Kamis, 27 Oktober 2016

HARTA APA SAJA SIH YANG HARUS DILAPORKAN DI SPT TAHUNAN?

Setelah sebelumnya saya telah menjelaskan tentang kenapa kita harus melaporkan harta di SPT Tahunan, sekarang saya ingin menjelaskan tentang harta apa saja yang dilaporkan di SPT Tahunan.

Ini pertanyaan yang cukup sering ditanyakan oleh Wajib Pajak (WP). Biasanya, jurus andalan saya adalah mengeluarkan Daftar Harta yang ada di Lampiran PER-07/PJ/2016 dan mempersilakan WP untuk memutuskan manakah harta yang akan dilaporkan, baik melalui mekanisme pelaporan normal (atau pembetulan bagi yang sudah pernah lapor) atau melalui Amnesti Pajak. 

Daftarnya adalah sebagai berikut:
NAMA HARTA-KODE HARTA
UANG TUNAI-011
TABUNGAN-012
GIRO-013
DEPOSITO-014
SETARA KAS LAINNYA-019
PIUTANG-021
PIUTANG AFILIASI-022
PERSEDIAAN USAHA-023
PIUTANG LAINNYA-029
SAHAM YANG DIBELI UNTUK DIJUAL KEMBALI-031
SAHAM-032
OBLIGASI PERUSAHAAN-033
OBLIGASI PEMERINTAH INDONESIA (OBLIGASI RITEL INDONESIA ATAU ORI, SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA)-034
SURAT UTANG LAINNYA-035
REKSADANA-036
INSTRUMEN DERIVATIF (RIGHT, WARRAN, KONTRAK BERJANGKA, OPSI)-037
PENYERTAAN MODAL DALAM PERUSAHAAN LAIN TIDAK ATAS SAHAM (CV, FIRMA)-038
INVESTASI LAINNYA-039
SEPEDA-041
SEPEDA MOTOR-042
MOBIL-043
ALAT TRANSPORTASI LAINNYA-049
LOGAM MULIA (EMAS BATANGAN, EMAS PERHIASAN, PLATINA BATANGAN, PLATINA PERHIASAN, LOGAM LAINNYA-051
BATU MULIA (INTAN, BERLIAN, BATU MULIA LAINNYA)                -052
BARANG-BARANG SENI DAN ANTIK (BARANG-BARANG SENI, BARANG-BARANG ANTIK)-053
KAPAL PESIAR, PESAWAT TERBANG, HELIKOPTER, JETSKI, PERALATAN OLAHRAGA KHUSUS-054
PERALATAN ELEKTRONIK, FURNITUR-055
HARTA BERGERAK LAINNYA-059
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN TEMPAT TINGGAL-061
TANAH DAN/ATAU BANGUNAN TEMPAT USAHA-062
TANAH ATAU LAHAN UNTUK USAHA (LAHAN PERTANIAN, PERKEBUNAN, PERIKANAN DARAT, DAN SEJENISNYA)-063
HARTA TIDAK BERGERAK LAINNYA-069
PATEN-071
ROYALTI-072
MEREK DAGANG-073
HARTA TIDAK BERWUJUD LAINNYA-079

Kalau sudah lihat daftar ini biasanya akan bertanya sambil garuk-garuk kepala, “Ini semua harus dilapor, Mbak?” Dan saya hanya bisa tersenyum sambil menjelaskan bahwa sistem perpajakan di negara kita adalah Self Assessment, artinya dikembalikan ke WP harta mana saja yang harus dilaporkan.

Untuk pelaporan di SPT Tahunan, nilai yang dilaporkan adalah nilai perolehan atau nilai beli. Nilai itu akan selalu tetap dilaporkan di SPT Tahunan dari tahun ke tahun selama masih menjadi milik WP. Sedangkan dalam hal WP ingin mengikuti program Amnesti Pajak (AP), maka yang digunakan dalam penghitungan Harta Tambahan untuk harta yang tidak berbentuk kas adalah nilai wajar harta tersebut pada Tahun Pajak 2015 menurut Wajib Pajak. Untuk selanjutnya, nilai tersebut akan menjadi dasar untuk pelaporan harta di SPT Tahunan Tahun 2016.

