Selasa, 30 Januari 2018

Renungan Pagi

Pagi yang basah
Kepala menunduk tangan tengadah
Hening yang khusyuk seperti kecambah
Bertunas perlahan mengakar menghunjam tanah

Seberat apapun kiranya hari ini
Ingatlah masih ada di kolong pagi
Insan yang tak sanggup bertemu nasi
Dan sebagian alas tidurnya tersusun dari
koran lusuh beratap kardus persegi

Maka nikmat yang manakah
Akan kau dustakan
hari ini?

Edmalia Rohmani, 30 Januari 2018

Saat-Saat yang Mendebarkan

Dan terjadi lagi
Meski telah yang kesekian kali
Detak jantungku masih saja tak terkendali

Berhari-hari lalai makan dan mandi
Memikirkan janin yang telah berkembang selama berbulan-bulan
Nutrisinya pun telah diendapkan

Makanan bermutu dan bahan bacaan penuh gizi
Seharusnya jadi jaminan kali ini
Saatnya kusongsong bukaan baru
Yang tak cukup dihitung sepuluh

Kian mengucur deras keringat
Sebab ambang batas waktu makin mendekat
Antara tak sabar ingin segera melihatnya
Atau malah gemas sebab belum selesai juga

Ah...tinggal beberapa kata lagi
Yak! 

Kamu pasti bisa!

Dan...yaaaa!
Segala puji bagi Pemilik Semesta
Satu karya baruku akhirnya lahir juga!


Edmalia Rohmani, 29 Januari 2018

Nasehat Diri

Mutiara hikmah
dari Ibnul Qayyim Al Jauziyah
Kiranya bolehlah menjadi
nasihat kita untuk hari ini

Ingatlah empat hal pelancar rezeki, Kawan
Agar kita tidak salah jalan
Dan tersesat dalam kemusyrikan

Yang pertama adalah perbanyak shalat malam
Yang kedua istighfar di waktu-waktu sahur
Yang ketiga bersedekah janganlah kendur
Sebagai pamungkas sebutlah namaNya
di awal pagi dan menjelang senja

Tak lupa bacalah Al Waqiah setiap hendak tidur
Sebagai teman kelak di alam kubur
agar rezekimu selalu mengucur
Namun niatkan karna Allah semata
Bukan utama mencari dunia

Untuk menghapuskan hutang
Bacalah doa yang diajarkan
Sang Rasul pemberi suri tauladan
Allahumma inni 'audzibika minal hammi wal hazan
Wa 'audzubika minal 'ajzi wal kasali
Wa 'audzibika minal jubni wal bukhli
Wa 'audzubika min ghalabatiddaini wa qahrirrijaal
Dawamkan pagi dan petang hari
Dan jangan lupa dilunasi
Niscaya hutang tiada lagi

Tak ada untuk melunasi bagaimana?
Artinya harus lebih berusaha
Sebab hasil tak pernah mengkhianati upaya
Dan doa tanpa ikhtiar hanyalah sia-sia

Edmalia Rohmani, 27 Januari 2018

Tuhan Ampuni Aku

Tuhan ampuni aku
Telah durhaka padaMu
Sebab berani memikirkan
seribu satu cara untuk
mati

Ah, maafkan aku
Bilangannya pun tak sampai segitu

Pertama-tama kucoba meminum
racun pembasmi hama
Tapi tak tahan baunya
Lalu kuingat bangkai si Meong punya tetangga
Yang mati kaku setelah 

memakan umpan yang salah
Sungguh horor dan tak elegan
Mati dengan pose demikian

Lalu kucoba pernah sekali
Mencekik leher sendiri
Namun tak sampai hati
Lalu kucari seutas tali

terbuat dari rafia
berikutnya dari sabut kelapa
dan lain-lainnya
Berkali-kali tak berjaya
Sebab kursi sebagai tumpuan kaki
Tak sukses utuh jatuh ke bumi
Leherku terkilir sakit sekali

Kucoba pula menandai
di pergelangan sebelah kiri
Garis-garis di sekitar nadi
Siap diiris dengan belati
Tapi sungguh kutak bernyali
Melihat jarum peniti saja kutak berani

Kucoba loncat dari lantai dua
Tapi gagal juga
Malah tersangkut tali jemuran tetangga
Kucoba lewat atap gedung sebelah
Malah dikejar si penjaga
Dikira garong dan sebangsanya

Oh Tuhan ternyata
Begini rasanya
Dihukumi tanpa dihakimi sepantasnya
Babak belur tubuh jadinya

Terakhir kali kuangankan
Membayar pembunuh bayaran
Ya Tuhan aku lupa
Tak satu pun harta kupunya
Semua sudah kusumbangkan
Ke rumah jompo dan panti asuhan

"Bapak terima kasih ya...

atas sumbangannya.
Sekarang kami berbahagia!"

