Rabu, 11 Desember 2019

Mantra Kebahagiaan


Alkisah, di Denmark hiduplah seorang tukang kayu miskin bernama Ole. Terlahir sebagai bungsu dari sepuluh bersaudara di keluarga sederhana, ia tak punya pilihan selain bekerja ekstra keras untuk memperbaiki hidupnya.

Beruntung, ia menemukan tambatan hati di usia yang telah cukup untuk menikah, Kirstine. Wanita itu lembut tetapi teguh pendirian, serta memiliki watak yang setia dan sabar. Ia menjadi sumber kekuatan bagi Ole.

Kehidupan ekonomi mereka sedikit demi sedikit meningkat, begitu pula jumlah anak. Tak lama setelah kelahiran putra bungsunya, masa Depresi Besar tiba. Ole terpaksa kehilangan mata pencahariannya.

Jangan khawatir Sayang, sammen kan vi,” istri Ole menyemangati. Serupa mantra, semangat Ole pun mulai membara. Namun, tragedi begitu rajin menghampiri. Kirstine wafat di usia muda, meninggalkan Ole dengan keempat putranya.

Kepergian belahan jiwa membuat dunia Ole limbung, hingga memengaruhi psikis buah hatinya. Menyadari hal itu, Ole tak ingin berlama-lama terpuruk. Untuk menghibur putranya, ia membuat mainan bebek dari bahan limbah kayu. Cara itu berhasil membuat mereka tersenyum kembali!

Ia lalu berpikir andai lebih banyak lagi anak-anak yang bahagia karena mainan itu. Pada tahun 1932, ia mendirikan The Danish Company yang mulai memproduksi mainan anak-anak. Dalam waktu singkat usahanya membuahkan hasil, permintaan mainan anak tetap tinggi meski kondisi ekonomi sedang sulit.

Hingga, lagi-lagi ujian kehidupan menerpa. Di tahun 1940, sebuah kebakaran besar melanda pabrik. Semua kandas dilahap si jago merah. Godtfred, salah satu putra Ole, terpuruk dalam kesedihan.

Ingatkah kau, Nak, apa yang akan dikatakan ibumu di saat seperti ini?” Tanya Ole. Putranya mengangguk. Sammen kan vi, bisiknya dalam hati. Lagi-lagi mantra itu bekerja. Momentum ini mengakibatkan restorasi bangunan pabrik dan perubahan mendasar pada bisnis perusahaan.

Sejak itu mereka mulai memproduksi mainan anak secara massal dan besar-besaran. Ole mendaftarkan perusahaan dengan nama resmi “LegetOjsfabrikken LEGO Billund A/S”. Jenama mainan mereka kini lebih dikenal dengan Lego, berasal dari kata Leg Godt yang berarti “Bermain dengan Baik”. Dalam bahasa Latin, kata ini juga bisa berarti “menyusun”.

Di masa perkembangannya, lagi-lagi musibah datang. Terjadi kebakaran pada divisi Lego yang memproduksi mainan kayu pada tahun 1960. Kala itu Ole telah tiada. Alih-alih meratapi nasib, Godtfred sebagai penerus usaha memutuskan untuk fokus memproduksi mainan plastik.

Keputusan ini menjadikan Lego sebagai mainan anak-anak terlaris pada saat itu. Dua tahun setelahnya, roda Lego berhasil diciptakan. Pada tahun 1968, Taman Lego di Billund berhasil diresmikan. Mainan bebek kayu yang legendaris itu berevolusi menjadi bata plastik yang dapat disusun menjadi bentuk apa saja.

Meski dirundung berbagai masalah, perusahaan Lego mampu berkali-kali bangkit dan membalikkan keadaan. Balok-balok mainan plastik yang terserak itu seakan menyiratkan makna bahwa yang tercerai-berai dapat disusun menjadi beraneka macam bentuk bila disatukan dalam kebersamaan.

Kebersamaan adalah kunci kebahagiaan

Hal ini diafirmasi dari hasil sebuah riset terlama di Amerika. Dalam kurun waktu 75 tahun, Grant & Glueck dari Harvard meneliti ratusan orang untuk mengukur kemampuan fisik dan emosional mereka.

Pada akhir riset, Direktur Harvard Study of Adult Development Robert Waldinger memaparkan data, bahwa mereka yang kesepian rentan terkena gangguan kesehatan, bahkan cenderung mati di usia muda. Obat dari kesendirian bukanlah menghabiskan waktu di tempat ramai, sebab di tengah kebisingan itu manusia bisa saja merasa sepi.

Ini bukan soal jumlah teman yang dimiliki dan bukan tentang seberapa besar komitmen terhadap suatu hubungan,” jelasnya. Ini pun tak ada hubungannya dengan pencapaian duniawi seperti ketenaran, jumlah pengikut yang banyak, karir yang sukses, atau uang yang berlimpah.

Penelitian menunjukkan jika kita punya seseorang yang bisa diandalkan, maka hidup akan lebih rileks sehingga terhindar dari sakit mental dan fisik. Dalam tataran beragama, kita meyakini Tuhan sebagai tempat mengadu dan meminta jalan keluar dari semua permasalahan hidup.

Rasa kebersamaan ini adalah bentuk lain dari cinta. Ketenangan luar biasa akan selalu hadir ketika masalah tiba-tiba mendera. Di level ini manusia akan merasakan kehadiran yang dicintainya meski tak tampak oleh mata atau telah tiada.

Kebersamaan itu begitu subtil, merasuk ke relung hati, dan tak terdefinisi. Seperti mantra Kirstine yang berhasil mengantarkan keluarga Ole menuju gerbang kesuksesan. Kalimat itu takkan lahir kecuali dari jiwa yang tulus mencintai. Begitu kuatnya renjana itu hingga terasa lintas generasi. Sampai akhir hidupnya, Ole tak mampu menemukan wanita lain sebagai pengganti.

Betapa beruntungnya, ia yang berhasil memegang kunci dan memahami makna di balik mantra kebahagiaan itu. Semua akan terasa mudah untuk diharmonisasi, sebab sumber kebahagiaan sejati itu bersemayam di dasar hati. Mungkin benar syair Rumi, “Pada akhirnya, para pecinta tak bersua di suatu lokasi. Mereka satu sama lainnya senantiasa membersamai.”



Sumber: Dok. Pribadi
Artikel ini pertama kali terbit di Majalah Intax edisi III 2019
.
Editor: Devi Isnantiyasari

Jumat, 21 Juni 2019

Amnesia

Alkisah, akhirnya Thanos berhasil menghilangkan separuh dari populasi bumi. Makhluk Titan yang trauma setelah melihat kehancuran kaumnya akibat overpopulasi itu, telah mengumpulkan enam Batu Keabadian dan menjentikkan jarinya. Namun, upayanya selalu dihalangi oleh sekelompok manusia super yang sakit hati sebab kehilangan orang-orang yang mereka cintai. Pada akhirnya, Thanos menyadari bahwa ada satu hal yang luput ia musnahkan dan akan selalu jadi rintangan: memori manusia.

Hingga kini, para ahli masih mempelajari bagaimana berbagai memori berkelindan dan tersimpan dalam rumitnya labirin otak manusia. Memori jangka pendek membantu manusia menyelesaikan pekerjaan, memenuhi janji, dan mengingat hal-hal penting dalam keseharian. Sementara itu, pengalaman yang terjadi berulang-ulang atau dianggap penting ditransfer ke bilik-bilik memori jangka panjang dan membentuk kenangan. Beberapa menjadi sumber keterampilan hidup yang berguna, beberapa menjadi motivasi untuk melakukan sesuatu.

Beberapa waktu lalu, tersebar kisah tentang seorang pemuda yang menempelkan jarinya ke kabel listrik bertegangan tinggi karena putus cinta. Mungkin ia terinspirasi kisah Qais yang kehilangan kewarasannya akibat kehilangan Laila. Alih-alih menjadi gila, pemuda itu tewas mengenaskan setelah tersengat listrik dan roboh dengan tubuh terpanggang. Demikianlah kenangan gadis itu menjejak begitu dalam sehingga menghapus memori kasih sayang dan pengorbanan orang tua yang telah membesarkannya.

Padahal, terdapat atsar terkait Alquran surat Yusuf ayat 24 yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa ketika Nabi Yusuf a.s. hampir terjerumus dalam godaan istri pembesar, terlintas bayangan ayahnya yang sedang menggigit jari telunjuknya. Dalam riwayat lain dari Muhammad ibnu Ishaq disebutkan bahwa ia melihat bayangan Nabi Yakub a.s. sedang memukul dadanya. Ini menyiratkan pentingnya kenangan tentang orang tua yang terpatri di dalam memori anak sebagai pembentuk perisai dari kemaksiatan di masa yang akan datang. Pun dari kejadian-kejadian buruk semacam depresi dan bunuh diri akibat patah hati.

Memori yang terjadi berulang-ulang dan membentuk ingatan jangka panjang juga dapat menjadi petaka bila terpapar nafsu durjana. Seperti yang menimpa 19 anak di daerah Garut. Akibat sering menonton tayangan hubungan sesama jenis di gawai, mereka kecanduan video porno. Sebelum balig mereka telah melakukan perilaku seksual menyimpang dengan sesama jenis.

Orientasi seksual menyimpang dan pornografi tentu menyalahi fitrah manusia. Perhatikan bagaimana Allah Swt. mengingatkan manusia di dalam Alquran surat Al-A’raf ayat 22. Ketika Nabi Adam a.s. dan sang istri tersingkap auratnya, seketika mereka menutupinya dengan dedaunan surga. Hilangnya kesadaran untuk menutup aurat dan mempertontonkan kegiatan seksual akan memberikan dampak negatif pada jiwa manusia. Perbuatan asusila merebak, perzinaan merajalela. Pencabulan terjadi di mana-mana.

Data dari Komnas Perempuan menunjukkan pada tahun 2018 kasus kekerasan seksual di Indonesia meningkat 14 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 406.178 kasus. Bentuk kekerasan seksual di ranah privat paling tinggi adalah incest, perkosaan, dan pencabulan. Sebuah fakta yang mengkhawatirkan. Miris karena bisa jadi realitasnya melebihi kasus yang dilaporkan dan muncul ke permukaan. Dalam masyarakat yang kental budaya patriarki dan beberapa masih menganggap anak sebagai properti, hal ini dianggap tabu dan merupakan aib keluarga.

Keluarga telah gagal menjadi pembentuk memori dan kenangan yang indah. Jangankan hadirnya teladan yang baik, rasa aman dan perlindungan yang seharusnya tercipta justru menjadi rasa frustrasi dan kepedihan yang mendalam. Apabila rehabilitasi psikis tidak optimal dan reintegrasi sosial pascakejadian gagal dilakukan, maka perasaan itu dapat menjerumuskan mereka dalam pelacuran atau perilaku seksual yang menyimpang.

Padahal, Allah Swt. telah memberikan fitrah pada setiap insan untuk menyayangi dan melindungi keluarga. Lebih jauh, di dalam Alquran surat At-Tahrim ayat 6 Allah Swt. memerintahkan manusia agar menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Maka bagaimana mungkin manusia bisa mencelakai keluarganya dan menyebabkan mereka merasakan neraka dunia?

