Assalamualaikumwrwb, para muslimah Kajian Keputrian
Masjid Shalahuddin Kalibata Jakarta!
Kali ini saya coba me-resume kajian Shirah
Shahabiyyah yang dibawakan oleh Ustadzah Nur Hamidah, Lc. Di bulan Desember
2014 lalu, tentu saja dengan penambahan dari berbagai sumber, agar lebih
lengkap dan akurat :)
BIOGRAFI UMMU HARAM BINTI MILHAN
Beliau
adalah Ummu Haram binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin
Amir bin Ghannam bin Adi bin Nazar al-Anshariyah an-Najjariyyah al-Madaniyyah.
Beliau
adalah saudari Ummu Sulaiman, bibi dari Anas bin Malik pembantu Rasulullah
Shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah istri dari sahabat yang agung yang
bernama Ubadah bin ash-Shamit. Kedua saudaranya adalah Sulaim dan Haram. Keduanya
ikut di dalam perang Badar dan Uhud dan kedua syahid pada perang Bi’ir Ma’unah.
Adapun Haram adalah seorang pejuang yang tatkala ditikam dari belakang beliau
mengatakan, “Aku telah berjaya demi Rabb Ka’bah”.
Ummu
Haram termasuk wanita yang terhormat. Beliau masuk Islam, berbai’at kepada Nabi
shallallâhu 'alaihi wa sallam dan ikut berhijrah. Beliau meriwayatkan hadis
Anas bin Malik meriwayatkan dari beliau dan ada juga yang lain yang
meriwayatkan dari beliau.
Rasulullah
Shallallâhu ‘alaihi wa sallam memuliakan beliau dan pernah mengunjungi beliau
di rumahnya dan istirahat sejenak di rumahnya. Beliau dan Ummu Sulaim adalah
bibi Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam baik apabila dihubungkan dengan
sepersusuan ataupun dikaitkan dengan nasab, sehingga menjadi halal menyendiri
keduanya.
Anas
bin Malik berkata, “Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam masuk ke rumah
kami, yang mana tidak ada yang di dalam melainkan saya, ibuku (Ummu Sulaim) dan
bibiku Ummu Haram. Beliau bersabda, “Berdirilah kalian, aku akan shalat bersama
kalian”. Maka beliau shalat bersama kami pada saat bukan waktu shalat wajib.
Ummu
Haram berangan-angan untuk dapat menyertai peperangan bersama mujahidin yang
menaiki kapal untuk menyebarkan dakwah dan membebaskan manusia dari peribadatan
kepada sesama hamba menuju peribadatan kepada Allah saja. Akhirnya Allah
mengabulkan angan-angannya dan mewujudkan cita-citanya. Tatkala dinikahi oleh
sahabat agung yang bernama Ubadah bin Shamit, mereka keluar untuk berjihad
bersama dan Ummu Haram mendapatkan syahid disana dalam perang Qubrus (Cyprus).
Anas
berkata, “Adalah Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam apabila pergi ke
Quba’ beliau mampir ke rumah Ummu Haram binti Malhan, kemudian Ummu Haram menyediakan
makanan bagi beliau. Adapun suami Ummu Haram adalah Ubadah bin Shamit. Pada
suatu hari Rasululllah shallallâhu 'alaihi wa sallam mampir ke rumah beliau,
Ummu Haram lalu menyediakan makanan untuk beliau, kemudian Rasulullah
Shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyandarkan kepalanya dan Rasulullah Shallallâhu
‘alaihi wa sallam tertidur. Tidak beberapa lama kemudian beliau bangun lalu
beliau tertawa. Ummu Haram bertanya, “Apa yang membuat anda tertawa ya
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam?” Beliau bersabda, “Sekelompok manusia
dari kelompokku, mereka berperang di jalan Allah SWT dan berlayar di lautan
sebagaiman raja-raja di atas pasukannya atau laksana para raja yang memimpin
pasukannya.”
Ummu
Haram berkata, “Wahai Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam, do`akanlah agar
aku termasuk golongan mereka.”
Kemudian
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam mendo`akan Ummu Haram lalu meletakkan
kepalanya dan melanjutkan tidurnya. Sebentar kemudian beliau terbangun dan
tertawa.