Tuhan
Ampuni aku
Kali ini panjangkanlah umurku
Agar senyum mereka makin merekah
Dan aku bisa menghadapMu
dengan sepantasnya

Edmalia Rohmani, 28 Januari 2018

Matinya Sang Demokrasi

Nurani sudah pergi
Tersimpan di dalam peti
Hukum hanya tunduk pada
Mereka yang kuasa
Sedang bilah tajamnya
Mengiris-iris yang papa

Kebebasan yang dijanjikan
Semu belaka
Mulut dibungkam
Lidah-lidah diikat
Aspirasi dikebiri
Tapi hanya pada satu sisi
Yang lain bebas beraksi

Sesuka-sukamulah
Ini negara siapa
Negara yang paling banyak pengikutnya

Demonstrasi sudah basi
Lebih asyik mengisi periuk sendiri
Tinggal sulap sana sulap sini
Kawan sendiri tak peduli

Demokrasi sudah mati
Terinjak-injak anaknya sendiri
Mengusung kebebasan yang kebablasan
Memasung asa pewaris masa depan


Edmalia Rohmani, 19 Januari 2018

Jumat, 26 Januari 2018

Di Kampus Biru


Tentangmu adalah candu
Seakan lebah yang serakah mengisap madu
Menyesap kenangan yang tak henti berderap
Menyerap hempasan tangis tawa berganti-gantian
Antara peluk dan genggaman tangan

Lorong-lorongmu seakan mesin waktu
Mengisapku ke dalam lubang tanpa tuju
Bergulingan dalam gejolak masa muda
Sekaligus tersesat dalam pesona kebebasan jiwa

Selasarmu menyasar memori
Pergi dan datang silih berganti
Tentang cinta yang tak pernah sampai
Tentang rindu yang tak hendak terurai

Hanya jalan setapak panjang
Di bawah pohon rindang
Tempat dulu jari kelingking kita bertautan

Kutatap dengan mata buram berlinang
Di manakah engkau kini
Kawan?

Edmalia Rohmani, menjejak almamater kembali

di 25 Januari 2018

Ketika Ia Bertanya Mengapa

Ibu kenapa
Hujan turun sesuka hatinya
Merusak kupunya rencana
Menunda masa-masa bahagia

Gendhuk sayang, ingat selalu
Pelajaran biologi fisikamu
Tak selalu bisa menjelaskan segala
Sebab ini bukan semata perkara manusia

Dia turun tidak sesuka hati
Ada yang mengatur mengajari
Dia turun di saat abang penjaja sekoteng berkeliling
Memastikan pelanggannya tak berpaling

Dia turun untuk adik-adik ojek payung
Membantu para pejalan lupa yang murung
Agar langkahnya tetap terlindung

Dia turun agar seorang istri
Mengeratkan lingkar tangannya
Di pinggang belahan hati
Saat melaju di atas roda

Dia turun mendamaikan dua hati yang berseteru
Mengingatkan lagi
Tentang indahnya rinai
Penghanyut rindu yang berderai
Dan rintik itu pada akhirnya mampu
Melesapkan badai

Dia turun dengan banyak alasan, Ndhuk

Dan seribu satu lagi alasan
Agar engkau mengucapkan
Allahumma shoyyiban nafi'an
Edmalia Rohmani, di kala hujan 23 Januari 2018

Tentang Cinta

Banyak orang bilang samara
Adalah kunci hidup bahagia
Namun cinta itu teman
Kukira seputar empat perkara

Mawaddah
Adalah bening mata serupa samudera
yang tiada henti kauselami

dan kaucumbui di malam buta
Atau cemburu yang kadang meletup
Membakar dada
Menambah rasa manis pedas asmara

Rahmah
Adalah bila mata itu menjadi
Serupa tembaga
dan keriput di sana sini mewarnainya
Serta celoteh omelan penuh cela
dan kau masih saja mengasihinya
Sebab hei, bukankah kasih dan sayang itu 

satu rumpun kata?