Allah Swt. telah memberikan fitrah pada manusia untuk tidak menyukai perbuatan keji, baik melalui penglihatan maupun dalam perilaku. Rasulullah saw. bersabda bahwa pandangan adalah panah yang beracun, yang merupakan salah satu panahnya iblis. Maka, penjagaan terhadap apa yang dilihat oleh anak-anak seharusnya menjadi perhatian para orang tua. Pengendalian atas apa yang dilihat mata seharusnya menjadi prioritas para pemudi dan pemuda.

Kerusakan yang ditimbulkan pornografi selain memengaruhi psikis juga secara fisik menyebabkan kerusakan pada otak. Menurut Dr. Mark B. Kastlemaan, pakar adiksi pornografi dari Amerika Serikat, pornografi dapat menyebabkan kerusakan pada lima bagian otak terutama pada bagian prefrontal cortex yang letaknya tepat di belakang dahi.

Bagian ini adalah bagian yang bertanggung jawab dalam perencanaan, organisasi, pengendalian impuls, dan kemampuan belajar dari kesalahan. Menurut Dr. Fieldman, peneliti asal Amerika Serikat, dalam kondisi normal darah tidak dapat mengaliri saraf di bagian ini. Namun berdasarkan penelitiannya, dengan melakukan sujud, darah akan mengaliri daerah ini sehingga dapat berfungsi optimal dalam mengambil keputusan.

Jika menutup aurat, membenci pornografi, menjauhi perzinahan, dan bersujud adalah fitrah manusia, maka kenapa hal ini tidak dilakukan oleh semua manusia? Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pandangan hidup yang dimiliki. Pandangan hidup manusia tidak terbentuk dengan serta-merta. Beragam pengaruh ideologi, pola asuh, dan pergaulan menjadi faktor pembentuknya.

Padahal, jauh sebelum dilahirkan, manusia mempunyai memori primordial yang hilang dari ingatannya. Beberapa ahli menamakannya amnesia infantil. Sebuah kondisi hilangnya kenangan-kenangan di masa kecil. Padahal, bisa jadi itu adalah kenangan yang terindah sepanjang hidupnya. Masa ketika manusia dibuai dalam rahim ibu, tanpa tekanan, dan tanpa beban kehidupan. Pada saat itu, manusia berada pada kondisi paling merdeka dan Allah Swt. bertanya kepada ruh mereka, “Bukankah aku Tuhanmu?” Maka mereka menjawab, “Benar, kami bersaksi” (Alquran surat Al-A’raf ayat 172).

Sejatinya, persaksian itu telah dilakukan oleh semua insan dan menjadi bekal pertama dalam menjalani kehidupannya di bumi. Namun, ketika memori primordial ini tercerabut begitu pertama kali menghirup udara dunia, manusia menjadi pribadi baru yang berbeda. Ia seakan kertas putih yang tercelup bermacam-ragam warna.

Apabila faktor di lingkungan sekitar mendekatkan dirinya pada fitrah, maka beruntunglah dia. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka dia akan celaka. Namun sesungguhnya adalah fitrah manusia untuk membangkitkan kembali memori itu dan kembali pada jalan Tuhannya yang lurus, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. dalam Alquran surat Al-An’am 74-78. Ia menggunakan akal dan mata hatinya yang jernih sehingga berhasil menemukan kebenaran.

Beruntunglah umat manusia di akhir zaman ini, Allah Swt. telah menurunkan petunjuk untuk membangkitkan kembali memori yang hilang itu, untuk menjadikan manusia kembali kepada fitrahnya. Manusia diperintahkan untuk membaca, sebagaimana dalam firman-Nya yang turun mula-mula, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal tanah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya,” (Alquran surat Al-Alaq ayat 1-5).

Membaca firman-firman Allah, memahami artinya, meresapi maknanya, dan menjadikannya petunjuk dalam kehidupan kita tentu tak semudah menjentikkan jari Thanos. Namun, semua itu akan terbayarkan dengan kembalinya ingatan tentang persaksian kita di masa lalu, untuk kita persaksikan kembali di detik terakhir kita menutup mata.

Maka, adakah yang mau mengambil pelajaran darinya? 

Foto koleksi pribadi

Selasa, 21 Mei 2019

Lawan Transaksi Menunjukkan Surat Keterangan, Potong PPh atau Tidak?

Sejak awal aturan PP 23 Tahun 2018 terbit, banyak yang bertanya: ketika membayar tagihan kepada lawan transaksi berstatus UMKM (omzet di tahun lalu di bawah Rp4,8 miliar) dan dapat menunjukkan Surat Keterangan PP 23, apakah tetap dipotong Pajak Penghasilan (PPh) atau tidak? Kalau iya, berapa persen?

Untuk menjawab itu, mari kita telaah bersama aturan PMK-99/PMK.03/2018. Petunjuk pelaksanaannya ada di Pasal 4. Di pasal ini dijelaskan kalau ada 2 mekanisme pelunasan PPh UMKM ini:

1.Wajib pajak UMKM menyetor sendiri dengan:
- tarif 0,5% dari omzet per bulan menggunakan SSP;
- dilakukan untuk tiap kegiatan usaha;
- menggunakan kode 411128-420;
- disetorkan tiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
- kalau sudah setor maka dianggap sudah melaporkan. Tidak wajib lapor bukan berarti kewajiban ini tidak boleh dilakukan. Misalkan wajib pajak UMKM ingin melapor tentu saja boleh. Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;

- kalau tidak ada omzet di bulan tertentu, maka tidak wajib melakukan pelaporan untuk masa tersebut.

Biasanya yang melakukan penyetoran sendiri adalah wajib pajak UMKM yang melakukan usaha dagang dan tidak bertransaksi dengan Bendaharawan Pemerintah. Selain wajib pajak tersebut, selama mempunyai Surat Keterangan PP 23 dan belum dipotong PPh Final UMKM oleh lawan transaksi maka harus menyetorkan PPh Final UMKM sendiri.


Selanjutnya kita bahas yang kedua, yaitu:

2.PPh UMKM dipotong/dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak.

Selanjutnya, di Pasal 4 ayat 7 dan ayat 8 dibedakan perlakuan untuk pembelian/penggunaan jasa dan impor/pembelian barang. Di sinilah kuncinya.

a.Apabila yang diserahkan adalah jasa.
Maka tidak perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2%, melainkan memotong PPh Final UMKM sebesar 0,5% terhadap lawan transaksi yang mempunyai Surat Keterangan PP 23. 


Pemotongan ini dilakukan untuk setiap transaksi penyerahan jasa yang merupakan objek PPh UMKM. Pastikan lawan transaksi menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23, untuk disimpan sebagai arsip apabila sewaktu-waktu ada pemeriksaan dari kantor pajak.

Bagaimana cara memotong atau memungutnya? Pemotong atau pemungut membuat kode billing PPh Final UMKM 0,5% dengan kode 411128-423 untuk NPWP lawan transaksi UMKM.

Jadi, pembeli/pengguna jasa yang membuat kode billing, hanya saja untuk NPWP lawan transaksi. Caranya bagaimana? Silakan klik “NPWP Lain” ketika membuat kode billing di situs DJP Online. Pastikan agar tidak salah dalam membuat kode billing.

Penyetoran pajak paling lambat dilakukan tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Surat Setoran Pajak (SSP) berupa kode billing dan bukti pembayaran ini dipersamakan dengan bukti pemotongan/pemungutan PPh dan harus diberikan kepada lawan transaksi UMKM tersebut.

Selanjutnya, muncul pertanyaan: perlu lapor atau tidak?

Kalau merujuk PMK ini pemotong memang harus lapor paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. SSP penyetoran dipersamakan dengan bukti potong. Terkait teknis kewajiban pelaporan ini silakan berkonsultasi dengan petugas Account Representative masing-masing agar mendapat petunjuk lebih jelas.

b.Transaksi impor atau pembelian barang yang seharusnya dikenakan PPh Pasal 22.

Atas transaksi ini tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib pajak UMKM harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada Pemotong/Pemungut Pajak. Selanjutnya dilakukan pemotongan/pemungutan PPh Final UMKM 0,5% oleh pemotong/pemungut pajak sesuai Pasal 4 ayat 1 (b). 


Atas penyetoran ini dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 4 Ayat 2 pemotong/pemungut, sama seperti pada transaksi penyerahan jasa (poin a) di atas. 

Menurut penulis, sosialisasi kepada pemotong/pemungut PPh Final UMKM sangat penting untuk memastikan PPh Final ini disetorkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sebab masih terdapat pemikiran bahwa perlakuan pemotongannya sama seperti PP 46.

Demikian semoga bermanfaat. 


Update tahun 2020: Terdapat perubahan mekanisme pemotongan PPh Final UMKM karena penerapan insentif pajak untuk UMKM sesuai PMK-44 Tahun 2020 (Baca di sini).

*Tulisan ini adalah pendapat penulis pribadi dan tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.


Baca juga seri PP 23:
Belajar PPh UMKM untuk WP Baru

Rabu, 08 Mei 2019

Lapor Pajak, Sekarang Banyak Kemudahan

Editor: Riza Almanfaluthi

Musim itu telah tiba, musim penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang mulai bergulir sejak Januari sampai April 2019. Untuk wajib pajak orang pribadi berakhir pada 31 Maret 2019, sedangkan wajib pajak badan pada 30 April 2019.

Tahun ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengubah proses bisnisnya sehingga memberikan kemudahan dan pelayanan yang lebih baik lagi untuk wajib pajak.

Alternatif Penyampaian SPT yang Beragam
Terdapat beberapa alternatif bagi Wajib Pajak untuk melaporkan SPT, yaitu disampaikan melalui efiling, langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), pos dengan bukti pengiriman surat, atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Untuk penyampaian SPT via efiling, saat ini DJP telah menyediakan tiga saluran bagi wajib pajak antara lain: laman DJP, saluran lain yang ditetapkan DJP, dan laman penyalur SPT elektronik. Laman DJP dapat diakses di www.djponline.pajak.go.id dan menyediakan kanal pelaporan untuk semua jenis SPT Tahunan, SPT Masa PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 15, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPN 1111.

Laman ini juga menyediakan aplikasi E-Form sebagai saluran lain yang ditetapkan DJP dan dapat digunakan untuk melaporkan SPT Tahunan jenis formulir 1770 S, 1770, dan 1771. Aplikasi ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu setelah diunduh dari sistem dapat diisi di luar jaringan (offline), sehingga menghemat penggunaan data internet dan wajib pajak dapat menyelesaikan pengisiannya lebih dari satu waktu.

Selain aplikasi E-Form untuk penyampaian SPT Tahunan, terdapat inovasi terkait SPT Masa yaitu e-Bupot dan efaktur. Aplikasi e-Bupot adalah aplikasi untuk membuat bukti potong PPh Pasal 23/26, membuat kode billing sesuai kode jenis pajak dan kode jenis setoran atas bukti pemotongan, dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26.

