Senin, 18 Februari 2019

Satu Jam Mengudara di Gelombang Bahagia

Koleksi Pribadi
Jarum jam tepat menunjukkan pukul sembilan ketika kami, tim sosialisasi KPP Pratama Jakarta Cilandak, memasuki ruang siaran Bens Radio, Jumat (20/7) lalu. Suasana menghangat ketika Bang Arya Tanjidor dan Mpok Ozha menyambut dengan keramahannya yang selalu ekstra. "Kirain bakal telat siaran," ujar Bang Arya. Kami senyum-senyum saja, menutupi rasa bersalah sebab tidak datang lebih awal. Mungkin benar bahwa kepercayaan diri yang terlalu besar dapat membuka peluang melakukan kesalahan.

Ya, kami memang terlalu percaya diri sebab ini bukan pertama kali bekerja sama dengan stasiun radio Betawi ini. Sebelumnya, di segmen bertajuk "Kopi Anget" kami pernah membawakan tema seputar PP 46 Tahun 2013, serta e-filing dan E-FORM untuk pelaporan pajak tahunan. Kali ini, kami membawakan tema yang sedang populer dan ramai dibahas: PP 23 Tahun 2018.

Obrolan kami langsung dimulai dengan pertanyaan terbuka dari Bang Arya, "Kenapa tarif pajak UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) turun jadi setengah persen?" Dengan bahasa sederhana, kami mencoba menjelaskan latar belakang diterbitkannya aturan tersebut. Selain untuk kemudahan usaha dan prinsip keadilan pajak, aturan ini sebenarnya memberikan pengusaha UMKM sedikit ruang gerak dan "napas lega" untuk mengembangkan usahanya.

"Jadi misalnya nih, yang biasanya Bang Arya bayar ke bank itu sebesar satu persen dari omset per bulan, sekarang Abang cukup bayar setengahnya. Setengahnya lagi diputar untuk menambah modal usaha. Dengan (tambahan modal) itu usahanya makin berkembang, bayar pajaknya juga ke depannya bisa lebih banyak," jelas saya. Penyiar bernama asli Arya Iman Rahman itu mengangguk-angguk paham sebab rupanya dia juga termasuk pelaku UMKM.

Di acara ini, kami membagikan sedikit pengalaman menarik soal reaksi beberapa wajib pajak UMKM yang selama ini sudah menyetor pajak dengan tarif satu persen. Sebagian dari mereka berpendapat tetap akan menggunakan tarif satu persen alih-alih tarif diskon sebab tidak merasa berat karena nominalnya relatif kecil. Itu adalah sebuah kabar yang menggembirakan. Artinya telah tercipta kepatuhan sukarela dan rasa kesadaran pajak.

Memang perlu diakui, pasca Amnesti, perkara pajak tak lagi menempati ruang elit dan hanya untuk kalangan terbatas. Semua orang antusias bicara tentang pajak. Perlahan tapi pasti, seiring dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan, masyarakat akan melihat hasil nyata dari pembayaran pajak yang telah disetorkannya. Hal ini tentu sangat baik dalam mengatrol kepatuhan pajak.

Selanjutnya kami menjelaskan tentang siapa saja yang akan dikenai PPh final setengah persen ini. Awalnya, kami dari tim sosialisasi sepakat untuk tidak mengangkat isu pajak bagi pedagang kaki lima, namun rupanya pertanyaan itu memang tak terelakkan. "Selama ber-NPWP mereka juga wajib menyetor PPh Final setengah persen," jawab Harianto Wibowo, rekan saya.

Rupanya respons dari sepasang penyiar di hadapan kami justru mengejutkan. Mereka tidak bereaksi negatif, bahkan seakan mengafirmasi bahwa itu memang hal yang sepatutnya. "Iya, apalagi kalau pedagang kaki limanya macam yang di berita itu, jual telur gulung dengan omset 5 juta rupiah per hari," komentar Bang Arya. Kini giliran kami yang kaget.