Sakinah
Adalah bila mata tembaga itu menjadi kelabu
Napas pun satu-satu
Ingatan pun tlah layu
Apalagi yang dulu pernah menggebu-gebu
Kini tlah menemukan orbitnya
Berputar di poros yang sama
Kembali ke rumah yang lama
Sebab tak bisa pindah ke lainnya

Mahabbah
Cukuplah kau kenang petuah
Rabiatul Adawiyah
Jika aku tunduk padaMu
Karena takut neraka maka bakarlah
Jika aku mengabdi padaMu
Karena mengharap surga mau jauhkanlah
Namun jika aku menyembahMu
Sebab Engkau semata
Maka jangan pernah Kau tutup keindahan Mu yang abadi

Ada di maqam manakah 

derajat cintamu hari ini?

Edmalia Rohmani, 24 Januari 2018

Al Kahfi

Bacalah maka
dari jumat ke jumat lainnya
Kau akan dinaungi cahaya

Bacalah maka 

seakan kau masuk ke lorong waktu
Bertemu dengan para pemuda berhati teguh
Dan meresapi perjuangan mereka melawan tirani
Menjadi teladan masa muda yang hilang kini

Bacalah maka 

kau akan bertemu dengan sang pemilik kebun
yang terlena oleh dunia
Seakan menampar realita
Laku pola yang sama dengan sebagian kita

Bacalah maka 

kau kan bertemu Musa
Dan petualangan seru lainnya
dalam menguak tabir kebenaran
yang berlaku hanya bagi murid
yang menangguk hikmah atas kesabaran

Bacalah maka 

kau kan bertemu Sang Dua Pemilik Tanduk
Raja perkasa yang kekuasaannya terbentang
melebihi Merauke ke Sabang
dan kau akan terpukau melihat kecerdasannya
Ternganga melihat keshalihannya
dan ketawadhuannya
Hingga tiada tempat bagi kita
berbangga diri sebagai yang paling kuasa

Bacalah maka 

kau akan terpana
Dengan untaian kalimatnya 

yang indah

Bacalah pokoknya yang sepuluh
Niscaya akan jadi suluh
Dajjal pun akan meluruh
Serupa garam yang melarut dalam peluh

Bacalah sebab ini penghulu hari
Dan penghitungan amalan di pekan ini
Telah dimulai dari nol lagi

Salam Pertamina, Edmalia Rohmani

Tanggal Tua

Duhai Ibu apakah tanggal punya usia?
Apakah itu artinya

tanggal tua?

Semacam buah Anakku,
Semacam buah nampaknya
Semakin matang semakin berasa

Biasanya di kala itu
Sujud Ibu lebih lama
Menunduk lebih khusyuk
Mengharap rezeki yang berlimpah ruah
Padahal semua sudah terjatah

Lalu mengapa wahai Ibu 

tanggal muda cepat berlalu
Melarutkan manis senyummu
Bukankah seharusnya segala sesuatu
punya titik kesetimbangannya

Bukan Tuhan salah memberikan keseimbangan, Nak
Hanya ibu lupa dimana terakhir 

riba tak lagi jadi andalan
Berhutang adalah cara tercepat agar masalah terselesaikan
Namun ibu lupa ia mampu menciptakan kepedihan baru
yang tak kalah menyakitkan

Lalu mengapa ibu
semua barang kita lenyap satu per satu?


Itu namanya gadai Nak
Sebuah skema agar
ibu segera membayar
dan tak sampai dipenjarakan

Kalau begitu gadaikan saja aku, Ibu
Agar bisa terbit lagi senyummu

dan aku bisa bertemu ayahku

Mana bisa Anakku
Mana bisa
Engkaulah satu-satunya alasan ibu bertahan
Satu-satunya harta yang ibu punya
Setelah ayahmu dibui 

akibat vonis korupsi

Edmalia Rohmani, 26 Januari 2018

Selasa, 23 Januari 2018

Subuh

Serupa nektar
Tersimpan dalam sela bunga mekar
Nikmat yang takkan pernah
Bisa ditukar 


Seberat apapun dunia
Sungguh hanya secelupan
Ujung jari belaka

Maka dua rakaat yang ditegakkan itu
Lebih baik dari lelap dan buaiannya
Dua rakaat sebelumnya itu
Lebih baik dari dunia dan seisinya

Akankah kita jadi lebah
Yang bersemangat berkelana
Demi rezeki dan keridhaanNya
Atau hanya jadi belatung
Pemakan segala berujung buntung?

