dapati matanya lebam membiru dan lekuk tubuhnya tak indah lagi. Tapi
kenapa ibu masih tak peduli? Esoknya dia ulangi lagi, kali ini dengan pria yang
berbeda.
Kata ibu chandelier itu
sebenarnya berfungsi untuk menaruh lilin. Ah, aku tak mau menjadi tempat lilin.
Untuk apa menerangi orang lain bila diri kita harus terbakar? Tapi dia tak
peduli. Ibu terus saja membakar tenggorokan dan organ-organ dalam tubuhnya
dengan minuman keras segala rupa. Mungkin itulah caranya melarikan diri dari
luka.
Kata ibu chandelier di ruang tamu
kami sangat indah. Besar dan menyala terang sekali. Puluhan lampu terbuat dari
kristal menghiasinya. Syukurlah tak perlu ada lilin. Kau tahu aku tak suka lilin,
panasnya mengingatkanku pada saat minuman keras itu membakar sarafku,
juga organ-organ dalamku. Membuatku merasa leleh dan tenggelam dalam duka
ibu.
Kau tahu, aku selalu ingin
melihat chandelier itu. Sayangnya ibu tak memberiku cukup waktu. Usiaku belum
genap enam bulan ketika itu. Tubuhku luruh bersama semua keinginanku untuk menghapus
duka ibu.
Sumber |
Jumlah kata : 291 kata
Notes : prompt yang benar-benar
cetar membahana *lap keringet di jidat*
ten thumbs up!!!! diksinya keren mbaaa
BalasHapusOya? Trims utk sudah singgah dan komen yaaa *kedip2
HapusTulisannya ngalir mbak, kayaknya saya pernah baca ff dengan gaya penulisan seperti ini :D
BalasHapusTrims mbak Rini...salam kenal
HapusTentu saja FF ini masih banyak kekurangannya
Jangan bosan singgah ya :))
Sedih :( etapi itu gambarnya lucuu pisaann
BalasHapus*Pukpuk pundak mbak Helda
HapusIyyaa itu namanya bayi Marzipan. Bisa dimakan loh :)
keren banget mbak. bagus cerpennya. :)
BalasHapusTrims mbak Gloria sudah singgah dan komen :)
Hapusselalu suka tulisannya mba...
BalasHapusDuh mas Ryan, trimakasiiiii :))
Hapus*tersapu-sapu
Jangan bosan mampir dan komen ya....
Endingnya ga nyangka. Masih janin rupanya, hiksss
BalasHapusPadahal udah kukasih gambar bayi Marzipan yang lutuuu banget y, hehe
HapusThanks ya mbak Efi sudah singgah dan komen :)
Keren! Aku suka diksinya mba :)
BalasHapusTrims mbak sudah singgah dan komen :)
Hapushem... ceritanya dikemas dgn halus walopun gaada dialog :)
BalasHapusfollowback ya mbaa di onix-octarina.blogspot.com
thx :))
Okey, aku meluncur ke sana dulu yaaa :)
HapusWow...
BalasHapusAsiiik Mbak Carra komeng lagii :)
Hapuskoreksi dikit : ke mana, bukan kemana. Udah.. :)
BalasHapusOkeh, siiip! Trims ya Bangmin :)
Hapus