Hari ini penduduk kampung geger
karena bayi sang Saudagar lahir dengan wajah seperti babi. Semua orang berduyun-duyun
menilik karena penasaran dan mencari bahan gunjingan. Saudagar yang pelit itu
kehilangan muka dan harga dirinya. Banyak orang mencibir dan berkata itu buah
kesalahannya. Seandainya dia mengurangi sifat kikir dan serakahnya akan harta,
mungkin dia tidak akan menanggung karma. Banyak juga orang bilang, anak itu
dulunya reinkarnasi babi yang gagal, sebagai ganjaran bagi Saudagar atas
pelanggaran pantang memakan makanan haram. Omongan-omongan itu mendorong dia
menemuiku, untuk mencari fatwa dan penentraman kalbu.
“Pak Tetua, bagaimana ini? Saya
akui pernah makan babi sekali. Patutkah Tuhan menghukumku seberat ini?”
“Tuhan tidak perlu kepatutan
dalam memberi balasan. Kau yang melanggar, tentu kau yang harus merasakan.”
Akhirnya dia pulang dengan wajah
pasi, seperti menyesal memutuskan datang ke sini.
Lain waktu istrinya datang dengan
tangis berurai.
“Pak Tetua, saya akui pernah
khilaf sekali. Saya tak menyangka perbuatan saya itu menyebabkan hal seburuk
ini. Saya tak tahu lagi harus mengadu pada siapa. Berat sekali beban dalam hati
saya. Saya... saya pernah sekali berhubungan dengan babi, itu pun karena suami
saya pergi berlayar lama sekali.”
Mataku terbelalak. Nista, sungguh
nista. Rupanya bayi itu hasil perbuatanku dulu saat berlatih ajian berganti
rupa.
Sumber |
Jumlah kata : 200 kata