Lebih lanjut, Bang Arya menjelaskan kalau biaya produksi mereka relatif kecil sebab minim ongkos sewa, sementara target pasarnya luas sebab harga jual yang sangat terjangkau. Sambil bercanda ia berkata kalau sempat mempertimbangkan untuk alih usaha berdagang telur gulung saja. Belakangan, saya sempat berselancar di dunia maya dan menemukan video tentang seorang pedagang telur gulung beromset seratus juta rupiah per bulan dengan menghabiskan satu ton telur.

Meski masih membutuhkan telisik lebih lanjut, namun informasi ini benar-benar mengubah cara pandang saya terhadap pedagang kaki lima dan pengusaha kecil. Pantas saja banyak pakar ekonomi yang berpendapat bahwa UMKM sangat liat dan tangguh melewati badai krisis yang memengaruhi sendi perekonomian negeri. Di tengah kelesuan ekonomi, UMKM seakan menjanjikan harapan baru melalui geliat perdagangan elektronik.

"Berapa sih, potensi pajak dari UMKM ini?" lagi-lagi pertanyaan kritis menanti jawaban kami. Menurut informasi di media massa, realisasi penerimaan pajak dari UMKM bakal meningkat di kisaran 1,5-2 triliun rupiah seiring dengan ditetapkannya aturan baru ini. Namun, untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, saya coba memberikan angka konkret dari hasil sosialiasi internal.

"Jadi, jumlah UMKM di Indonesia sekitar 59 juta unit usaha, menopang sekitar 60,3% Produk Domestik Bruto. Yang sudah punya NPWP baru 1,5 juta unit dan menyumbang sekitar 5,82 triliun rupiah. Masih jauh sekali kontribusinya terhadap target kami sekitar 1.400 triliun rupiah," jelas saya, dengan telak membuatnya terperangah. Kali ini kami seri.

Perbincangan hangat kami sesekali diselingi lagu-lagu era 90-an sebab segmen ini menyasar audiens di kisaran umur 30 tahun ke atas. Stasiun radio yang didirikan seniman legendaris Benyamin S. Itu mempunyai pendengar setia 1,5 juta orang dengan komposisi terbanyak berprofesi sebagai wiraswasta (40%), sangat sesuai dengan target kami. Sesekali penyiar memutarkan lagu tema sosialisasi PP 23 Tahun 2018 berjudul "Setengah Persen Sepenuh Hati" untuk membangkitkan animo pendengarnya.

"Tak selamanya lo, Bang, para pelaku UMKM bisa pakai tarif setengah persen ini. Ada jangka waktunya. Untuk usaha perorangan hanya sampai tujuh tahun, untuk PT tiga tahun, sedangkan CV, Firma, dan Koperasi empat tahun," jelas kami.

"Lalu setelah masa itu selesai? Pakai apa? Pembukuan?" Kami membenarkan.

Reaksinya seperti yang kami duga. Raut wajahnya keruh. "Pembukuan itu kan repot ya, ribet," keluhnya.

"Sebenarnya kan pembukuan bagus untuk mengevaluasi usaha yang sudah dijalankan. Contohnya usaha Abang, misalnya tidak dilakukan pembukuan, ketahuan belum untung-ruginya berapa? Jangan-jangan tidak dilakukan pemisahan harta sehingga uang modal ikut terpakai konsumsi," urai saya. Sesi sosialisasi memang sebagian besar terisi motivasi alih-alih teknis perpajakan.

Kami menjelaskan lebih jauh soal pentingnya UMKM mempunyai pembukuan sederhana. Selain untuk mengetahui kondisi laba atau rugi dan memudahkan pengambilan keputusan, pelaku UMKM juga akan lebih siap dalam pengembangan usaha. Dengan adanya pembukuan yang baik akan mendukung pengajuan pinjaman modal kepada pihak ketiga, membuka peluang mengikuti lelang pekerjaan, dan lain sebagainya. Pemerintah pun telah berjanji untuk memberikan kemudahan terkait aturan standar pembukuan yang akan digunakan UMKM ini. Apalagi, di zaman milenial ini bertebaran aplikasi pembukuan sederhana buatan anak negeri. Maka, seharusnya soal pembukuan dipandang sebagai sebuah tantangan baru alih-alih sebuah ancaman.