Ummu
Haram bertanya, “Wahai Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam, apa yang
membuat anda tertawa?”
Rasulullah
shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sekelompok manusia dari umatku akan
diperlihatkan kepadaku tatkala berperang di jalan Allah Ta'ala laksana raja
bagi pasukannya.”
Ummu
Haram berkata, “Wahai Rasululllah! do`akanlah agar saya termasuk golongan
mereka.”
Rasululllah
shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda, “Engkau termasuk golongan para pemula.”
PERANAN UMMU HARAM BINTI MILHAN
1.
DALAM POLITIK DAN JIHAD
Ummu
Haram binti Milhan merupakan salah satu wanita Anshar yang ikut dalam Bai’at
Aqabah beserta tujuh puluh orang Anshar. Hal ini diabadikan dalam Quran Surat
Al Mumtahanah ayat 12, artinya, “Hai Nabi, jika datang kepadamu wanita-wanita
yang beriman untuk berjanji setia bahwa mereka tidak akan syirik pada Allah,
tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka,
tidak akan berdusta yang mereka adakan di antara tangan dan kaki mereka, dan
tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia
mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka dari Allah, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebagian
orang telah bersikap permisif/berlebih-lebihan (ifraath) dalam mensikapi
keikutsertaan wanita dalam masalah-masalah politik, sehingga mereka membiarkan
para wanita campur-baur (ikhthilaath) dengan para laki-laki di tempat-tempat
umum tanpa ada batas serta membuka aurat (tabarruj) sehingga keluar dari
aturan-aturan (dhawabith) syar’iyyah. Inilah sikap orang-orang yang sekuler
pada masa ini, sikap seperti ini adalah salah satu bentuk perilaku wanita jahiliyyah
sebagaimana kaum musyrikin sebelum Islam, yang disebut oleh DR Muhammad Quthb
sebagai Al-Jahiliyyah fil Qarnil ‘Isyrin (jahiliyyah abad-20).
Sementara
sebagian kelompok lainnya bersikap overprotektif (tafriith) dalam menyikapi
para wanita muslimah, sehingga seolah-olah dunia ini hanyalah milik para
laki-laki (Rijal), sementara para wanita harus berdiam di rumah, tidak boleh
beraktivitas ke luar rumah dan hanya boleh bertemu laki-laki asing (ajnabi) 3
kali saja seumur hidupnya, yaitu saat ia dilahirkan (waktu diadakan
‘aqiqah-nya), saat ia akan menikah (ta’aruf) dan saat ia dibawa ke kuburnya,
maka ini adalah sikap kelompok ghulllat (ekstremis), yang menurut DR Yusuf Al-Qaradhawi
disebut sebagai zhahiriyyah-jadiidah (neo-tekstualis).
Peristiwa
yang dialami oleh Ummu Haram ini menandakan bahwa Islam tidak melarang
keterlibatan wanita dalam berpolitik dan bermasyarakat, serta wanita mempunyai
kedudukan yang sama di dalamnya, tentu saja selama memenuhi syarat-syarat syariahnya.
Islam jauh dari kedua sikap ekstrim tersebut. Islam menyikapi wanita secara
adil dan moderat (wasathiyyah) yang jauh dari ifraath maupun tafriith.
Demikian
pula dalam hal jihad. Jauh sebelum kaum feminis menggaungkan emansipasi yang
katanya berasal dari Barat, Islam telah lebih dulu diwarnai oleh perjuangan
kaum Shahabiyyah yang tangguh dan pantang menyerah. Salah satunya adalah Ummu
Haram, sebagaimana do’a dan mimpi Rasulullah SAW.
Apa
yang disebutkan oleh RAsulullah SAW itu terjadi pada tahun 28 H/ 649 M,
pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan ra. Ketika itu Muawiyyah bin Abi Sufyan atas persetujuan khalifah menyiapkan kapal dan pasukan
untuk menaklukkan Pulau Cyprus yang ketika itu berada di bawah kekuasaan
Byzantium. Ubadah bin Syamit dan istrinya, Ummu Haram, yang usianya ketika itu
sudah cukup tua ikut menyertai pasukan tersebut. Ini merupakan angkatan pertama
pasukan Muslim yang melakukan perjalanan jihad melalui laut. Pasukan ini
mendarat di kota Larnaca, di bagian selatan pulau Cyprus.