Untuk aplikasi efaktur sendiri, pada 1 Oktober 2017 DJP telah meluncurkan aplikasi efaktur berbasis situs (web based) dan efaktur host-to-host untuk memberikan kemudahan penyampaian SPT Masa PPN bagi PKP tertentu.

Penyalur SPT elektronik adalah pihak yang ditunjuk oleh DJP untuk menyalurkan SPT dalam bentuk dokumen elektronik ke DJP melalui laman Penyalur SPT elektronik. Saat ini, terdapat tujuh Penyalur SPT elektronik yang resmi ditunjuk oleh DJP, yaitu: www.spt.co.id, www.pajakku.com, www.eform.bri.co.id, www.online-pajak.com, aspbni.bni.co.id, klikpajak.id, dan PT Prima Wahana Caraka.

Jumlah ini lebih banyak dibandingkan pada tahun lalu yang menyediakan empat Penyalur SPT elektronik. Penambahan ini tentunya akan makin memudahkan wajib pajak, terutama bagi wajib pajak tertentu yang wajib efiling.

Seputar Efiling
Terdapat tiga jenis kondisi wajib pajak tertentu yang wajib menyampaikan SPT secara efiling. Pertama, penyampaian SPT Tahunan Badan oleh wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar.

Kedua, penyampaian SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk dokumen elektronik. Ketiga, penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 bagi wajib pajak badan yang telah diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 secara elektronik.

Ketentuan pelaporan secara efiling juga wajib dilakukan oleh pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah Pusat, Bendahara Pemerintah Daerah, dan Kepala Urusan Keuangan yang belum memenuhi kewajiban penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik.

Apabila pemungut PPN itu terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, dan/atau sudah pernah menyampaikan SPT Masa dalam bentuk elektronik maka wajib menyampaikan SPT via efiling.

Sekarang, wajib pajak tersebut tidak perlu lagi mengantre di KPP untuk melaporkan pajaknya. DJP juga telah merilis e-Billing versi 2.0 sebagai layanan pembuatan billing massal. Layanan ini terutama untuk memberikan kemudahan bagi Bendahara atau pemungut PPN yang mempunyai volume pembuatan kode billing dan transaksi pembayaran yang tinggi.

Tak Melulu Efiling

Selain wajib pajak di atas, wajib pajak lain masih dapat menyampaikan SPT secara langsung ke KPP, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Kewajiban penyampaian SPT secara langsung dilakukan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) tempat wajib pajak terdaftar, termasuk Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang berada dalam wilayah KPP tempat wajib pajak terdaftar.

Selain itu, DJP juga menyediakan tempat lain berupa Layanan Pajak di Luar Kantor. Layanan Pajak di Luar Kantor ini biasanya berupa Pojok Pajak atau Unit Mobil Pajak (Mobile Tax Unit/MTU) yang disediakan KPP atau KP2KP tempat wajib pajak terdaftar.

Untuk lebih memudahkan wajib pajak, DJP memberikan pengecualian bagi wajib pajak berstatus karyawan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dengan jenis formulir 1770 S atau 1770 SS yang berstatus Nihil atau Kurang Bayar, bukan merupakan SPT Pembetulan, disampaikan dalam bentuk formulir kertas, dan disampaikan sampai dengan batas akhir pelaporan SPT Tahunan. Wajib pajak ini boleh menyampaikan SPT Tahunan ke TPT atau Layanan Pajak di Luar Kantor selain tempat dia terdaftar.

Bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat disampaikan ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Terdapat ketentuan lebih detil yang mengatur agar wajib pajak mengirimkan satu SPT dalam satu amplop tertutup dengan satu tanda bukti pengiriman surat.

Wajib pajak harus membubuhkan informasi NPWP, jenis SPT, Masa /Tahun Pajak, dan status SPT pada amplop tersebut. Selain itu, tanda bukti pengiriman surat sekurang-kurangnya harus memuat nama dan NPWP, jenis SPT, dan Masa/Tahun Pajak. Khusus untuk SPT dengan status Lebih Bayar, wajib pajak harus menggunakan layanan pengiriman khusus sehingga SPT diterima KPP selambat-lambatnya tiga hari setelah tanggal pada tanda bukti pengiriman surat.

Memberikan Kemudahan dan Menjamin Kepastian Hukum

Dengan pengaturan lebih detil terkait pengiriman SPT melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, memberikan jaminan kepastian hukum bagi wajib pajak dan memperkecil timbulnya konflik atau sengketa di kemudian hari atas status penyampaian SPT wajib pajak.

Selain itu, saat ini DJP juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melengkapi SPT. Wajib pajak yang melaporkan SPT melalui efiling tidak perlu lagi mengunggah Surat Setoran Pajak (SSP) selama Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) pada SSP telah dicantumkan dalam SPT. Wajib pajak juga tidak perlu lagi menyatukan semua dokumen kelengkapan SPT untuk diunggah melalui efiling. Dokumen tersebut dapat diunggah satu per satu.

Melalui penyempurnaan peraturan perpajakan dan penyederhanaan proses bisnis yang merupakan dua dari lima pilar reformasi perpajakan, DJP memastikan komitmen dan konsistensinya. Berbagai kemudahan yang disuguhkan kepada wajib pajak dan beragam inovasi di bidang teknologi merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan lagi, menuju layanan perpajakan berkelas dunia. (ED/RZ)

Yubitsume

Editor: Riza Almanfaluthi

Pria dengan tubuh penuh tato itu masygul. Matanya nanar menerawang ke depan. Ketika reporter majalah Prancis L’Expansion mewawancarainya delapan tahun lalu, ia mengawali sesi itu dengan pernyataan muram, “Kami harus mengevolusi bisnis model kami.”



Masatoshi Kumagai saat itu telah membaca, gelombang perubahan zaman pelan-pelan akan menyapu bisnis sindikatnya. Itu bukan semata-mata sebab tekanan berat otoritas kepolisian Jepang atau Undang-Undang Anti Yakuza yang telah direvisi tiga puluh dua kali. Sebagai pimpinan dari klan Inagawa-kai, ia telah terlatih untuk menangkap berbagai macam pertanda dan ada lawan tak kasat mata yang lebih menakutkan baginya.

Tak semua pemimpin mampu membaca sinyal-sinyal perubahan dan bereaksi positif terhadapnya. Setiap pemikiran manusia adalah produk dari masa lalu. Perubahan yang datang tiba-tiba terkadang membuka jurang antara masa lalu yang penuh dengan kenyamanan dan masa depan yang penuh ketidakpastian.

Setiap fase perubahan selalu diawali dengan penyangkalan. Tak banyak yang tahu, pada 1975 seorang teknisi Kodak berhasil membuat kamera digital pertama. Ketika ia mempresentasikan hasil temuannya, orang-orang di bagian bisnis menertawakannya. Orang-orang pemasaran bahkan lebih memilih dihajar pendatang luar daripada membunuh produk mereka sendiri.

Hal itu berbeda dengan reaksi di tubuh pesaing mereka, Fuji. Mereka fokus pada laboratorium film digital dan menggelontorkan dana besar-besaran untuk pengembangan kamera digital dan produk-produk digital lainnya. Mereka lebih memilih untuk menghabisi produk lama secara perlahan dan dengan cerdas menciptakan pasar untuk produk baru mereka.

Setelah fase penyangkalan, ada pula fase kemarahan sebagai respons negatif atas derasnya gelombang perubahan. Seperti Kodak yang masih saja tak kunjung belajar dari kegagapan membaca perubahan. Membaca memang tak sama dengan melihat. Setelah sibuk menghadapi resistensi dari internal, pada 1990-an mereka baru mencoba peruntungan dengan kamera digital dan sempat berkolaborasi dengan Apple. Namun, keputusan eksekutif yang terlalu lamban menyebabkan pemecatan massal 27 ribu pegawai Kodak.

Setelah itu, Kodak mencoba peruntungannya di printer foto. Namun siapa yang tertarik mencetak foto ketika dengan mudah bisa diunggah di dunia maya? Di saat yang sama, terjadi perang dagang dengan Amerika. Jepang dibanjiri dengan perusahaan yang memproduksi rol-rol film dengan harga lebih murah. Kodak lalu sibuk mengkritisi pemerintah, menuding kurangnya proteksi dari kementerian perdagangan, dan menyalahkan kebijakan negara lain. Energi mereka habis tanpa sempat mengevaluasi dan mencari penyebab kekalahannya.

Puluhan tahun kemudian, ketika rol-rol film telah ditinggalkan di museum, Kodak tersungkur keluar dari arena, grup perusahaan Fuji–yang pada akhirnya tak bisa lolos dari badai disrupsi dunia digital—mengambil keputusan untuk merambah bisnis waralaba kedai tempat nongkrong para milenial.

Fase lain setelah kemarahan adalah fase meratap. Perenungan sebagai buah kesadaran atas kegagapan menghadapi perubahan jelas lebih baik daripada penyesalan karena tenggelam dalam amarah yang berkepanjangan. Blackberry pernah di fase ini, ketika pada 2014 pangsa pasarnya terjun bebas hingga lebih dari 90 persen. Penyangkalan dan sikap menipu diri terus terjadi hingga dua tahun kemudian perusahaan ini mengumumkan untuk menutup bisnis ponselnya pada September 2016.

Perusahaan ini, seperti juga perusahaan kelas dunia lainnya, telah terbiasa bermandikan cahaya. Sayangnya, cahaya yang terlalu terang kadang membutakan mata para pemimpinnya dalam melihat kebenaran. Kegelapan dan keheningan kadang diperlukan agar para pemimpin mampu memilah mana jalur yang benar, lalu kemudian berbalik arah secara harmonis dalam mengarungi gelombang perubahan.

Masa-masa kegelapan Blackberry tak berlangsung lama. Di tahun yang sama, Blackberry tumbuh menjadi salah satu penyedia sistem keamanan siber terbaik di dunia. Fase penyangkalan dan kemarahan tak dibiarkan menggerogoti perusahaan ini. Pendapatan segmen perangkat lunaknya melesat tumbuh sebesar 111 persen di kuartal kedua 2016.

Fase terakhir adalah fase adaptasi. Di fase ini, sebuah organisasi telah berdamai dengan badai yang menerjang. Para pemimpin telah menemukan peta yang benar dan belajar dari kepahitan fase-fase sebelumnya. Di fase inilah Yamagumi-guchi memutuskan untuk merekrut anggotanya via daring.

Organisasi Yakuza terbesar di Jepang ini meluncurkan situs resmi pada April 2014. Mereka menyadari bahwa anggota-anggota barunya adalah aset, alih-alih properti, yang memerlukan peningkatan kapasitas untuk mempertajam gerak langkah organisasi. Untuk melancarkan komunikasi antara pemimpin dan anggota, mereka menerbitkan majalah untuk lebih dari 27 ribu anggotanya.