Yang sering menjadi pertanyaan bagi WP juga tentang asuransi. Apakah asuransi juga perlu dilaporkan di kolom harta dalam SPT Tahunan? Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak. Asuransi dilaporkan sebagai harta apabila ada nilai investasi di dalamnya, biasanya ditandai dengan adanya nilai unit link yang diinvestasikan oleh penyedia jasa asuransi. Untuk asuransi murni tanpa nilai investasi di dalamnya tidak perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan, sebab preminya akan hangus bila tidak pernah diklaim. Hal ini beda bila asuransi mengandung nilai investasi, sebab suatu saat akan ada dana yang masuk ke rekening WP. Hal ini akan menjadi pertanyaan fiskus di kemudian hari apabila WP tidak melaporkan asuransi bernilai investasi ini dalam SPT Tahunan.

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa harta yang sebaiknya dilaporkan dalam SPT Tahunan adalah harta yang diperoleh WP dalam Tahun Pajak yang dilaporkan (plus rincian harta di SPT Tahunan Tahun Pajak sebelumnya dengan nilai perolehan tetap) yang mengandung nilai ekonomis, artinya suatu saat dapat berpotensi untuk menghasilkan tambahan kekayaan di masa yang akan datang. Itulah kenapa sifatnya sangat bervariasi dan relatif antara satu WP dengan WP lainnya. Misalnya lukisan, tidak semua WP menganggap lukisan yang dimiliki bernilai ekonomis. Apabila ada WP tidak melaporkan lukisan di rumahnya kemudian suatu saat ternyata ada yang membeli lukisan tersebut seharga Rp 1M, maka itu langsung menjadi penghasilan bagi WP. Namun, apabila WP tersebut ternyata pernah melaporkan lukisannya dengan nilai perolehan Rp 700juta, maka yang akan dihitung sebagai penghasilan hanya sebesar selisihnya saja, yaitu Rp 300juta, sebagai keuntungan dari penjualan/pengalihan harta.

Setelah menunjukkan daftar harta, saya juga akan memberikan daftar utang berikut kepada WP:

HUTANG BANK/LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK (KPR, LEASING KENDARAAN BERMOTOR, DAN SEJENISNYA)-101
KARTU KREDIT-102
UTANG AFILIASI (PINJAMAN DARI PIHAK YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA PASAL 18 AYAT (4) UU PPh)-103
UTANG LAINNYA-104

Biasanya, WP akan mengonfirmasi apakah utang harus dilaporkan semuanya. Untuk utang, pelaporannya pada SPT Tahunan memang menyesuaikan dengan kondisi per akhir Tahun Pajak yang dilaporkan. Sehingga tiap tahun bisa jadi nilai utang itu akan semakin menyusut hingga lunas, atau bahkan bertambah bila WP menambah utangnya di tahun berikutnya. Dalam hal WP mengikuti program AP, nilai utang yang digunakan untuk membeli Harta Tambahan dapat digunakan sebagai pengurang dalam menghitung Uang Tebusan AP lo, dengan beberapa syarat tertentu. Silakan menghubungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat agar lebih jelas ya.

Demikian pembahasan tentang harta dan utang pada SPT Tahunan. Semoga menambah pengetahuan perpajakan pembaca, dan menambah mantap untuk mengikuti program AP. Terima kasih sudah mau mampir, share, dan komen : )

Artikel relevan lainnya:






Kamis, 20 Oktober 2016

#FFKamis - Hadiah dari Calon Mantu



Mbak Laras bolak-balik mengintip dari jendela.

“Jadi gak Ras?” Bapak sudah capek mondar-mandir rupanya.

“Jadi Pak.”

Tapi matanya yang berkaca-kaca seperti meragu. 

