Sejak awal aturan PP 23 Tahun 2018 terbit, banyak yang bertanya: ketika membayar tagihan kepada lawan transaksi berstatus UMKM (omzet di tahun lalu di bawah Rp4,8 miliar) dan dapat menunjukkan Surat Keterangan PP 23, apakah tetap dipotong Pajak Penghasilan (PPh) atau tidak? Kalau iya, berapa persen?
Untuk menjawab itu, mari kita telaah bersama aturan PMK-99/PMK.03/2018. Petunjuk pelaksanaannya ada di Pasal 4. Di pasal ini dijelaskan kalau ada 2 mekanisme pelunasan PPh UMKM ini:
1.Wajib pajak UMKM menyetor sendiri dengan:
- tarif 0,5% dari omzet per bulan menggunakan SSP;
- dilakukan untuk tiap kegiatan usaha;
- menggunakan kode 411128-420;
- disetorkan tiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
- kalau sudah setor maka dianggap sudah melaporkan. Tidak wajib lapor bukan berarti kewajiban ini tidak boleh dilakukan. Misalkan wajib pajak UMKM ingin melapor tentu saja boleh. Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
- kalau tidak ada omzet di bulan tertentu, maka tidak wajib melakukan pelaporan untuk masa tersebut.
Biasanya yang melakukan penyetoran sendiri adalah wajib pajak UMKM yang melakukan usaha dagang dan tidak bertransaksi dengan Bendaharawan Pemerintah. Selain wajib pajak tersebut, selama mempunyai Surat Keterangan PP 23 dan belum dipotong PPh Final UMKM oleh lawan transaksi maka harus menyetorkan PPh Final UMKM sendiri.
Selanjutnya kita bahas yang kedua, yaitu:
2.PPh UMKM dipotong/dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak.
Selanjutnya, di Pasal 4 ayat 7 dan ayat 8 dibedakan perlakuan untuk pembelian/penggunaan jasa dan impor/pembelian barang. Di sinilah kuncinya.
a.Apabila yang diserahkan adalah jasa.
Maka tidak perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2%, melainkan memotong PPh Final UMKM sebesar 0,5% terhadap lawan transaksi yang mempunyai Surat Keterangan PP 23.
Pemotongan ini dilakukan untuk setiap transaksi penyerahan jasa yang merupakan objek PPh UMKM. Pastikan lawan transaksi menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23, untuk disimpan sebagai arsip apabila sewaktu-waktu ada pemeriksaan dari kantor pajak.
Bagaimana cara memotong atau memungutnya? Pemotong atau pemungut membuat kode billing PPh Final UMKM 0,5% dengan kode 411128-423 untuk NPWP lawan transaksi UMKM.
Jadi, pembeli/pengguna jasa yang membuat kode billing, hanya saja untuk NPWP lawan transaksi. Caranya bagaimana? Silakan klik “NPWP Lain” ketika membuat kode billing di situs DJP Online. Pastikan agar tidak salah dalam membuat kode billing.
Penyetoran pajak paling lambat dilakukan tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Surat Setoran Pajak (SSP) berupa kode billing dan bukti pembayaran ini dipersamakan dengan bukti pemotongan/pemungutan PPh dan harus diberikan kepada lawan transaksi UMKM tersebut.
Selanjutnya, muncul pertanyaan: perlu lapor atau tidak?
Kalau merujuk PMK ini pemotong memang harus lapor paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. SSP penyetoran dipersamakan dengan bukti potong. Terkait teknis kewajiban pelaporan ini silakan berkonsultasi dengan petugas Account Representative masing-masing agar mendapat petunjuk lebih jelas.
b.Transaksi impor atau pembelian barang yang seharusnya dikenakan PPh Pasal 22.
Atas transaksi ini tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib pajak UMKM harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada Pemotong/Pemungut Pajak. Selanjutnya dilakukan pemotongan/pemungutan PPh Final UMKM 0,5% oleh pemotong/pemungut pajak sesuai Pasal 4 ayat 1 (b).
Atas penyetoran ini dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 4 Ayat 2 pemotong/pemungut, sama seperti pada transaksi penyerahan jasa (poin a) di atas.
Menurut penulis, sosialisasi kepada pemotong/pemungut PPh Final UMKM sangat penting untuk memastikan PPh Final ini disetorkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sebab masih terdapat pemikiran bahwa perlakuan pemotongannya sama seperti PP 46.
Demikian semoga bermanfaat.
Update tahun 2020: Terdapat perubahan mekanisme pemotongan PPh Final UMKM karena penerapan insentif pajak untuk UMKM sesuai PMK-44 Tahun 2020 (Baca di sini).