Mereka menciptakan pencitraan baru untuk organisasi. Pola-pola bisnis di dunia hitam perlahan berubah bentuk menjadi kejahatan kerah biru. Tato dan ritual-ritual kuno tak lagi relevan, kesetiaan ditandai dengan kontribusi dan inovasi anggota. Yubitsume sebagai bentuk keterikatan dengan organisasi yang diwariskan turun-temurun perlahan sirna, menandai dinamika baru organisasi yang lebih egaliter dan terbuka.

Setiap fase mempunyai masa intermediasi tersendiri. Panjang atau pendek masa itu tergantung dari tingkat kelembamam dan ketangkasan pemimpinnya. Tingkat kelembamam itu bergantung dari pengetahuan dan pengalaman yang membentuk pola pikirnya. Seberapa terbuka dan seberapa tangkas menghadapi geliat perubahan, atau memutuskan berhenti bergerak dan tegak berdiri di tubir jurang perubahan.

Sebagaimana petuah bijak dari Nathanael Braden, “Langkah pertama menuju perubahan adalah kesadaran. Langkah kedua adalah penerimaan.” [Ed][Rz]


Artikel ini sebelumnya telah tayang di majalah IntaxDJP edisi Januari 2019.

Minggu, 07 April 2019

Sambut Hari Autis Se-Dunia, Duta Sahabat ABK Dilantik


Didorong kepedulian dan empati terhadap autisme, sekolah bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bernama Home Schooling Special Needs (HSSN) Piramida melantik belasan pemuda sebagai Duta Komunitas Sahabat ABK Piramida (KSAP) di Bogor (Sabtu, 6 April 2019).

HSSN Piramida menyelenggarakan kegiatan ini dalam rangka menyambut hari Autis se-dunia yang jatuh setiap tanggal 2 April dan menggalang anak SMP dan SMA dari berbagai sekolah di Bogor untuk menjadi Duta KSAP.

Tujuan kegiatan KSAP, menurut panitia Herga dan Anggia yang juga adalah guru HSSN Piramida, adalah mencegah diskriminasi dan perundungan (bullying) pada ABK baik di lingkungan sekolah dan masyarakat, menumbuhkan empati dan memberikan dukungan penuh kepada siswa ABK, menyosialisasikan ABK pada tingkat remaja usia sekolah baik SD sampai SMA, serta mempersiapkan remaja yang memiliki kepedulian menjadi sahabat yang mengerti dan melindungi ABK.

Ke depannya, Duta KSAP akan menyusun agenda kegiatan selama setahun untuk menyosialisasikan anak-anak istimewa kepada teman-teman di sekolah, selain tetap menyosialisasikan bahwa dukungan terhadap ABK hanya bisa diperoleh melalui empati dan peduli. 




Sebelumnya pada Sabtu 30 Maret 2019, HSSN Piramida menyelenggarakan pertemuan pertama. Sebelas siswa merelakan waktu libur sekolah untuk mendengar tentang apa, bagaimana menyikapi, dan belajar mengenal lebih dekat dengan ABK. Pengenalan dan pembekalan mengenai ABK disampaikan oleh Kepala Sekolah HSSN Piramida Eka Kurnia Muttaqien.

Pada hari yang sama, HSSN Piramida meluncurkan situs web di alamat www.specialneedspiramida.sch.id. Menariknya, situs web ini memiliki dua rubrik yang melibatkan partisipasi umum.Masyarakat diperbolehkan mengirim artikelnya dan untuk setiap artikel yang dimuat akan mendapatkan honorarium.

Di pertemuan pertama itu, para peserta menyatakan kegiatan berlangsung seru. Ini membuat mereka mengenali anak-anak berkebutuhan khusus dari persepsi yang berbeda dan siap menjadi sahabat ABK.

Atas dasar apa guru di sini mau mengajar ABK? Bagaimana menyikapi perilaku ABK yang berbeda? Apakah ABK bisa menjadi normal?

Para peserta melontarkan pertanyaan-pertanyaan di atas dalam kegiatan pertama itu. 




Ini merupakan cetusan kepedulian yang sangat luar biasa. Semoga jalan yang dibangun dalam mensyiarkan kepedulian terhadap ABK istimewa ini menjadi pembentuk karakter kesadaran generasi milenial di Indonesia. Selamat datang, KSAP!

Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi:
Eka Kurnia Muttaqien
Kepala Sekolah HSSN Piramida
No. WA  085715449575

Senin, 18 Februari 2019

Satu Jam Mengudara di Gelombang Bahagia

Koleksi Pribadi
Jarum jam tepat menunjukkan pukul sembilan ketika kami, tim sosialisasi KPP Pratama Jakarta Cilandak, memasuki ruang siaran Bens Radio, Jumat (20/7) lalu. Suasana menghangat ketika Bang Arya Tanjidor dan Mpok Ozha menyambut dengan keramahannya yang selalu ekstra. "Kirain bakal telat siaran," ujar Bang Arya. Kami senyum-senyum saja, menutupi rasa bersalah sebab tidak datang lebih awal. Mungkin benar bahwa kepercayaan diri yang terlalu besar dapat membuka peluang melakukan kesalahan.

Ya, kami memang terlalu percaya diri sebab ini bukan pertama kali bekerja sama dengan stasiun radio Betawi ini. Sebelumnya, di segmen bertajuk "Kopi Anget" kami pernah membawakan tema seputar PP 46 Tahun 2013, serta e-filing dan E-FORM untuk pelaporan pajak tahunan. Kali ini, kami membawakan tema yang sedang populer dan ramai dibahas: PP 23 Tahun 2018.

Obrolan kami langsung dimulai dengan pertanyaan terbuka dari Bang Arya, "Kenapa tarif pajak UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) turun jadi setengah persen?" Dengan bahasa sederhana, kami mencoba menjelaskan latar belakang diterbitkannya aturan tersebut. Selain untuk kemudahan usaha dan prinsip keadilan pajak, aturan ini sebenarnya memberikan pengusaha UMKM sedikit ruang gerak dan "napas lega" untuk mengembangkan usahanya.

"Jadi misalnya nih, yang biasanya Bang Arya bayar ke bank itu sebesar satu persen dari omset per bulan, sekarang Abang cukup bayar setengahnya. Setengahnya lagi diputar untuk menambah modal usaha. Dengan (tambahan modal) itu usahanya makin berkembang, bayar pajaknya juga ke depannya bisa lebih banyak," jelas saya. Penyiar bernama asli Arya Iman Rahman itu mengangguk-angguk paham sebab rupanya dia juga termasuk pelaku UMKM.

Di acara ini, kami membagikan sedikit pengalaman menarik soal reaksi beberapa wajib pajak UMKM yang selama ini sudah menyetor pajak dengan tarif satu persen. Sebagian dari mereka berpendapat tetap akan menggunakan tarif satu persen alih-alih tarif diskon sebab tidak merasa berat karena nominalnya relatif kecil. Itu adalah sebuah kabar yang menggembirakan. Artinya telah tercipta kepatuhan sukarela dan rasa kesadaran pajak.

Memang perlu diakui, pasca Amnesti, perkara pajak tak lagi menempati ruang elit dan hanya untuk kalangan terbatas. Semua orang antusias bicara tentang pajak. Perlahan tapi pasti, seiring dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan, masyarakat akan melihat hasil nyata dari pembayaran pajak yang telah disetorkannya. Hal ini tentu sangat baik dalam mengatrol kepatuhan pajak.

Selanjutnya kami menjelaskan tentang siapa saja yang akan dikenai PPh final setengah persen ini. Awalnya, kami dari tim sosialisasi sepakat untuk tidak mengangkat isu pajak bagi pedagang kaki lima, namun rupanya pertanyaan itu memang tak terelakkan. "Selama ber-NPWP mereka juga wajib menyetor PPh Final setengah persen," jawab Harianto Wibowo, rekan saya.

Rupanya respons dari sepasang penyiar di hadapan kami justru mengejutkan. Mereka tidak bereaksi negatif, bahkan seakan mengafirmasi bahwa itu memang hal yang sepatutnya. "Iya, apalagi kalau pedagang kaki limanya macam yang di berita itu, jual telur gulung dengan omset 5 juta rupiah per hari," komentar Bang Arya. Kini giliran kami yang kaget.

Lebih lanjut, Bang Arya menjelaskan kalau biaya produksi mereka relatif kecil sebab minim ongkos sewa, sementara target pasarnya luas sebab harga jual yang sangat terjangkau. Sambil bercanda ia berkata kalau sempat mempertimbangkan untuk alih usaha berdagang telur gulung saja. Belakangan, saya sempat berselancar di dunia maya dan menemukan video tentang seorang pedagang telur gulung beromset seratus juta rupiah per bulan dengan menghabiskan satu ton telur.

Meski masih membutuhkan telisik lebih lanjut, namun informasi ini benar-benar mengubah cara pandang saya terhadap pedagang kaki lima dan pengusaha kecil. Pantas saja banyak pakar ekonomi yang berpendapat bahwa UMKM sangat liat dan tangguh melewati badai krisis yang memengaruhi sendi perekonomian negeri. Di tengah kelesuan ekonomi, UMKM seakan menjanjikan harapan baru melalui geliat perdagangan elektronik.

"Berapa sih, potensi pajak dari UMKM ini?" lagi-lagi pertanyaan kritis menanti jawaban kami. Menurut informasi di media massa, realisasi penerimaan pajak dari UMKM bakal meningkat di kisaran 1,5-2 triliun rupiah seiring dengan ditetapkannya aturan baru ini. Namun, untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, saya coba memberikan angka konkret dari hasil sosialiasi internal.

"Jadi, jumlah UMKM di Indonesia sekitar 59 juta unit usaha, menopang sekitar 60,3% Produk Domestik Bruto. Yang sudah punya NPWP baru 1,5 juta unit dan menyumbang sekitar 5,82 triliun rupiah. Masih jauh sekali kontribusinya terhadap target kami sekitar 1.400 triliun rupiah," jelas saya, dengan telak membuatnya terperangah. Kali ini kami seri.

Perbincangan hangat kami sesekali diselingi lagu-lagu era 90-an sebab segmen ini menyasar audiens di kisaran umur 30 tahun ke atas. Stasiun radio yang didirikan seniman legendaris Benyamin S. Itu mempunyai pendengar setia 1,5 juta orang dengan komposisi terbanyak berprofesi sebagai wiraswasta (40%), sangat sesuai dengan target kami. Sesekali penyiar memutarkan lagu tema sosialisasi PP 23 Tahun 2018 berjudul "Setengah Persen Sepenuh Hati" untuk membangkitkan animo pendengarnya.

"Tak selamanya lo, Bang, para pelaku UMKM bisa pakai tarif setengah persen ini. Ada jangka waktunya. Untuk usaha perorangan hanya sampai tujuh tahun, untuk PT tiga tahun, sedangkan CV, Firma, dan Koperasi empat tahun," jelas kami.

"Lalu setelah masa itu selesai? Pakai apa? Pembukuan?" Kami membenarkan.

Reaksinya seperti yang kami duga. Raut wajahnya keruh. "Pembukuan itu kan repot ya, ribet," keluhnya.