Aku berbisik pada Ibu, “Ibu yakin Bapak akan menerima lamaran Mas Bimo?”

“Sssh!” Ibu mencubit pahaku.

Sial!

“Assalamualaikum!” 

Ah, rupanya yang ditunggu sudah tiba. Senyum Mbak Laras mengembang, tak kalah dengan Ibu.

“Maaf Pak, saya datang terlambat. Saya sempatkan mampir dulu ke Kaliurang. Saya dengar kalau Bapak suka sekali jadah tempe Mbah Carik. Kata Laras itu tempat Bapak pertama kali jatuh cinta ya.”

Seketika Bapak tertegun, teringat mendiang istrinya, Ibu dari Mbak Laras. 

Diam-diam ibuku menyeka sudut matanya. 

Jumlah kata : 100 kata.

Jumat, 14 Oktober 2016

KENAPA SIH HARUS LAPOR HARTA DI SPT TAHUNAN?

Artikel ini saya tulis sebab banyak sekali pertanyaan terkait harta yang harus dilaporkan di SPT Tahunan akibat Amnesti Pajak (AP) yang kini memasuki Periode Kedua (Oktober-Desember 2016). Siapa tahu setelah membaca artikel ini bisa lebih tercerahkan dan kemudian memutuskan untuk ikut AP (namanya juga usaha, hehe).

Pertanyaan yang paling sering saya dengar dari Wajib Pajak (WP) adalah: Kenapa sih harus melaporkan harta di SPT Tahunan? Malah pernah sekali saya dengar ada ibu-ibu yang bisik-bisik di depan saya waktu sedang tugas luar, “Ih, orang pajak kepo aja, mau tahu urusan orang aja deh!” Saya hanya mesam-mesem sambil berusaha menutupi map kantor yang sedang saya bawa, takut ketahuan sama beliau kalau saya petugas pajak, hihihi.

Kewajiban melaporkan SPT Tahunan ini sebenarnya sudah ada dari zaman dahulu kala, jauh sebelum program AP ini diluncurkan. SPT Tahunan adalah sarana bukan hanya untuk melaporkan semua penghasilan WP, tetapi juga untuk melaporkan harta dan utang yang dimiliki oleh WP per 31 Desember Tahun Pajak yang dilaporkan.

Pelaporan harta dan utang ini sebenarnya ada tujuan tersendiri, yaitu sebagai bahan analisis fiskus terhadap tingkat kewajaran antara penghasilan yang diterima oleh WP dengan akumulasi harta dan saldo utang baik selama Tahun Pajak yang dilaporkan maupun dari tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, WP melaporkan penghasilan per tahun Rp100 juta, tetapi melaporkan harta di tahun yang sama dengan Nilai Perolehan Rp1 milyar. Hal ini tentu saja akan menjadi pertanyaan bagi fiskus. Artinya, dalam kasus ini bisa jadi WP mendapat warisan atau hibah yang belum dilaporkan, atau mendapat penghasilan lainnya yang belum dilaporkan, atau bisa jadi belum melaporkan tabungan dari tahun-tahun sebelumnya. Apabila harta tersebut didapat dengan cara kredit, maka bisa jadi WP tersebut belum melaporkan utang atas pembelian harta tersebut.

Dalam hal, ini perlu diingat bahwa nilai yang dilaporkan adalah Nilai Perolehan, yaitu nilai pembelian atau nilai penyerahan, sehingga tidak menyebabkan bias dalam analisis fiskus. Selanjutnya, atas hasil analisis ini fiskus berhak melakukan klarifikasi data, himbauan, bahkan pemeriksaan apabila ditemukan bukti yang cukup untuk diperiksa. Apabila dari hasil klarifikasi data tersebut diketahui memang ada penghasilan yang belum dilaporkan, maka pajak yang seharusnya terutang di tahun itu harus dihitung ulang dan dibayarkan sesuai ketentuan yang berlaku. Ini kalau WP tidak memilih AP, lo. Dalam hal WP memilih melakukan pembetulan atas SPT Tahunan, maka peluang untuk dilakukan klarifikasi data, himbauan, dan sebagainya tersebut akan terbuka. Dalam hal inilah program AP memberikan fasilitas dan solusi termudah bagi Wajib Pajak untuk membereskan urusan perpajakannya di masa lalu akibat kelalaiannya dalam melaporkan harta dan utang di SPT Tahunan, baik sengaja maupun tidak disengaja.