Menurut
Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah (2002: 368-9), walaupun pasukan Muslim
mendapatkan banyak pampasan dan tawanan perang, pertempuran berakhir dengan
perjanjian damai oleh kedua belah pihak. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa
Cyprus akan membayar upeti tahunan sebanyak 7000 dinar kepada kaum Muslimin.
2.
DALAM MENYEBARKAN ILMU
Ummu Haram termasuk perawi hadits Nabi yang mulia. Dia meriwayatkan lima buah
hadits dari Rasulullah SAW.
Para sahabat dan tabi’in yang terkenal pun meriwayatkan hadits darinya. Bahkan
Tiga buah hadits yang diriwayatkannya diabadikan dalam Kitab Shahih Bukhari dan
Muslim. Ini menandakan bahwa beliau mempunyai ingatan dan hafalan yang baik
serta mempunyai sifat yang amanah dan terjaga akhlak serta ibadahnya, sehingga
layak menjadi perawi hadits dalam kitab-kitab yang luar biasa ketat
penyaringannya tersebut.
3.
DALAM MENDORONG JIHAD KELUARGA
Shahabiyyah yang satu ini sungguh luar biasa.
Beliau pernah menikah dengan ‘Amr bin Qais dan mempunyai anak bernama Qais bin ‘Amr.
Beliau senantiasa mendukung perjuangan suami dan anaknya, bahkan ketika mereka
harus menyertai Perang Badar dan termasuk yang mati syahid pada pertempuran
itu. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang sahabat Anshar, yaitu Ubadah bin
Syamit ra., dan mempunyai anak darinya yang bernama Muhammad bin Ubadah
(Ghadanfar, 2001: 185). Subhanallah, pernikahan-pernikahan beliau selalu
dilandasi semangat jihad dan keinginan untuk menyebarkan ajaran Islam.
WAFATNYA UMMU HARAM
Setelah
mengalahkan musuh dan pasukan Muslim bersiap untuk pulang, Ummu Haram mengalami
kecelakaan. Ia terjatuh dari baghal (hewan hasil kawin silang antara kuda dan
keledai) yang dikendarainya. Leher beliau patah dan beliau pun meninggal dunia
disebabkan kejadian itu. Jenazah Ummu Haram kemudian dimakamkan di tepi danau
garam, sekitar lima kilometer dari kota Larnaca.
Ummu Haram syahid pada tahun 27 Hijriah dan dimakamkan di Cyprus. Hisyam
Al-Ghaz menyebutkan, “Makam Ummu Haram binti Milhan berada di Cyprus.
Orang-orang mengatakan bahwa ini adalah makam wanita shalihah.”
Belakangan
kerajaan Turki Utsmani menghormati makam Ummu Haram dengan
membangun sebuah masjid di sebelahnya. Kompleks makam ini kemudian dikenal
sebagai Hala Sultan Tekke (Mirbagheri, 2010: 98). Menurut The Blue Beret
(Juni 2003: 8-9), buletin bulanan yang dikeluarkan oleh pasukan perdamaian PBB
di Cyprus, Tekke bermakna biara atau tempat ibadah yang dalam konteks
Islam biasanya dikaitkan dengan masjid atau makam. Hala Sultan bermakna bibi
dari dari seorang pemimpin atau sultan.
Membaca
Shirah Shahabiyyah yang satu ini, terbersit pertanyaan dalam hati kita. Di
zaman modern yang serba canggih, mudah, dan penuh semangat emansipasi ini,
seberapa besarkah semangat jihad dalam jiwa kita? Adakah di antara kita yang
mampu memiliki setidaknya setengah dari semangat Ummu Haram? Atau adakah hati
kita tergerak untuk meneladaninya dengan menyebarkan kebaikan Islam dan
mengorbankan segala-galanya sebagaimana yang dicontohkan beliau?
Wallahua’lambishshowab.
Sumber :
Kajian Keputrian Masjid Shalahuddin Kalibata
oleh Ustadzah Nur Hamidah, Lc.