Syukurlah, kedua penyiar kawakan itu tampak sepakat dengan penjelasan kami. Di penghujung acara kami masing-masing diminta untuk memberikan pesan kepada para pendengar. Pesan pertama, rekan saya Harianto memberikan ajakan kepada para pelaku UMKM untuk mendukung aturan ini. "Bayangkan seandainya seluruh pengusaha UMKM berkontribusi kepada negara, tentu hasilnya akan lebih dahsyat," pungkasnya.

Pesan saya sederhana, "Jangan takut ke kantor pajak. Kami menyediakan meja layanan konsultasi perpajakan gratis. Kalau masih segan juga, masyarakat bisa menghubungi saluran lain seperti menelepon 1500200, live chat, dan bertanya via akun Twitter Kring Pajak."

Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan KPP Pratama Jakarta Cilandak, Bapak Herry S. Wulan mengucapkan terima kasih kepada pengusaha UMKM yang selama ini telah berkontribusi melalui pembayaran PPh Final 1% dan tetap menjadi wajib pajak yang taat dengan menghitung dan menyetorkan pajak yang benar.

Tanpa terasa satu jam telah berlalu. Tugas kami selesaikan dengan hati riang. Tetiba saya teringat pantun yang dulu sering diucapkan pendiri stasiun radio ini, "Gelombang laut itu bahaya, gelombang Bens Radio bikin bahagia."

Artikel ini sebelumnya telah ditayangkan di www.pajak.go.id pada 23 Juli 2018 dan mendapatkan penghargaan sebagai Juara 1 Feature yang pernah dimuat di  www.pajak.go.id.

Sumber : P2humas DJP

Malas Antre Lapor Pajak? E-Filing saja!


APBN Kita Maret 2018
“Selamat malam, Milea. Ini hadiah untukmu, cuma smartphone. Bisa kamu pakai untuk isi SPT Tahunan dengan E-Filing...”

Itulah sepenggal cuitan akun Twitter Ditjen Pajak yang mencuri perhatian warganet akhir Januari 2018 lalu. Ya, slogan Dilan taat pajak seakan memperkuat pesan kekinian yang ingin disampaikan: lapor pajak itu mudah, segampang memperbarui status di media sosial kita. Koneksi internet memungkinkan segalanya. Melapor pajak bisa dilakukan sambil santai ngopi di kafe tanpa repot mengantre lagi dengan E-Filing.

Beda E-Filing dan EFIN
Hingga kini, masih ada saja wajib pajak yang tak bisa membedakan EFIN dan E-Filing. E-Filing adalah cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara daring (online) pada situs web DJP Online (https://djponline.pajak.go.id atau https://djponline2.pajak.go.id) dan Perusahaan Penyedia Layanan SPT elektronik.

EFIN (Electronic Filing Identification Number) adalah nomor identitas yang diterbitkan Ditjen Pajak kepada wajib pajak yang melakukan transaksi elektronik dengan Ditjen Pajak, seperti lapor SPT melalui e-Filing dan pembuatan kode billing pembayaran pajak.

EFIN ini adalah kunci untuk membuka gerbang menuju layanan situs aplikasi DJP Online. Cara mengajukan permohonan aktivasi EFIN bisa diakses di situs web resmi Ditjen Pajak. Setelah mendapatkan EFIN, wajib pajak dapat melakukan registrasi dan membuat sendiri kata kunci untuk masuk ke situs aplikasi DJP Online. Bagi yang ingin lapor via Perusahaan Penyedia Layanan SPT elektronik, EFIN ini juga akan diminta oleh sistem sehingga wajib pajak tetap harus mengajukan permohonan aktivasi ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Permohonan aktivasi EFIN ini berlaku sekali seumur hidup. Bila wajib pajak sudah registrasi di DJP Online dan lupa kata kunci, maka harus melakukan reset aplikasi. Di sinilah EFIN memegang peranan kunci.