"Sebenarnya kan pembukuan bagus untuk mengevaluasi usaha yang sudah dijalankan. Contohnya usaha Abang, misalnya tidak dilakukan pembukuan, ketahuan belum untung-ruginya berapa? Jangan-jangan tidak dilakukan pemisahan harta sehingga uang modal ikut terpakai konsumsi," urai saya. Sesi sosialisasi memang sebagian besar terisi motivasi alih-alih teknis perpajakan.

Kami menjelaskan lebih jauh soal pentingnya UMKM mempunyai pembukuan sederhana. Selain untuk mengetahui kondisi laba atau rugi dan memudahkan pengambilan keputusan, pelaku UMKM juga akan lebih siap dalam pengembangan usaha. Dengan adanya pembukuan yang baik akan mendukung pengajuan pinjaman modal kepada pihak ketiga, membuka peluang mengikuti lelang pekerjaan, dan lain sebagainya. Pemerintah pun telah berjanji untuk memberikan kemudahan terkait aturan standar pembukuan yang akan digunakan UMKM ini. Apalagi, di zaman milenial ini bertebaran aplikasi pembukuan sederhana buatan anak negeri. Maka, seharusnya soal pembukuan dipandang sebagai sebuah tantangan baru alih-alih sebuah ancaman.

Syukurlah, kedua penyiar kawakan itu tampak sepakat dengan penjelasan kami. Di penghujung acara kami masing-masing diminta untuk memberikan pesan kepada para pendengar. Pesan pertama, rekan saya Harianto memberikan ajakan kepada para pelaku UMKM untuk mendukung aturan ini. "Bayangkan seandainya seluruh pengusaha UMKM berkontribusi kepada negara, tentu hasilnya akan lebih dahsyat," pungkasnya.

Pesan saya sederhana, "Jangan takut ke kantor pajak. Kami menyediakan meja layanan konsultasi perpajakan gratis. Kalau masih segan juga, masyarakat bisa menghubungi saluran lain seperti menelepon 1500200, live chat, dan bertanya via akun Twitter Kring Pajak."

Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan KPP Pratama Jakarta Cilandak, Bapak Herry S. Wulan mengucapkan terima kasih kepada pengusaha UMKM yang selama ini telah berkontribusi melalui pembayaran PPh Final 1% dan tetap menjadi wajib pajak yang taat dengan menghitung dan menyetorkan pajak yang benar.

Tanpa terasa satu jam telah berlalu. Tugas kami selesaikan dengan hati riang. Tetiba saya teringat pantun yang dulu sering diucapkan pendiri stasiun radio ini, "Gelombang laut itu bahaya, gelombang Bens Radio bikin bahagia."

Artikel ini sebelumnya telah ditayangkan di www.pajak.go.id pada 23 Juli 2018 dan mendapatkan penghargaan sebagai Juara 1 Feature yang pernah dimuat di  www.pajak.go.id.

Sumber : P2humas DJP

Malas Antre Lapor Pajak? E-Filing saja!


APBN Kita Maret 2018
“Selamat malam, Milea. Ini hadiah untukmu, cuma smartphone. Bisa kamu pakai untuk isi SPT Tahunan dengan E-Filing...”

Itulah sepenggal cuitan akun Twitter Ditjen Pajak yang mencuri perhatian warganet akhir Januari 2018 lalu. Ya, slogan Dilan taat pajak seakan memperkuat pesan kekinian yang ingin disampaikan: lapor pajak itu mudah, segampang memperbarui status di media sosial kita. Koneksi internet memungkinkan segalanya. Melapor pajak bisa dilakukan sambil santai ngopi di kafe tanpa repot mengantre lagi dengan E-Filing.

Beda E-Filing dan EFIN
Hingga kini, masih ada saja wajib pajak yang tak bisa membedakan EFIN dan E-Filing. E-Filing adalah cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara daring (online) pada situs web DJP Online (https://djponline.pajak.go.id atau https://djponline2.pajak.go.id) dan Perusahaan Penyedia Layanan SPT elektronik.

EFIN (Electronic Filing Identification Number) adalah nomor identitas yang diterbitkan Ditjen Pajak kepada wajib pajak yang melakukan transaksi elektronik dengan Ditjen Pajak, seperti lapor SPT melalui e-Filing dan pembuatan kode billing pembayaran pajak.

EFIN ini adalah kunci untuk membuka gerbang menuju layanan situs aplikasi DJP Online. Cara mengajukan permohonan aktivasi EFIN bisa diakses di situs web resmi Ditjen Pajak. Setelah mendapatkan EFIN, wajib pajak dapat melakukan registrasi dan membuat sendiri kata kunci untuk masuk ke situs aplikasi DJP Online. Bagi yang ingin lapor via Perusahaan Penyedia Layanan SPT elektronik, EFIN ini juga akan diminta oleh sistem sehingga wajib pajak tetap harus mengajukan permohonan aktivasi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Permohonan aktivasi EFIN ini berlaku sekali seumur hidup. Bila wajib pajak sudah registrasi di DJP Online dan lupa kata kunci, maka harus melakukan reset aplikasi. Di sinilah EFIN memegang peranan kunci.

Bila EFIN hilang lalu bagaimana? Tetap tenang dan jangan panik. Cobalah cari di tumpukan berkas-berkas lama atau cek di kotak masuk pos elektronik dengan mengetikkan kata kunci “EFIN.” Bila kedua cara itu tak berhasil hubungi layanan telepon 1500200. Petugas yang ramah dengan sigap akan mengonfirmasi data diri penelepon terlebih dahulu, maka pastikan NPWP sudah disiapkan agar proses ini berjalan tanpa kendala. Sulit menghubungi Kring Pajak? Silakan mampir ke KPP terdekat untuk meminta cetak ulang EFIN. Jangan lupa untuk membawa asli dan fotokopi KTP dan NPWP.

Kurang dari Lima Menit
Untuk karyawan yang mempunyai penghasilan bruto di bawah 60 juta rupiah dan melaporkan SPT Tahunan dengan jenis formulir 1770 SS, sangat direkomendasikan menggunakan E-Filing. Menurut pengalaman, rata-rata wajib pajak dapat menyelesaikan E-Filing jenis ini dalam waktu dua menit saja.

Bagi karyawan yang mempunyai penghasilan bruto sama dengan atau lebih dari 60 juta rupiah; berasal dari satu atau lebih pemberi kerja; mempunyai penghasilan dalam negeri lainnya; dan/atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Final dan/atau bersifat final, maka menggunakan jenis formulir 1770 S.

Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan E-Filing ini kurang dari lima menit. Tentu saja dengan catatan semua berkas yang diperlukan seperti: semua bukti pemotongan pajak dari pemberi kerja dan/atau pemberi penghasilan, bukti kepemilikan harta, daftar utang, dan Kartu Keluarga (KK) sudah disiapkan.

Untuk memudahkan mengisi, Ditjen Pajak menyediakan fitur SPT Tahunan siap saji yang memunculkan notifikasi data bukti pemotongan pajak dari pemberi kerja dan/atau pemberi penghasilan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ada pula menu “Harta, Utang, dan Tanggungan pada SPT Tahun Lalu” yang memudahkan wajib pajak untuk mengisi bagian ini. Ikon ini hanya bisa diklik bila wajib pajak telah memasukkan data pada tahun lalu. Wajib pajak tinggal menyunting sedikit apabila diperlukan dan tidak perlu repot mengetik ulang.

Wajib pajak yang mempunyai penghasilan dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas, seperti: dokter, notaris, konsultan, dan sebagainya; berasal dari satu atau lebih pemberi kerja; memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Final dan/atau bersifat final; dan/atau mempunyai penghasilan dalam negeri lainnya dan luar negeri menggunakan jenis formulir 1770. Wajib pajak yang tidak berpenghasilan juga dapat menggunakan formulir jenis ini.

Ditjen Pajak juga mengembangkan inovasi baru yang makin memudahkan pelaporan wajib pajak: E-FORM.

Aplikasi E-FORM untuk Pelaporan Pajak Orang Pribadi

Tahun lalu, Ditjen Pajak meluncurkan aplikasi E-FORM yang ditambahkan ke dalam situs DJP Online sebagai alternatif pelaporan SPT Tahunan untuk jenis formulir 1770 S dan 1770. Mengusung slogan “ngisinya offline, lapornya online!”, aplikasi ini memang mempunyai keunggulan yaitu formulir SPT elektronik berbentuk dokumen dengan ekstensi .xfdl. Dokumen ini dapat diisi secara luring (offline) menggunakan Aplikasi Form Viewer yang diunduh dari sistem

Sifat dokumen yang hibrida (perpaduan antara online dan offline) memudahkan wajib pajak menghemat penggunaan data internet sehingga apabila karena sesuatu hal tidak bisa menyelesaikan mengisi formulir SPT dalam sekali waktu, maka pengisiannya dapat dilanjutkan di waktu lainnya. Setelah formulir lengkap diisi, wajib pajak bisa langsung mengunggah SPT Tahunan secara daring via Aplikasi Form Viewer. Dokumen yang dipersyaratkan sebagai lampiran juga harus dipindai dan diunggah dalam format PDF oleh wajib pajak.

Apabila ingin mencoba aplikasi ini dan tidak muncul logo bertuliskan E-FORM di laman DJP Online, lakukan penambahan akses layanan ini di menu “Profil Lengkap” wajib pajak. Bila sudah muncul notifikasi bahwa pemutakhiran profil berhasil, silakan login ulang dan logo ini akan muncul sebagai tanda siap untuk digunakan.

Aplikasi E-FORM untuk Pelaporan Pajak Badan
Tahun ini, Ditjen Pajak meluncurkan aplikasi E-FORM untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Badan. Inovasi ini dibuat sebagai alternatif yang lebih unggul dibandingkan aplikasi e-SPT PPh Badan yang telah lebih dahulu dikenal dan digunakan wajib pajak. Kemudahan yang ditawarkan aplikasi ini juga diharapkan mampu mengakselerasi perpindahan wajib pajak yang mengisi SPT Tahunan secara manual ke pelaporan menggunakan aplikasi E-FORM. Selain itu, diharapkan pula mampu mendorong migrasi pengguna e-SPT untuk menyampaikan melalui laman DJP Online atau Perusahaan Penyedia Layanan SPT Elektronik.

Sama seperti E-FORM untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, lampiran-lampiran yang dipersyaratkan juga harus dipindai dan diunggah dalam format PDF. Mulai tahun 2018, ada tambahan dokumen yang perlu dilampirkan Wajib Pajak Badan dengan kondisi tertentu sehingga perlu mendapat perhatian.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016, Wajib Pajak Badan yang melakukan transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa harus melampirkan dokumen tambahan yaitu Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal.

Selain itu, sehubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-25/PJ/2017, bagi Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham-saham serta memiliki utang dan mengurangkan biaya pinjaman dalam penghitungan penghasilan kena pajak harus melampirkan dokumen tambahan yaitu Laporan Debt to Equity Ratio dan Laporan Utang Swasta Luar Negeri. Tambahan dokumen Laporan Utang Swasta Luar Negeri berlaku dalam hal Wajib Pajak Badan memiliki utang swasta luar negeri.

