Halo Sobat UMKM yang hebat! Kali ini saya akan berbagi tips mudah memahami aturan PP 23 Tahun 2018 (selanjutnya akan ditulis PP 23). Saya akan menyajikan pembahasan singkat dan bahasa yang sederhana untuk memudahkan dalam memahami aturan dan praktik di lapangan. Untuk bagian pertama saya akan membahas:
Penerapan PP 23 bagi UMKM yang telah menerapkan PP 46 Tahun 2013
Aturan terdahulu dari PP 23 adalah PP 46 Tahun 2013 (selanjutnya akan ditulis PP 46). Tarif PPh final untuk PP 46 adalah satu persen, sedangkan PP 23 adalah setengah persen. Teman saya suka berseloroh, “Bukan hanya tarifnya yang diskon 50%, angka 23 pun hasil dari angka 46 dibagi dua.” Betul juga ya, hehe.
PP 23 ini berlaku per 1 Juli 2018. Cara menghitung PPh final ini mudah. Kalau Sobat UMKM selama ini sudah biasa setor dengan tarif satu persen artinya per masa Juli 2018 ini cukup bayar setengah persen dikalikan omzet atau peredaran bruto sebulan. Kode jenis dan kode setorannya pun tetap sama yaitu 411128 – 420. Cara pembayarannya pun sama (di bagian ini saya tak perlu jelaskan ya).
Yang jelas untuk Sobat UMKM yang selama ini menggunakan skema PP 46 sepertinya perlu mengecek kembali apakah masih masuk dalam kriteria subjek pajak ini:
1.Orang pribadi; atau
2.Badan usaha berbentuk PT, CV, Firma, dan Koperasi;
yang menerima penghasilan bruto tidak melebihi 4,8 miliar rupiah dalam satu tahun pajak. Artinya apabila wajib pajak berbentuk selain di atas (contohnya yayasan) maka tidak bisa menggunakan skema ini lagi, melainkan harus menggunakan tarif PPh Pasal 17. Hah?!
Tenang, tak perlu panik. Apabila di tahun ini masih ada yayasan yang menggunakan skema PP 46 atas kegiatan usaha (sampingan)-nya, maka menurut aturan peralihan masih diperkenankan untuk menggunakan skema PP 23 hingga berakhirnya tahun pajak 2018. Lalu, per tahun pajak 2019 dan seterusnya silakan menggunakan perhitungan Pasal 17 UU PPh.
Bukan Subjek PP 23
Ternyata ada juga lo, yang tak lagi masuk kriteria subjek PPh final ini, yaitu:
1.Wajib pajak (WP) yang memilih untuk dikenai tarif PPh Pasal 17 dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan ke KPP dan untuk selanjutnya harus terus menggunakan skema ini;
2.WP badan yang memperoleh fasilitas PPh Pasal 31A UU PPh atau PP 94 Tahun 2010;
3.BUT (Bentuk Usaha Tetap);
4.CV atau Firma yang dibentuk oleh beberapa wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang memiliki keahlian khusus dan menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Pekerjaan bebas meliputi:
a.tenaga ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris);
b.pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/wati, pemain drama, dan penari;
c.olahragawan;
d.penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e.pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f.agen iklan;
g.pengawas atau pengelola proyek;
h.perantara;
i.petugas penjaja barang dagangan;
j.agen asuransi;
k.distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.
Jadi, misalnya ada Firma hukum yang dibentuk oleh beberapa pengacara dan di tahun ini masih menggunakan skema PP 46, maka diperbolehkan menggunakan skema PP 23 hingga akhir tahun 2018. Selanjutnya per tahun pajak 2019 dan seterusnya harus menggunakan tarif PPh Pasal 17.
Tentang Jangka Waktu
Oya, perbedaan mendasar PP 23 dengan pendahulunya adalah soal jangka waktu bolehnya menggunakan skema PPh Final. Kalau dulu di PP 46 tidak ada batasan waktu penggunaan skema tersebut, di PP 23 ini ada batasannya.
Tujuannya tentu saja agar Sobat UMKM belajar pembukuan. Jangka waktunya yaitu:
1.tujuh tahun bagi WP OP;
2.tiga tahun bagi PT;
3.empat tahun bagi CV, Firma, dan Koperasi;
dihitung sejak tahun pajak WP terdaftar bagi WP yang terdaftar setelah berlakunya PP 23 atau sejak tahun pajak 2018 bagi WP yang terdaftar sebelum berlakunya PP 23 ini.
Setelah itu bagaimana? Ya menggunakan tarif PPh Pasal 17. Ini perlu digaris bawahi sebab ternyata di lapangan masih ada yang berpendapat kalau setelah jangka waktu ini WP kembali ke skema PP 46. Ini tentu salah dan perlu diluruskan. PP 46 sudah masa lalu. Maka, sewajarnya masa lalu ya harus ditinggalkan. Move on saja, ada PP 23 yang lebih baik kok.
Pertanyaan yang muncul adalah: bagaimana bila ada PT baru terdaftar di akhir tahun pajak 2017 dan masih menggunakan perhitungan tarif PPh Pasal 17 di semester pertama tahun pajak 2018? Ini terjadi karena aturan PP 46 yang tidak serta merta menerapkan skema PPh final di tahun pertama. Maka, mau tak mau di tahun pajak 2018 WP harus menggunakan dua skema. Semester pertama menggunakan tarif PPh Pasal 17, semester kedua menggunakan skema PP 23.
Oke, sekian dulu ya. Bagian selanjutnya saya akan membahas tentang perubahan dari penggunaan SKB PP 46 ke Surat Keterangan PP 23 (bersambung ke bagian kedua).
Baca juga:
Agar Setengah Persen Sepenuh Hati
Baca juga:
Agar Setengah Persen Sepenuh Hati