Edmalia Rohmani, 23 Januari 2018

Akibat Kekinian

Para ayah sudah mati
Tersimpan di balik layar mini
Diagonal lima inci


Para ibu menangis tersedu
Kehilangan anak satu-satu
Disandera dunia palsu 


Ibu pertiwi mulai sekarat
Putra-putrinya melarat
Nirmoral, akal, tak tahu adat
Dipasung gawai pengundang laknat


Duh, Gusti
Mohon tunda barang seabad lagi
Azab atas kelalaian kami


Edmalia Rohmani, pagi 21 Januari 2018

Biarlah

Biarlah rindu dilarung malam
Hanyut dalam pekat yang kelam
Larut dalam gurat resah mendalam
Memagut gundah yang lama terperam 


Biarlah gelisah menemukan jalan kembali
Atas segala khilaf dan lupa diri
Yang sering terlupa dan terulang lagi
Sebab lena oleh nafsu duniawi


Biarlah dahi ini rebah
Dalam tangis di atas sajadah
Sebelum kehidupan yang benar hakiki
Membawa kita pada cinta yang sejati


Edmalia Rohmani,18 Januari 2018

Kepada Pejuang Subuh


Sesungguhnya jiwa-jiwamu
telah terpanggil
Melawan rasa malas dan gigil
Sebelum panggilan yang sesungguhnya tiba
Dan ditiupnya sangkakala


Sesungguhnya telah kau taklukkan dunia
Sebelum sempat menjadi ia
Pada tekuk lutut angkara
Dan hawa nafsu yang menghina


Sesungguhnya telah kau ciptakan ketakutan
Pada jiwa-jiwa setan
Dan keinginan meninabobokan
Sebab tidur lelap dan mimpi melenakan


Tanpa kau sadari
Peradaban baru telah dimulai
Pada tiap jejak yang terserak
Pada tiap dzikir yang terukir
Pada tiap hening tafakur
yang melapangkan kasurmu kelak di alam kubur 


Edmalia Rohmani, di suatu pagi 20 Januari 2018

Di Sudut Pasar

Riuh pasar
Ingar bingar
Para pedagang belum bubar
Khayalanku buyar

Tertambat pada sesosok bocah
Masih berseragam sekolah
Bermain-main sendiri
Berceloteh tiada henti
Berlagak ia menjadi putri
Tawanya lepas tanpa peduli
Kue-kue dagangannya belum terbeli

Ah, adik manis ini berapa?
Seribu dua ribu saja

Dalam hati aku ingin bertanya
Ayah-ibumu mana?
Sudah kelas berapa?
Di pasar sama siapa?
Sampai jam berapa?

Malam kian larut
Dia masih duduk di sana
Sedang aku masih bertanya
Ke mana padi dan kapas
Di dada Garuda Pancasila

Edmalia Rohmani, Pasar Kebayoran Lama 

19 Januari 2018

Jadilah Ibuku Saja

Tak perlu jadi tuhan
Tak perlu ceramah selalu
Urus saja kehidupanmu
Yang tak pernah beres itu
Nonton sinetron saja seperti biasa
Atau hiduplah bak film seri India
dan drama Korea yang kau puja

Tak perlu bertanya-tanya
Aku dari mana
Mau ke mana
Sama siapa
Sampai di mana
Pulang jam berapa

Aku memang lahir darimu
Tapi bukan kepunyaanmu
Aku adalah milik kehidupan itu sendiri
Begitu kata pujangga idola

Usah hirau pergaulanku yang bebas
Hingga rasa malu kebas
Usah hitung berapa kali
Aku telat menstruasi
Atau ke klinik yang mana
Janin-janin itu meregang nyawa

Usah kau tanya nama bapaknya
Pria yang mana saja aku lupa

Usah suruh aku bertaubat
Bila teladan tak kaubuat
Usah suruh aku mengaji
Bila shalat tak kau jalani