Tambahan dokumen Laporan Debt to Equity Ratio tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak Badan yang dimaksud adalah bank, lembaga pembiayaan, asuransi dan reasuransi, yang menjalankan usaha di bidang migas, Wajib Pajak Badan yang atas seluruh penghasilannya dikenai PPh Final, atau yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.

Mitra DJP dalam Melayani Wajib Pajak

Awal November 2017, salah satu pemilik perusahaan perintis penyedia jasa transportasi daring, Nadiem Makarim, melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan, untuk membahas kemungkinan perusahannya menjadi agen pajak. Meski hingga kini masih menjadi wacana, hal ini patut diapresiasi dan didukung. Ditjen Pajak sendiri mempunyai aturan khusus yang mengatur ini dan masih melakukan persiapan agar perusahaan tersebut bisa menambah daftar Application Service Provider (ASP).

ASP adalah Perusahaan Penyedia Layanan yang ditunjuk resmi sebagai mitra DJP dalam memberikan layanan pelaporan elektronik. Alamat aplikasi ASP ini untuk saat ini bisa diakses di:
1. www.spt.co.id dikelola oleh PT Sarana Prima Telematika;
2. www.pajakku.com dikelola oleh PT Mitra Pajakku;
3. https://eform.bri.co.id/efiling dikelola oleh PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk.;
4. www.online-pajak.com dikelola oleh PT Achilles Advanced Systems.

Bagi yang ingin mencoba lapor pajak via sistem operasi berbasis Android silakan mencoba aplikasi OP-ku yang bisa diunduh secara gratis. Aplikasi tersebut disediakan oleh PT Mitra Pajakku.

Semua kanal ini bisa jadi alternatif solusi pelaporan pajak secara elektronik selain laman DJP Online. Untuk mengantisipasi perlambatan koneksi jaringan DJP Online, jangan tunggu sampai batas akhir pelaporan untuk mengaksesnya. Segeralah melapor setelah mendapatkan bukti pemotongan pajak dan semua data-data pendukung lainnya lengkap.

Dengan E-Filing, perkara lapor pajak seharusnya tak jadi berat, sehingga Dilan tak lagi perlu turun tangan untuk menanggungnya.(ER)

Kamis, 17 Januari 2019

Empat Paradigma Baru Pajak UMKM

Sumber
Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah menjadi tulang punggung perekonomian negara. Hal ini dibuktikan dengan peranannya yang mendominasi hingga lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dan memiliki proporsi 99% dari total pelaku usaha di Indonesia. Sektor ini tentu tak dapat dipandang sebelah mata. Fakta yang menunjukkan bahwa kontribusi pajak hanya sebesar 2,2% terhadap total penerimaan PPh yang dibayar sendiri oleh wajib pajak menunjukkan otoritas pajak perlu memberikan perhatian dan penanganan khusus.

Itu adalah salah satu latar belakang terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018) yang menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46/2013). Di dalam aturan tersebut, diberikan beberapa kemudahan dan juga insentif kepada para pelaku UMKM agar dapat berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal. Salah satu bentuk insentif itu adalah pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final dari satu persen menjadi setengah persen. Dengan insentif ini diharapkan wajib pajak akan makin berkembang usahanya dan dalam jangka waktu tertentu dapat menambah kontribusinya kepada negara melalui pajak.

Selain perubahan tarif, ada perbedaan mendasar dengan PP 46/2013 yang kiranya perlu dicermati dan dapat diberikan masukan agar pelaksanaan PP 23/2018 dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Kemudahan dari Sisi Administrasi

Sebelumnya, dalam PP 46/2013 diatur mengenai penggunaan SKB (Surat Keterangan Bebas) untuk membebaskan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21/22/23 oleh pihak lain dengan pengajuan legalisir ke kantor pajak terdaftar. Untuk mendapatkan legalisir ini, wajib pajak harus terlebih dahulu menyetor pembayaran PPh Final sebesar satu persen dari omzet sebagaimana dalam surat perjanjian/invoice yang dilampirkan. Ketentuan ini juga mengatur bahwa SKB harus diajukan per jenis pajak.

Praktik ini selain merepotkan wajib pajak yang harus bolak-balik melegalisir SKB, terkadang juga merugikan manakala ternyata lawan transaksi –karena satu dan lain hal- menolak menggunakan SKB itu. Walhasil, alih-alih dibebaskan PPh-nya, wajib pajak malah menanggung dua kali pemajakan atas satu objek yang sama. Meski masih bisa mengajukan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang atau mengakuinya di SPT Tahunan sebagai kredit pajak, kebanyakan wajib pajak enggan mengambil opsi kedua lantaran malas berhadapan dengan pemeriksa pajak.

Dalam skema PP 23/2018, terdapat Surat Keterangan yang menerangkan kepada pemotong/pemungut PPh lawan transaksi bahwa atas penghasilan wajib pajak UMKM tersebut harus dipotong PPh Final sebesar 0,5% dari nilai dasar pengenaan pajaknya. Tidak diperlukan lagi legalisir ke kantor pajak. Dengan demikian, biaya kepatuhan wajib pajak akan bisa ditekan.

Dalam hal ini, sosialisasi kepada wajib pajak badan selaku pihak pemotong/pemungut PPh dan terutama kepada bendaharawan pemerintah dan non-bendaharawan harus segera dilakukan secara masif agar tidak ada lagi resistensi dalam penggunaan Surat Keterangan. Aturan petunjuk pelaksanaan terkait tata cara pelaporan pemotongan/pemungutan PPh Final ini pun harus segera diterbitkan untuk mempermudah pengawasan dan tidak menimbulkan perbedaan penerapan di lapangan.

Berakhirnya Rezim Switching

Sebelum PP 23/2018 terbit, wajib pajak yang omzetnya naik-turun di kisaran angka 4,8 miliar rupiah dipusingkan dengan berganti-gantinya metode penghitungan PPh akibat perubahan omzet. Apabila di tahun lalu omzet di atas nilai itu, wajib pajak harus menggunakan skema tarif Pasal 17 UU PPh. Apabila omzet di bawahnya, maka kembali menggunakan skema PPh Final satu persen. Wajib pajak yang tidak memahami aturan ini harus direpotkan dengan permohonan pemindahbukuan atas jenis setoran yang salah atau bahkan diperiksa pajaknya atas kelebihan bayar dalam SPT Tahunan akibat terlambat mengajukan SKB PP 46.

Aturan baru meniadakan hal ini. Sekali wajib pajak beromzet 4,8 miliar rupiah ke atas maka di tahun pajak berikut dan seterusnya wajib menggunakan tarif PPh Pasal 17 dan mengadakan pembukuan. Ini memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dan menghindari kerumitan akibat gonta-ganti skema penghitungan PPh.

PPh Final Adalah Pilihan

Pada PP 46/2018, PPh Final dikenakan atas penghasilan bruto yang diperoleh dari nilai transaksi sebelum dikurangi biaya-biaya usaha sehingga wajib pajak tidak dapat mengkui kerugiannya. Sebenarnya metode ini lazim digunakan di negara-negara berkembang atau negara-negara yang baru terbentuk dan dalam periode transisi. Skema pemajakan ini dinilai simpel, menyasar kalangan yang sulit dipajaki, dan belum siap untuk memakai sistem akuntansi yang rapi.

Sayangnya, bagi wajib pajak yang laba usahanya relatif kecil, metode final ini tidak menguntungkan sehingga berpotensi terjadi penggelapan pajak dengan mengecilkan omzet atau tidak menyetorkan jumlah pajak yang sebenarnya. Ini bagai memakan buah simalakama, antara jujur atau berpotensi menderita kerugian usaha.

PP 23/2018 tidak menjadikan skema pemajakan PPh Final sebagai kewajiban, melainkan sebagai opsi. Wajib pajak diperkenankan tidak menggunakan metode ini setelah mengirimkan surat pemberitahuan ke kantor pajak terdaftar. Aturan ini mendorong UMKM agar siap memasuki ekonomi formal dan bersungguh-sungguh dalam menghitung laba bersihnya. Kesungguhan ini akan memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sesuai proporsi. Ini adalah perwujudan dari azas keadilan pajak.

Pembukuan Bukan Momok

Beberapa pihak mengeluhkan jangka waktu pengenaan PPh Final yang dirasa terlalu pendek: 3 tahun bagi PT; 4 tahun bagi CV, Firma, dan Koperasi; dan 7 tahun bagi orang pribadi. Sebenarnya, wajib pajak UMKM yang telah terdaftar dan sebelumnya telah menggunakan skema PP 46/2013, sudah menikmati insentif pajak dari pemerintah selama lima tahun terakhir.

Bagi pelaku UMKM yang baru ber-NPWP setelah berlakunya aturan ini, PP 23/2018 memberikan paradigma baru bahwa pembukuan seharusnya dipandang sebagai instrumen yang membantu wajib pajak mengevaluasi dan mengambil keputusan terkait pengembangan usahanya, alih-alih sebagai momok yang menakutkan.

Jangka waktu tertentu pengenaan PPh Final di tahun-tahun awal berusaha adalah kesempatan untuk belajar pembukuan dan menghitung laba bersih usaha. Dengan demikian, ketika wajib pajak menyudahi jangka waktu fasilitas PPh Final, ia telah siap memahami hak dan kewajibannya dengan menggunakan metode tarif PPh Pasal 17.

Para wajib pajak tak perlu khawatir, kini banyak aplikasi yang mendukung UMKM untuk belajar pembukuan sederhana. Ditjen Pajak pun gegas berbenah. Medio tahun ini telah diluncurkan petunjuk pelaksanaan program Business Development Services (BDS) sebagai salah satu strategi dalam membina dan mengawasi wajib pajak secara berkesinambungan.

Beberapa bentuk program ini adalah melakukan edukasi perpajakan dan pendampingan UMKM seperti: cara membuat pembukuan sederhana, manajemen pengelolaan usaha, strategi pemasaran daring, hingga cara mengajukan kredit ke bank. Dengan demikian, wajib pajak UMKM bukan hanya sebagai pihak yang semata-mata berkontribusi tetapi juga mendapatkan benefit dan tambahan amunisi dalam pengembangan bisnisnya. Dengan strategi yang tepat, Direktorat Jenderal Pajak dapat menambah basis pajak baru dan sekaligus mengatrol penerimaan pajaknya yang kontinu dari sektor ini.

Waspadai Salah Tarif PPh Biaya Layanan Gedung!

Sumber
Bisnis penyewaan ruangan untuk perkantoran di kota-kota besar adalah bisnis yang tak pernah surut, terutama bagi pemilik gedung yang berlokasi strategis. Apalagi pada bulan April 2018 lalu Ditjen Pajak memberikan izin bagi perusahaan yang menyewa tempat di kantor virtual untuk dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kabar ini tentu akan memberikan dampak positif bagi pemilik gedung yang memiliki skema penyewaan ruang dengan konsep kantor virtual. Kebijakan ini akan meningkatkan jumlah penyewa kantor virtual dan tentunya menggairahkan perekonomian mereka yang sempat terimbas isu sebelumnya.