Bila EFIN hilang lalu bagaimana? Tetap tenang dan jangan panik. Cobalah cari di tumpukan berkas-berkas lama atau cek di kotak masuk pos elektronik dengan mengetikkan kata kunci “EFIN.” Bila kedua cara itu tak berhasil hubungi layanan telepon 1500200. Petugas yang ramah dengan sigap akan mengonfirmasi data diri penelepon terlebih dahulu, maka pastikan NPWP sudah disiapkan agar proses ini berjalan tanpa kendala. Sulit menghubungi Kring Pajak? Silakan mampir ke KPP terdekat untuk meminta cetak ulang EFIN. Jangan lupa untuk membawa asli dan fotokopi KTP dan NPWP.

Kurang dari Lima Menit
Untuk karyawan yang mempunyai penghasilan bruto di bawah 60 juta rupiah dan melaporkan SPT Tahunan dengan jenis formulir 1770 SS, sangat direkomendasikan menggunakan E-Filing. Menurut pengalaman, rata-rata wajib pajak dapat menyelesaikan E-Filing jenis ini dalam waktu dua menit saja.

Bagi karyawan yang mempunyai penghasilan bruto sama dengan atau lebih dari 60 juta rupiah; berasal dari satu atau lebih pemberi kerja; mempunyai penghasilan dalam negeri lainnya; dan/atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Final dan/atau bersifat final, maka menggunakan jenis formulir 1770 S.

Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan E-Filing ini kurang dari lima menit. Tentu saja dengan catatan semua berkas yang diperlukan seperti: semua bukti pemotongan pajak dari pemberi kerja dan/atau pemberi penghasilan, bukti kepemilikan harta, daftar utang, dan Kartu Keluarga (KK) sudah disiapkan.

Untuk memudahkan mengisi, Ditjen Pajak menyediakan fitur SPT Tahunan siap saji yang memunculkan notifikasi data bukti pemotongan pajak dari pemberi kerja dan/atau pemberi penghasilan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ada pula menu “Harta, Utang, dan Tanggungan pada SPT Tahun Lalu” yang memudahkan wajib pajak untuk mengisi bagian ini. Ikon ini hanya bisa diklik bila wajib pajak telah memasukkan data pada tahun lalu. Wajib pajak tinggal menyunting sedikit apabila diperlukan dan tidak perlu repot mengetik ulang.

Wajib pajak yang mempunyai penghasilan dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas, seperti: dokter, notaris, konsultan, dan sebagainya; berasal dari satu atau lebih pemberi kerja; memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Final dan/atau bersifat final; dan/atau mempunyai penghasilan dalam negeri lainnya dan luar negeri menggunakan jenis formulir 1770. Wajib pajak yang tidak berpenghasilan juga dapat menggunakan formulir jenis ini.

Ditjen Pajak juga mengembangkan inovasi baru yang makin memudahkan pelaporan wajib pajak: E-FORM.

Aplikasi E-FORM untuk Pelaporan Pajak Orang Pribadi

Tahun lalu, Ditjen Pajak meluncurkan aplikasi E-FORM yang ditambahkan ke dalam situs DJP Online sebagai alternatif pelaporan SPT Tahunan untuk jenis formulir 1770 S dan 1770. Mengusung slogan “ngisinya offline, lapornya online!”, aplikasi ini memang mempunyai keunggulan yaitu formulir SPT elektronik berbentuk dokumen dengan ekstensi .xfdl. Dokumen ini dapat diisi secara luring (offline) menggunakan Aplikasi Form Viewer yang diunduh dari sistem

Sifat dokumen yang hibrida (perpaduan antara online dan offline) memudahkan wajib pajak menghemat penggunaan data internet sehingga apabila karena sesuatu hal tidak bisa menyelesaikan mengisi formulir SPT dalam sekali waktu, maka pengisiannya dapat dilanjutkan di waktu lainnya. Setelah formulir lengkap diisi, wajib pajak bisa langsung mengunggah SPT Tahunan secara daring via Aplikasi Form Viewer. Dokumen yang dipersyaratkan sebagai lampiran juga harus dipindai dan diunggah dalam format PDF oleh wajib pajak.

Apabila ingin mencoba aplikasi ini dan tidak muncul logo bertuliskan E-FORM di laman DJP Online, lakukan penambahan akses layanan ini di menu “Profil Lengkap” wajib pajak. Bila sudah muncul notifikasi bahwa pemutakhiran profil berhasil, silakan login ulang dan logo ini akan muncul sebagai tanda siap untuk digunakan.