Aku bosan dengan omelanmu
Sebab semua hanya teori
Engkau hanya wanita dengan label ibu

Tak perlu jadi tuhan bagiku
Jadilah seorang ibu

Edmalia Rohmani, senja 19 Januari 2018

Jumat, 19 Januari 2018

Ucapkanlah

Ucapkanlah kata selamat pagi
dengan penuh haru
Sebab tak setiap insan mampu 

menghirup udara yang sama denganmu

Sebagiannya dipasung insomnia
Sebagian lagi terlunta-lunta
Terusir dari tanah kelahirannya


Ukirkanlah kalam ikrarmu
dengan tanda seru
Sebab tak semua orang mampu 

mengecap nikmat terjaga sepertimu

Sebagiannya bangun
dari lelap di bawah kolong
Sebagiannya terus mengais sampah
di dalam tong-tong kosong


Lantangkan kalimat syukurmu
dengan menderu
Sebab sungguh satu napas
yang dititipkan kepadamu
Mungkin adalah napas yang diimpikan
banyak penghuni langit dan bumi
Yang sudah tak bernyawa lagi


Edmalia Rohmani, 13 Januari 2018

Kontemplasi

Alif
Alif
Alif

Tunjuk satu titik di langit biru
Tiada ragu kudaras namaMu

Ahad
Ahad
Ahad

Nyawa sekat di kerongkongan
Batu panas tindih ke haribaan

Lam jalalah

Menuju ha

Dan aku terperangkap di situ

Adakah namaNya
Sudah kausebut di awal harimu?


Edmalia Rohmani, 11 Januari 2018

Balada Seorang Petinggi

Hari ini
Satu orang yang dulu pernah disumpah untuk amanah
Tumbang lagi
Jemarinya beku di balik jeruji

Lidah yang dulu menari gemulai
Kini merana lunglai
Tanpa sempat mengecap harap
atas hidangan mewah nan lezat
atau pagut mesra dari si jablay

Ah, wanita itu
Seharusnya aku tak pernah menjamahnya
Meski ia sungguh menggoda

Sesal memang selalu ketinggalan kereta

Kepalanya menyenggut dinding
Mencipta sejenak hening
Sejak kapan rasa malu mengering?

Semenjak basah oleh rasuah
Atau empuk kursi yang menjulang tinggi
Atau lekukan indah yang nikmat didaki

Salah sendiri istrimu sudah tak berbentuk lagi
Tapi dia paling setia
Panggil pengacara
Panggil juru bicara
Panggil pewarta berita

Semua akan beres, Mas
Semua bisa dibeli

Kemana fulus pemulus itu pupus
Kemana ingar bingar itu menguar
Sejawat kerabat pun ingkar

Ah, tak seharusnya kupenuhi ajakannya di hotel itu
Biasanya sudah cukup puas di jok belakang mobil
Atau di sudut kubikelku
Seharusnya aku tahu
Itu semua intrik palsu

Itu muslihat rival-rivalmu, Mas
Seharusnya kepalamu yang memutih itu 

lebih mampu menalar
Mana salah mana benar

Hari ini
Satu orang yang dulu pernah
Bersumpah untuk setia 

Tumbang lagi

Dari kabar berita ia dapati
Istrinya siap mencalonkan diri meneruskan legasi
Sambil menggandeng lengan sang rival berdasi

Edmalia Rohmani, 12 Januari 2018

Ondel-Ondel

Hari ini si Buyung merajuk
Merengek terus tak bisa dibujuk
Ummi aku gak mau sekolah!
Ummi aku gak mau mengaji juga!

Kalau besar nanti jadi apa?

Mau jadi ondel-ondel saja!

Jantungku seakan loncat dari sarangnya
Tarik napas mendalam lalu bersabda

Visioner sekali ya kamu, Nak
Pandai menangkap gejala
Ondel-ondel sebagai cagar budaya
Sekaligus jadi komoditi
Pendongkrak pendapatan pribumi

Sini Ummi beritahu caranya:
Bolehlah tetap menari
Diiring alunan gambang Betawi
Agar pengarak dan para pecintanya
Tak pernah lekang berbilang masa
Namun harus diingat satu:
Tangan ondel-ondel tidak boleh tengadah
Atau menggiring kepingan uang ke dalam wadah

Jadikan ia raja dan ratu di acara mewah
Dudukkan di atas singgasana utama
Jadikan buah tangan ke negara manca