Tentu tak sedikit dari pemilik gedung tersebut yang menggunakan jasa manajemen untuk mengelola gedungnya, dengan alasan kepraktisan dan bisa juga karena terdapat hubungan afiliasi dengan perusahaan penyedia jasa manajemennya. Atas jasa ini, pemilik gedung biasanya menambahkan biaya layanan atau service charge kepada penyewa gedung sebagai pengalihan beban atas imbalan jasa manajemen yang akan dibayarkannya. Biaya layanan ini biasanya menyatu dalam perhitungan biaya tambahan bagi penyewa bersama dengan biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan biaya fasilitas lainnya.

Kenyataannya, tak sedikit pemilik gedung yang tak mau bersusah payah mengumpulkan pembayaran uang sewa dan sekaligus biaya tambahan ini. Pembayaran tersebut biasanya dikumpulkan dan dikelola oleh penyedia jasa manajemen pihak ketiga.

Namun sayangnya, hingga kini masih ada saja perusahaan penyedia jasa manajemen yang kebingungan ketika hendak menerima pembayaran atas uang sewa yang termasuk biaya layanan yang diterimanya. Beberapa masih melayangkan pertanyaan bahkan meminta penegasan ke kantor pajak berapa sebenarnya besar tarif yang dikenakan. Sebagian dikenakan tarif 2% dari dasar pengenaan pajak dengan alasan termasuk dalam kriteria jasa manajemen, sebagiannya lagi dikenakan tarif 10% dengan argumen sebagai bagian dari jumlah bruto nilai persewaan.

Fakta di lapangan ini menyebabkan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa manajemen gedung atau perkantoran menjadi khawatir atas kebenaran pemotongan dan keabsahan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Perbedaan pengenaan tarif selain tidak menegakkan asas keadilan dan kepastian hukum jelas akan memancing permintaan klarifikasi data dari kantor pajak tempat terdaftar. Bila demikian, lalu berapakah tarif yang benar?

PP 34 Tahun 2017,  Tak Hanya Mengatur Tarif

Khalayak mungkin sudah mengetahui bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2017 tentang PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan pada 6 September 2017 lalu. Aturan yang berlaku mulai 2 Januari 2018 ini memang tak mengubah besaran tarif PPh Final atas persewaan atas tanah dan atau bangunan. Namun kiranya ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu:

1. Diaturnya PPh Final atas kegiatan Bangun Guna Serah yang belum pernah diatur dalam aturan pendahulunya;

2. Pengenaan PPh Final atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan baik sebagian maupun seluruh bagian, misalnya persewaan atas tangki atau menara telekomunikasi yang sebelumnya dikenakan PPh dengan tarif berdasarkan Pasal 17 UU PPh;

3. Lebih detil mengatur terkait pemotong pajak PPh Final atas persewaan tanah dan atau bangunan;

4. Mengecualikan jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya dari pengenaan PPh Final dengan tarif 10%. Dalam penjelasannya, diberikan contoh jasa pelayanan penginapan antara lain: kamar, asrama untuk mahasiswa atau pelajar, asrama atau pondok pekerja, dan rumah kos;

5. Mengatur komponen yang termasuk dalam jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.

Berapakah Tarif yang Benar?

Dari poin-poin di atas, di bagian manakah dijelaskan tentang tarif PPh Final atas pembayaran biaya layanan? Pasal 4 ayat (2) PP 34 Tahun 2017 menjelaskan bahwa biaya layanan merupakan bagian dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan, bersama dengan biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan biaya fasilitas lainnya.

PPh Final atas pembayaran biaya-biaya ini dipotong baik berdasarkan perjanjian yang dibuat secara terpisah atau disatukan dengan perjanjian persewaan tanah dan atau bangunan. Lebih lanjut, bagian ini juga memberikan contoh kasus yang secara gamblang memberikan gambaran yang banyak terjadi di lapangan, yaitu terkait wajib pajak badan yang menggunakan jasa manajemen untuk mengelola gedungnya.

Dari contoh kasus pada bagian Penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa meskipun pembayaran sewa dan biaya layanan diserahkan kepada penyedia jasa manajemen, namun karena perusahaan klien menyewa ruangan pada perusahaan pemilik gedung, maka pembayaran sewa dan biaya layanan tersebut merupakan pembayaran terkait sewa ruangan dan merupakan penghasilan bagi perusahaan pemilik gedung sehingga wajib dipotong PPh Final dengan tarif 10%.

Adapun kegiatan pengelolaan gedung yang dilakukan oleh penyedia jasa pihak ketiga termasuk dalam pengertian jasa manajemen sehingga atas imbalan yang dibayarkan oleh pemilik gedung ke penyedia jasa pihak ketiga dikenakan PPh dengan tarif sebesar 2% sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU PPh.

Pertanyaan baru kemudian menyeruak ke permukaan: berapakah tarif PPh atas penyedia jasa manajemen yang mengenakan biaya layanan atas penyediaan akomodasi bagi jasa pelayanan penginapan seperti pemilik asrama, pondok pekerja, atau pengusaha kos-kosan? Sebab jasa pelayanan penginapan dan akomodasinya tidak termasuk yang dikenakan PPh Final atas persewaan atas tanah dan atau bangunan, maka tidak ada pengenaan tarif PPh Final 10%. Atas imbalan yang dibayarkan oleh pemilik bangunan ke penyedia jasa manajemen tersebut dikenakan PPh dengan tarif sebesar 2% sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU PPh, hanya apabila pemilik bangunan adalah subjek pajak badan dalam negeri. Adapun untuk biaya layanan yang dibebankan kepada penyewa seharusnya tidak dipotong PPh melainkan sebagai penambah komponen omset atau penghasilan yang diterima pemilik usaha.

Jadi, sekarang sudah tidak bingung lagi ‘kan dalam menentukan tarif biaya layanan gedung?

*Artikel ini telah ditayangkan pada www.pajak.go.id pada tanggal 2 Mei 2018.

Menyigi Inovasi DJP Dalam PER-25/PJ/2018

Sumber
Mulai tahun depan (Januari 2019), Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) yang sering mengajukan permohonan legalisasi Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) bisa bernapas lega, sebab tak perlu lagi bolak-balik ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat terdaftar untuk melegalisasinya. Menjelang akhir November 2018 lalu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan penyederhanaan dan kemudahan bagi wajib pajak, memberikan kepastian hukum, dan mencegah penyalahgunaan P3B. Secara filosofis, aturan baru ini tidak banyak berubah dari aturan sebelumnya, yaitu PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Namun, secara administratif, ada beberapa inovasi yang patut diapresiasi.

Penyederhanaan Formulir

Pada PER-10/PJ/2017, diatur tentang penggunaan Form DGT-1 yang terdiri dari 3 lembar formulir bagi WPLN Orang Pribadi atau Badan non-perbankan/dana pensiun dan Form DGT-2 yang terdiri dari 2 lembar formulir bagi Badan perbankan/dana pensiun. Ke depannya, WPLN hanya perlu mengisi satu jenis Form DGT saja. Dengan penyederhanaan ini, akan mengurangi kesalahan dalam pemilihan jenis formulir dan tentu akan memberikan kemudahan bagi wajib pajak.

Penyederhanaan Proses

Pada aturan sebelumnya, penyampaian formulir SKD WPLN (Form DGT-1 atau Form DGT-2) dilakukan setiap kali bertransaksi dengan Pemotong/Pemungut PPh Pasal 26 (WPDN). Sebelumnya, WPDN yang telah menerima SKD WPLN tersebut harus menyampaikan salinan SKD WPLN yang telah dilegalisasi sebagai lampiran dari SPT Masa PPh Pasal 26 per bulannya. Ke depannya, WPLN hanya perlu memberikan SKD WPLN (Form DGT) ke WPDN yang bertransaksi pertama kali dengan WPLN tersebut. Satu formulir ini cukup memenuhi kebutuhan WPLN yang akan bertransaksi dengan lebih dari satu WPDN.

Serba Elektronik

Sebelumnya, salinan SKD WPLN yang telah dilegalisasi ke KPP tempat WPDN terdaftar, harus disampaikan sebagai lampiran SPT Masa PPh Pasal 23/26. Dalam hal WPDN menggunakan sistem pelaporan elektronik, WPDN juga masih perlu ke KPP untuk melapor. Pasalnya, menu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23/26 via situs DJP Online belum dibuka kecuali bagi WPDN yang sudah wajib menggunakan e-Bupot PPh Pasal 23/26.

Sebagai alternatif, WPDN diarahkan untuk melapor via efiling di laman ASP (Application Service Provider). Namun, tak semua wajib pajak mempunyai tenaga SDM yang memahami sistem pelaporan melalui ASP. Menurut pengalaman penulis pula, beberapa wajib pajak mengaku lebih nyaman menerima bukti penerimaan surat langsung dari KPP daripada bukti elektronik. Akibatnya, masih ditemui beberapa WP yang melapor PPh Pasal 23/26 di loket KPP.

Mulai tahun depan, WPDN yang pertama kali menerima Form DGT dari WPLN harus memasukkan informasi yang ada di dalam SKD WPLN itu ke laman yang disediakan DJP atau saluran tertentu yang ditetapkan DJP (melalui ASP). Setelah menginput informasi tersebut, WPDN memberikan tanda terima kepada WPLN sebagai bukti bahwa SKD WPLN telah disampaikan dan WPDN mulai dapat menggunakan tarif sesuai P3B.

Atas transaksi di masa berikutnya, WPDN tidak perlu lagi menyampaikan salinan SKD WPLN tersebut sepanjang masa periode SKD masih berlaku. Praktis bukan? Apabila WPLN hendak bertransaksi dengan WPDN lain, maka WPLN cukup menyampaikan salinan tanda terima bukti penyampaian SKD ke WPDN lain untuk dilakukan pengecekan di laman yang memuat informasi SKD tersebut.

Menjamin Kepastian Hukum

Dalam hal WPLN telah dipotong/dipungut dengan tarif sebelum memasukkan SKD, atau terjadi kesalahan dalam pemotongan/pemungutan sehingga terjadi kelebihan pembayaran pajak, WPLN dapat mengajukan permohonan pengembalian tersebut ke KPP melalui mekanisme pengembalian pajak yang tidak seharusnya terutang. Aturan ini lebih memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak dibandingkan dengan aturan sebelumnya yang membuka peluang pengembalian pajak melalui Mutual Agreement Procedure (MAP) yang lebih rumit.

Periode masa berlaku SKD WPLN juga diatur dapat digunakan lintas tahun pajak dengan maksimal periode dua belas bulan sejak diterbitkan. Hal ini selain memberikan kepastian hukum bagi WPLN, juga memberikan kemudahan terutama bagi WPLN yang baru bertransaksi menjelang pergantian tahun. WPLN hanya perlu mengajukan permohonan penandaasahan ke otoritas pajak di negaranya sekali untuk tiap periode dua belas bulan, alih-alih mengajukan untuk tiap tahun pajak.