Aplikasi E-FORM untuk Pelaporan Pajak Badan
Tahun ini, Ditjen Pajak meluncurkan aplikasi E-FORM untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Badan. Inovasi ini dibuat sebagai alternatif yang lebih unggul dibandingkan aplikasi e-SPT PPh Badan yang telah lebih dahulu dikenal dan digunakan wajib pajak. Kemudahan yang ditawarkan aplikasi ini juga diharapkan mampu mengakselerasi perpindahan wajib pajak yang mengisi SPT Tahunan secara manual ke pelaporan menggunakan aplikasi E-FORM. Selain itu, diharapkan pula mampu mendorong migrasi pengguna e-SPT untuk menyampaikan melalui laman DJP Online atau Perusahaan Penyedia Layanan SPT Elektronik.

Sama seperti E-FORM untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, lampiran-lampiran yang dipersyaratkan juga harus dipindai dan diunggah dalam format PDF. Mulai tahun 2018, ada tambahan dokumen yang perlu dilampirkan Wajib Pajak Badan dengan kondisi tertentu sehingga perlu mendapat perhatian.

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016, Wajib Pajak Badan yang melakukan transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa harus melampirkan dokumen tambahan yaitu Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal.

Selain itu, sehubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-25/PJ/2017, bagi Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham-saham serta memiliki utang dan mengurangkan biaya pinjaman dalam penghitungan penghasilan kena pajak harus melampirkan dokumen tambahan yaitu Laporan Debt to Equity Ratio dan Laporan Utang Swasta Luar Negeri. Tambahan dokumen Laporan Utang Swasta Luar Negeri berlaku dalam hal Wajib Pajak Badan memiliki utang swasta luar negeri.

Tambahan dokumen Laporan Debt to Equity Ratio tidak berlaku dalam hal Wajib Pajak Badan yang dimaksud adalah bank, lembaga pembiayaan, asuransi dan reasuransi, yang menjalankan usaha di bidang migas, Wajib Pajak Badan yang atas seluruh penghasilannya dikenai PPh Final, atau yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.

Mitra DJP dalam Melayani Wajib Pajak

Awal November 2017, salah satu pemilik perusahaan perintis penyedia jasa transportasi daring, Nadiem Makarim, melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan, untuk membahas kemungkinan perusahannya menjadi agen pajak. Meski hingga kini masih menjadi wacana, hal ini patut diapresiasi dan didukung. Ditjen Pajak sendiri mempunyai aturan khusus yang mengatur ini dan masih melakukan persiapan agar perusahaan tersebut bisa menambah daftar Application Service Provider (ASP).

ASP adalah Perusahaan Penyedia Layanan yang ditunjuk resmi sebagai mitra DJP dalam memberikan layanan pelaporan elektronik. Alamat aplikasi ASP ini untuk saat ini bisa diakses di:
1. www.spt.co.id dikelola oleh PT Sarana Prima Telematika;
2. www.pajakku.com dikelola oleh PT Mitra Pajakku;
3. https://eform.bri.co.id/efiling dikelola oleh PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk.;
4. www.online-pajak.com dikelola oleh PT Achilles Advanced Systems.

Bagi yang ingin mencoba lapor pajak via sistem operasi berbasis Android silakan mencoba aplikasi OP-ku yang bisa diunduh secara gratis. Aplikasi tersebut disediakan oleh PT Mitra Pajakku.

Semua kanal ini bisa jadi alternatif solusi pelaporan pajak secara elektronik selain laman DJP Online. Untuk mengantisipasi perlambatan koneksi jaringan DJP Online, jangan tunggu sampai batas akhir pelaporan untuk mengaksesnya. Segeralah melapor setelah mendapatkan bukti pemotongan pajak dan semua data-data pendukung lainnya lengkap.

Dengan E-Filing, perkara lapor pajak seharusnya tak jadi berat, sehingga Dilan tak lagi perlu turun tangan untuk menanggungnya.(ER)