Kalau engkau penikmat sejati
Bolehlah turut jaga lestari
Menyulap sampah dan barang bekas
Menjadi ondel-ondel yang berkelas

Sekarang kita buat topeng ondel-ondel ya
Menjejak satu langkah pertama
Menuju pentas ondel-ondel yang mendunia


Edmalia Rohmani, 18 Januari 2018 pagi

Kamis, 18 Januari 2018

FAQ Seputar Nomor Seri Faktur Pajak di Awal Tahun

Di awal tahun seperti ini, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pengguna aplikasi efaktur dan laman enofa:

1. Mengembalikan sisa Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) di tahun sebelumnya.

Sesuai PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib mengembalikan sisa NSFP yang tidak terpakai di akhir tahun secara resmi ke DJP. Prosedurnya bisa langsung ke bagian Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) tempat terdaftar dan membawa formulir pengembalian NSFP yang telah diisi lengkap dan ditandatangani oleh pengurus (formulir bisa dicetak dari Lampiran IV F PER-24/PJ/2012 atau unduh di sini). Prosedur ini dilakukan bersamaan dengan pelaporan SPT Masa PPN Desember tahun terakhir.

Jangan lupa membawa Surat Kuasa atau Surat Penunjukan apabila yang menyampaikan bukan pengurus yang bersangkutan ya :)

Proses ini diperlukan untuk tertib administrasi, validasi data, dan bahan analisis DJP terkait kepatuhan PKP dan lawan transaksinya. Di sisi Wajib Pajak, hal ini bisa menjadi bahan evaluasi dan upaya preventif penyalahgunaan NSFP yang tidak terpakai oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.

2. Meminta jatah NSFP untuk tahun yang baru.

Prosedurnya bisa dilakukan di TPT KPP tempat terdaftar atau melalui laman enofa (www.efaktur.pajak.go.id).

Caranya:
a. Pastikan PKP telah lapor SPT Masa PPN tiga bulan terakhir;

b. Login dengan username NPWP penuh tanpa tanda titik (.) dan tanda strip (-) serta password enofa yang dikirim ke email perusahaan;

c. Klik menu Permintaan NSFP;

d. Apabila muncul tulisan gagal terkoneksi maka kemungkinan sertifikat digital belum terpasang pada peramban (browser). Silakan unduh dan tempelkan sesuai dengan jenis perambannya;

e. Setelah berhasil, silakan isi kolom permohonan NSFP dengan lengkap lalu klik "Proses";

f. Surat jawaban akan langsung terunduh ke peramban. Silakan buka dan rekam jatah NSFP baru pada aplikasi efaktur. Jatah baru NSFP ini tidak perlu dicetak sebab ada fitur "Riwayat Permintaan NSFP" di laman enofa sehingga apabila suatu saat memerlukan untuk mereview histori data maka cukup menggunakan fitur itu saja.

3. Mengupdate range nomor seri pada aplikasi efaktur.
Agar jatah NSFP baru secara otomatis dapat langsung digunakan ketika membuat faktur di tahun baru, silakan melakukan langkah berikut:

a. Rekam jatah range NSFP di tahun baru;

b. Klik baris range NSFP terakhir di tahun lalu;

c. Klik "Hapus Range Nomor", apabila muncul notifikasi tertentu klik "Yes" sampai muncul keterangan bahwa range tersebut telah terupdate. Proses selesai.

4. Seputar upload faktur masa Desember tahun lalu.

Pertanyaan lain yang masih sering ditanyakan Wajib Pajak adalah: apakah PKP masih bisa membuat faktur untuk Masa Desember tahun terakhir? 

Jawabannya masih bisa sepanjang masih terdapat jatah NSFP untuk tahun sebelumnya dan belum dilakukan proses update seperti pada nomor 3 di atas. Apabila jatah sudah habis maka sudah tidak bisa lagi mengajukan permohonan NSFP untuk tahun pajak sebelumnya.

Demikian bahasan seputar NSFP di awal tahun. Semoga bermanfaat dan dapat memudahkan PKP dalam melaksanakan kewajibannya. Cinta pajak, cinta Indonesia.

Baca juga:

Cara Install Efaktur Baru

Membuat Kode Billing via HP 

Membuat Kode Billing di KPP

Seputar E-Billing System