*Tulisan ini adalah pendapat penulis pribadi dan tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.
Baca juga seri PP 23:
Belajar PPh UMKM untuk WP Baru
Untuk menjawab itu, mari kita telaah bersama aturan PMK-99/PMK.03/2018. Petunjuk pelaksanaannya ada di Pasal 4. Di pasal ini dijelaskan kalau ada 2 mekanisme pelunasan PPh UMKM ini:
1.Wajib pajak UMKM menyetor sendiri dengan:
- tarif 0,5% dari omzet per bulan menggunakan SSP;
- dilakukan untuk tiap kegiatan usaha;
- menggunakan kode 411128-420;
- disetorkan tiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
- kalau sudah setor maka dianggap sudah melaporkan. Tidak wajib lapor bukan berarti kewajiban ini tidak boleh dilakukan. Misalkan wajib pajak UMKM ingin melapor tentu saja boleh. Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
- kalau tidak ada omzet di bulan tertentu, maka tidak wajib melakukan pelaporan untuk masa tersebut.
Biasanya yang melakukan penyetoran sendiri adalah wajib pajak UMKM yang melakukan usaha dagang dan tidak bertransaksi dengan Bendaharawan Pemerintah. Selain wajib pajak tersebut, selama mempunyai Surat Keterangan PP 23 dan belum dipotong PPh Final UMKM oleh lawan transaksi maka harus menyetorkan PPh Final UMKM sendiri.
Selanjutnya kita bahas yang kedua, yaitu:
2.PPh UMKM dipotong/dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak.
Selanjutnya, di Pasal 4 ayat 7 dan ayat 8 dibedakan perlakuan untuk pembelian/penggunaan jasa dan impor/pembelian barang. Di sinilah kuncinya.
a.Apabila yang diserahkan adalah jasa.
Maka tidak perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2%, melainkan memotong PPh Final UMKM sebesar 0,5% terhadap lawan transaksi yang mempunyai Surat Keterangan PP 23.
Pemotongan ini dilakukan untuk setiap transaksi penyerahan jasa yang merupakan objek PPh UMKM. Pastikan lawan transaksi menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23, untuk disimpan sebagai arsip apabila sewaktu-waktu ada pemeriksaan dari kantor pajak.
Bagaimana cara memotong atau memungutnya? Pemotong atau pemungut membuat kode billing PPh Final UMKM 0,5% dengan kode 411128-423 untuk NPWP lawan transaksi UMKM.
Jadi, pembeli/pengguna jasa yang membuat kode billing, hanya saja untuk NPWP lawan transaksi. Caranya bagaimana? Silakan klik “NPWP Lain” ketika membuat kode billing di situs DJP Online. Pastikan agar tidak salah dalam membuat kode billing.
Penyetoran pajak paling lambat dilakukan tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Surat Setoran Pajak (SSP) berupa kode billing dan bukti pembayaran ini dipersamakan dengan bukti pemotongan/pemungutan PPh dan harus diberikan kepada lawan transaksi UMKM tersebut.
Selanjutnya, muncul pertanyaan: perlu lapor atau tidak?
Kalau merujuk PMK ini pemotong memang harus lapor paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. SSP penyetoran dipersamakan dengan bukti potong. Terkait teknis kewajiban pelaporan ini silakan berkonsultasi dengan petugas Account Representative masing-masing agar mendapat petunjuk lebih jelas.
b.Transaksi impor atau pembelian barang yang seharusnya dikenakan PPh Pasal 22.
Atas transaksi ini tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib pajak UMKM harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada Pemotong/Pemungut Pajak. Selanjutnya dilakukan pemotongan/pemungutan PPh Final UMKM 0,5% oleh pemotong/pemungut pajak sesuai Pasal 4 ayat 1 (b).
Atas penyetoran ini dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 4 Ayat 2 pemotong/pemungut, sama seperti pada transaksi penyerahan jasa (poin a) di atas.
Menurut penulis, sosialisasi kepada pemotong/pemungut PPh Final UMKM sangat penting untuk memastikan PPh Final ini disetorkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sebab masih terdapat pemikiran bahwa perlakuan pemotongannya sama seperti PP 46.
Demikian semoga bermanfaat.
Update tahun 2020: Terdapat perubahan mekanisme pemotongan PPh Final UMKM karena penerapan insentif pajak untuk UMKM sesuai PMK-44 Tahun 2020 (Baca di sini).
*Tulisan ini adalah pendapat penulis pribadi dan tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.
Baca juga seri PP 23:
Belajar PPh UMKM untuk WP Baru