Minggu, 12 Agustus 2018

Cara Mudah Pahami PP 23 Tahun 2018 Bagi Wajib Pajak Baru

Anda pengusaha UMKM dan baru ber-NPWP? Bingung dengan cara menghitung pajak menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh? Tenang, PP 23/2018 memberikan kesempatan wajib pajak untuk belajar membuat pembukuan: 

1.Untuk wajib pajak perorangan maka jangka waktunya 7 tahun sejak terdaftar;
2.Untuk PT jangka waktunya 3 tahun; 
3.Untuk CV, Firma, dan Koperasi 4 tahun. 

Ketentuan ini bagi wajib pajak yang terdaftar setelah tanggal 1 Juli 2018. Bagi yang terdaftar sebelum itu bagaimana? Dilihat dulu omzet tahun lalu berapa. Apabila di bawah 4,8 miliar rupiah maka boleh menggunakan skema PPh Final PP 23/2018. 

Sambil menunggu hingga wajib pajak mahir membuat pembukuan, PP 23/2018 memberikan kesempatan untuk menyetorkan pajak sebesar 0,5% dikalikan nilai total omzet sebulan. Omzet ini dihitung dari apa? Dari semua nilai penjualan atau nilai transaksi sebelum dikurangi diskon atau bentuk potongan apapun. Contoh: omzet usaha di bulan Juli 2018 sebesar 100 juta rupiah, maka pajak yang disetorkan sebesar 500 ribu rupiah.

Cara bayarnya bagaimana? Untuk membayar pajak UMKM ini silakan membuat kode billing dengan kode jenis pajak 411128-420 (untuk cara membuat kode billing silakan baca di sini). Setelah membuat kode billing, silakan setor uangnya ke kantor pos, bank, atau ATM. Khusus untuk pajak final UMKM ini sebenarnya bisa membuat billing langsung di ATM, lo. Apabila penerbit kartunya adalah Bank Mandiri dan BNI maka silakan cari menu pembayaran pajak dan membuat billing langsung di situ. Mudah dan praktis!

Bayarlah pajak selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. Tak perlu lagi melaporkan pajak bulanan. Membayar pajak dianggap telah melapor. Nanti, di awal tahun depan, silakan melakukan pelaporan SPT Tahunan tahun ini paling lambat 31 Maret bagi wajib pajak orang pribadi dan tanggal 30 April bagi wajib pajak berbentuk badan (PT, CV, Firma, Koperasi).

Penghasilan Usaha Jenis Apa yang Kena PP 23/2018?

Terminologi usaha mengandung karakteristik 3 M yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara dalam upaya mendapatkan penghasilan tersebut. Namun rupanya tak semua penghasilan usaha masuk dalam kriteria yang boleh dikenakan PP 23/2018 ini yaitu:

1.Penghasilan orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan  bebas (dokter, pengacara, konsultan, agen asuransi, artis, penulis, dsb.);

2.Penghasilan yang diterima dari luar negeri yang pajaknya telah terutang/dibayar di luar negeri;

3.Penghasilan yang telah dikenai PPh Final dengan ketentuan tersendiri (misalnya PPh atas jasa konstruksi, PPh atas penghasilan persewaan tanah dan atau bangunan, PPh atas penjualan tanah dan atau bangunan);

4.Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak (misalnya warisan, dsb).

Jadi, misalnya wajib pajak punya dua jenis penghasilan maka harus dicatat sesuai jenis penghasilan dan dikenakan pajak secara terpisah. Contohnya seorang dokter yang mempunyai usaha apotek. Atas penghasilan sebagai dokter akan menggunakan tarif pasal 17 (bisa dengan metode pembukuan ataupun pencatatan dengan menggunakan norma penghasilan neto) dan atas penghasilan dari apoteknya akan dikenai PPh Final 0,5% selama omzet di tahun lalu masih di bawah 4,8 miliar rupiah. 

Kok omzet tahun lalu? Iya, dasar dibolehkannya menggunakan skema PPh Final ini memang menggunakan acuan omzet tahun sebelumnya. Omzet ini merupakan jumlah omzet total dari semua cabang usaha, termasuk apabila wajib pajak adalah suami-istri yang memiliki perjanjian pemisahan harta (status PH) atau memilih kewajiban pajak terpisah (MT) di SPT Tahunannya. Kenapa demikian? Suami-istri dianggap satu entitas ekonomi, maka apabila pasangan ini keduanya mempunyai kegiatan usaha yang masuk kriteria PP 23/2018 ini, maka perlu dihitung nilai total omzet di tahun lalu terlebih dahulu. Apabila melewati angka 4,8 miliar rupiah maka wajib menggunakan tarif pasal 17 UU PPh.

Wajib Pajak yang Tidak Dikenai

Ada beberapa wajib pajak yang tidak dikenai PPh Final 0,5% ini yaitu:
1.Wajib pajak yang memilih dikenai tarif PPh Pasal 17 dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan ke kantor pajak tempat terdaftar. Bagi wajib pajak ini untuk seterusnya tidak diperkenankan untuk menggunakan PPh Final UMKM;

2.Wajb pajak berbentuk badan yang memperoleh fasilitas PPh Pasal 31A UU PPh atau PP 94 Tahun 2010;

3.Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia);

4.Wajib pajak berbentuk CV atau firma yang dibentuk oleh beberapa wajib pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Untuk wajib pajak jenis ini yang di tengah tahun pertama 2018 masih menggunakan skema PP 46/2013 maka masih diperkenankan untuk menggunakan PP 23/2018. Untuk tahun pajak 2019 wajib menggunakan skema tarif pasal 17 UU PPh. 

Bagaimana dengan usaha jasa kos-kosan?

Apabila telah memiliki NPWP, pemilik kos-kosan yang menerima pembayaran secara bulanan juga masuk sebagai subjek pajak yang dikenai PPh Final UMKM. Hal itu disebabkan jasa ini dikecualikan dari pengenaan PPh Final Persewaan atas Tanah dan atau Bangunan menurut PP 34 Tahun 2017. Ini berbeda dengan penghasilan dari penyewaan tanah dan atau bangunan yang dibayar secara tahunan dan dikenakan PPh Final dengan tarif 10%. 

Apabila merasa rugi bagaimana? Tenang saja, wajib pajak memiliki opsi untuk menghitung laba usaha setelah dikurangi biaya-biaya, tentu dengan menggunakan metode pembukuan. Bagi wajib pajak orang pribadi, apabila penghasilan bersih setelah dihitung ternyata berada di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka tak ada jumlah pajak yang harus disetorkan. Namun jangan lupa untuk menyampaikan surat pemberitahuan ke kantor pajak tempat terdaftar agar tidak terjadi kesalahan administrasi atas pelaporan pajak di kemudian hari.

Cukup jelas, bukan? Semoga bisa membantu dalam memahami aturan PP 23/2018 ini ya. Salam sukses selalu!

* * *

Cara mudah pahami PP 23 Tahun 2018 bagi yang sebelum 1 Juli 2018 sudah ber-NPWP baca di sini.

Cara mengajukan Surat Keterangan PP 23 Tahun 2018 baca di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^