Tantangan dan Optimisme DJP

Dengan mekanisme elektronik, apalagi bila pelaporan via e-Bupot PPh Pasal 23/26 sesuai PER-04/PJ/2017 telah diimplementasikan seluruhnya di Indonesia pada 2020, maka DJP akan mempunyai basis data yang lengkap dan valid untuk pengawasan kepatuhan dan penggalian potensi perpajakan.

Tantangan terbesar yang harus ditaklukkan otoritas pajak terkait PER-25/PJ/2018 ini adalah mengidentifikasi sejauh mana tidak terjadi penyalahgunaan P3B dalam transaksi yang dilaporkan WPDN dan apakah WPLN penerima penghasilan adalah Beneficial Owner (BO) yang berhak menikmati tarif P3B. Dalam hal ini, DJP harus memastikan SDM-nya mempunyai kompetensi yang mumpuni dalam mengidentifikasi upaya baik tax planning, tax avoidance, bahkan tax evasion yang terselubung dalam transaksi dengan WPLN.

Sebagaimana diketahui penulis, saat ini jumlah transaksi WPDN dengan WPLN makin meningkat dari tahun ke tahun, dan tidak hanya terjadi di KPP di lingkungan Kanwil DJP WP Besar atau Kanwil DJP Jakarta Khusus saja. Untuk itu, sosialisasi internal dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pegawai DJP perlu diperbanyak dan dievaluasi.

Tantangan berikutnya adalah mengidentifikasi WPLN mana yang telah melewati time test untuk selanjutnya diberikan NPWP atau ditetapkan sebagai BUT sehingga dapat dipajaki di Indonesia. Hal ini memang kendala tersendiri sebab dengan Form DGT yang tak memuat jangka waktu lama transaksi, otoritas pajak harus mempunyai perangkat lain untuk mengidentifikasi time test sesuai informasi dalam kontrak/perjanjian transaksi.

Tantangan lainnya adalah terkait transaksi perdagangan atau pemakaian jasa luar negeri yang terjadi secara elektronik. Masih banyak wajib pajak yang belum memahami konsep pemotongan/pemungutan PPh Pasal 26 maupun mekanismenya. Maka, DJP juga perlu menggiatkan sosialisasi dan edukasi ke wajib pajak terutama terkait transaksi elektronik dengan WPLN.

Di tengah berbagai tantangan tersebut dan maraknya isu stagnansi reformasi, DJP memastikan reformasi perpajakan terus berjalan. Terbitnya peraturan ini merupakan salah satu bukti komitmen DJP dalam membenahi proses bisnisnya dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak. Selain pilar proses bisnis, aturan ini juga memperkokoh pilar sistem informasi dan basis data.

Penerapan Automatic Exchange of Information (AEOI) antara Indonesia dengan negara mitra diharapkan mampu memberikan tambahan optimisme, terutama terkait pengungkapan status Beneficial Owner dan mencegah penyalahgunaan tarif P3B. Pada ujungnya, penegakan hukum bagi WP yang tidak patuh dan keadilan bagi WP yang patuh akan tercipta demi mendukung institusi DJP di masa depan yang kuat, kredibel, dan akuntabel. 

*Artikel ini telah ditayangkan di www.pajak.go.id pada tanggal 14 Desember 2018.

Jumat, 11 Januari 2019

Jalan Panjang Pajak Dagang-El Indonesia

Sumber
Salah satu lembaga keuangan terbesar di dunia, Morgan Stanley memperkirakan industri digital akan meroket di Indonesia. Dilansir dari okezone.com, Head of Indonesia Research di Morgan Stanley, Mulya Chandra mengatakan bahwa digitalisasi melalui tiga pilar utamanya yaitu perdagangan elektronik, uang elektronik, serta teknologi finansial akan menjadi faktor kunci naiknya nilai ekonomi Indonesia.

Selanjutnya, ia memperkirakan persentase penjualan perdagangan elektronik akan mencapai 19% dari total aktivitas ritel pada tahun 2027. Nampaknya ini bukan proyeksi yang berlebihan sebab menurut katadata.co.id, penjualan ritel perdagangan elektronik Indonesia juga diperkirakan mencapai USD16,5 miliar atau sekitar Rp219 triliun pada 2022.

Maka, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (SPNBE) Tahun 2017-2019 perlu mendapat perhatian khusus. Peta Jalan SPNBE 2017-2019 adalah dokumen yang memberi arahan serta langkah-langkah penyiapan dan pelaksanaan perdagangan yang transaksinya berbasiskan serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.

Peta Jalan SPNBE 2017-2019 sebagaimana dimaksud mencakup program: a. Pendanaan; b. Perpajakan; c. Perlindungan konsumen; d. Pendidikan dan sumber daya manusia; e. Infrastruktur komunikasi; f. Logistik; g. Keamanan siber; dan g. Pembentukan Manajemen Pelaksana Peta Jalan SPNBE 2017-2019.

Di dalam program perpajakan terdapat tiga poin penting yang menjadi acuan, yaitu: penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan; penyusunan tata cara pendaftaran bagi pelaku usaha perdagangan elektronik; serta persamaan perlakuan perpajakan. Pertanyaan pun mencuat, sampai di manakah perkembangan regulasi terkait poin tersebut?

Penyederhanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Pemerintah telah menerbitkan aturan PP 23 Tahun 2018 yang memberikan sejumlah fasilitas bagi pengusaha UMKM. Karena hingga saat ini belum ada perbedaan perlakuan antara perdagangan konvensional dan elektronik, maka aturan ini juga menyasar pelaku usaha perdagangan elektronik dengan omzet di bawah 4,8 miliar rupiah.

Selain menerbitkan aturan pajak UMKM, pemerintah juga merancang aturan pajak dan investasi untuk perusahaan rintisan, yaitu:

a.Memberikan insentif bebas Pajak Penghasilan (PPh) kepada perusahaan modal ventura yang mendanai startup tanah air. Laba badan usaha yang diterima nantinya tidak akan diperlakukan sebagai objek PPh.

b.Menaikkan batas maksimal penjualan bersih dari UKM dan startup yang bisa menerima pendanaan dari perusahaan modal ventura, yang sebelumnya 5 miliar rupiah menjadi 50 miliar rupiah.

Penyusunan Tata Cara Pendaftaran Bagi Pelaku Usaha Perdagangan Elektronik

Tingkat anonimitas yang tinggi dari pelaku perdagangan elektronik adalah permasalahan pertama. Hingga saat ini, Ditjen Pajak telah mengecek 1500 data wajib pajak terkait perdagangan elektronik yang diperoleh melalui internet. Sayangnya, dari jumlah itu hanya seribu pelaku usaha yang sudah ber-NPWP. Dari jumlah itu, baru setengahnya yang telah menyampaikan SPT Tahunan dan masih perlu diteliti kebenarannya (Ririn Puspita Sari, 2018).

Sebenarnya, karakteristik ini bisa terpecahkan apabila semua pelaku usaha perdagangan elektronik telah terdaftar pada Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Terkait pendaftaran pelaku usaha elektronik sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Hanya saja, perlu dibuat aturan lebih rinci tentang mekanisme teknis, terutama bagi pelaku usaha perorangan yang kerap kali lepas dari pengawasan dan kurang terdukasi.

Nantinya, apabila semua pelaku usaha telah teregistrasi dalam satu sistem, akan memudahkan memonitor dan memberikan informasi pemenuhan administrasi berusaha dan kewajiban perpajakannya. Kejahatan di dunia perdagangan elektronik juga akan dapat dicegah. Pemantauan dengan pelaku perdagangan elektronik lintas batas negara tentu akan makin mudah.

Persamaan Perlakuan Perpajakan  

Dalam sebuah acara dengar pendapat dengan Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) di awal tahun ini, ada dua pokok pemikiran yang disuarakan oleh mereka terkait rancangan peraturan pemajakan perdagangan elektronik. Pertama, meminta uji publik sebelum beleid tersebut diterbitkan agar dapat diberikan masukan dari para pengusaha. Hal ini merupakan respons atas rencana menjadikan marketplace sebagai agen pajak. Mereka khawatir ini akan menambah beban pekerjaan dan biaya kepatuhan pajak.

Kedua, mereka juga meminta agar aturan ini juga mengatur platform lain seperti media sosial dan grup percakapan yang belum masuk rancangan peraturan. Persamaan perlakuan perpajakan ini merupakan isu penting sebab apabila azas keadilan tidak terpenuhi, akan terjadi demoralisasi bagi wajib pajak yang patuh.

Masalah keadilan ini bukan hanya isu bagi pelaku usaha berskala nasional, di forum internasional semacam G20 juga telah disampaikan inisiatif Menteri Keuangan Prancis dan negara-negara Eropa untuk melakukan pemajakan ekonomi dan perusahaan digital.

Guardian dalam laporannya beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa perusahaan raksasa teknologi dunia hanya membayar kurang dari setengah nilai pajak perusahaan batu bata dan mortir. Bisnis digital dengan lingkup operasi internasional biasanya membayar pajak 10,1 persen di Uni Eropa dibandingkan perusahaan-perusahaan tradisional yang dikenakan pajak 23,2 persen. Laporan itu juga memperlihatkan banyak perusahaan teknologi yang membayar pajak jauh lebih sedikit dibandingkan pesaing mereka.

Kondisi ini memberikan gambaran bahwa menciptakan arena bisnis yang berkeadilan adalah sebuah tantangan tersendiri. Pemerintah perlu menyatukan semua elemen birokrasi dari sistem perdagangan, telekomunikasi dan informatika, perbankan, dan menggaet sebanyak mungkin perusahaan payment gateway sebagai pihak ketiga yang turut berperan dalam sistem pembayaran lintas negara.

Beberapa Catatan di Era Reformasi Perpajakan


Di era reformasi perpajakan ini, ada beberapa langkah optimalisasi yang sedang dan akan berjalan di tubuh Ditjen Pajak:

1. Pengolahan data perbankan nasional yang telah masuk per April 2018 dan perbankan asing per September 2018 nanti;

2. Pengawasan data faktur dengan lawan transaksi non-NPWP dan pembayaran PPh Pasal 26 atas jasa luar negeri;

3. Pemanfaatan teknologi sistem Sosial Network Analytics (Soneta) yang dapat merekam perilaku wajib pajak terutama terkait kegiatan ekonomi di media sosial;

Otoritas pajak perlu memperbanyak edukasi melalui perkumpulan atau asosiasi pelaku perdagangan elektronik untuk menumbuhkan kesadaran membayar pajak dan sosialisasi teknis pemenuhan kewajban perpajakannya.

Pemerintah juga perlu merangkul sebanyak mungkin perusahaan payment gateway sebagai pihak ketiga yang turut berperan dalam sistem pembayaran elektronik. Dengan memperkuat pilar sistem informasi dan basis data, jalan panjang menuju perpajakan perdagangan elektronik niscaya akan menemukan titik terang. Dan pemajakan yang berkeadilan bagi para pelaku niaga daring bukan lagi khayalan.

*Artikel ini telah ditayangkan pada laman www.pajak.go.id pada tanggal 12 September 2018.