Misalnya harta itu merupakan hasil hibah bagaimana? Perlu diketahui, menurut UU Pajak Penghasilan, yang dimaksud dengan hibah yang dikecualikan dari Objek Pajak salah satunya adalah hibah keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Artinya, atas harta hibah yang diterima dari orang tua kandung atau anak kandung tidak dihitung sebagai penghasilan yang bisa dijadikan Obejk Pajak. Ini murni hibah ya, artinya atas pengalihan harta tersebut tidak ada hubungan pekerjaan antara orang tua dan anak kandung ini. Dalam beberapa kasus yang saya temui di lapangan, ada sebagian WP yang menerima hibah selain dari orang tua atau anak kandung, dan tidak melaporkan atau bahkan salah melaporkan hal tersebut sebagai hibah yang dikecualikan dari Objek Pajak, sehingga menyebabkan terjadi salah perhitungan pajak yang terhutang. Dalam hal inilah, WP bisa memilih apakah akan mengikuti program AP yang sebenarnya jelas lebih mudah atau melakukan pembetulan dan tetap membayar kekurangan bayar di masa lalu.

Misalnya harta tersebut adalah warisan bagaimana? Seharusnya, pada saat menerima warisan, WP melaporkan harta tersebut di SPT Tahunan bukan hanya di kolom harta, tetapi juga di kolom penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak. Atas harta warisan tersebut juga perlu dilakukan penelitian ulang apakah aspek perpajakan atas warisan tersebut sudah dilakukan atau belum. Misalnya, WP menerima warisan berupa sebidang tanah. Atas pengalihan hak atas tanah tersebut, WP dapat menerima fasilitas pembebasan PPh Final sepanjang memenuhi persyaratan yang berlaku. Contohnya, apakah tanah tersebut sudah dilaporkan oleh pewaris di SPT Tahunannya atau belum. Atau misalnya dalam hal terjadi pembagian hak bersama atas harta warisan, apabila sebagian hak tersebut dialihkan dari satu ahli waris ke sesama ahli waris lainnya, dalam hal pihak yang menerima tersebut bukan anak kandung atau orang tua kandung pewaris maka tetap terutang PPh Final. Belum lagi apabila tanah tersebut disewakan, maka tentu saja ada PPh Final atas penghasilan sewanya yang harus dibayarkan.

Atas harta yang belum dilaporkan ini juga ada satu aspek yang tidak semua WP melaporkan, yaitu keuntungan dari penjualan/pengalihan harta. Misalnya dulu saya beli tas merk HERPES seharga Rp 20 juta, lalu karena tas itu edisi terbatas maka saya berhasil menjual tas itu dengan harga Rp 50 juta. Maka atas selisih harga jual dengan harga beli tersebut harus saya laporkan di kolom penghasilan neto dalam negeri lainnya dalam SPT Tahunan sebagai keuntungan dari penjualan/pengalihan harta. Penghasilan ini tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh Final seperti pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang memiliki sertifikat hak milik. Apabila belum bersertifikat hak milik, maka hasil selisih keuntungan penjualan atas tanah dan atau bangunan tersebut bukan terutang PPh Final melainkan dilaporkan sebagai keuntungan dari penjualan/pengalihan harta di SPT Tahunan.

Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan ada peluang kesalahan menghitung pajak yang seharusnya dibayar, dan di sinilah program AP dapat menjadi solusi bagi WP yang tidak mau repot menelusuri histori pajaknya di masa lalu.

Kemudian muncul pertanyaan berikutnya: 'Kan atas harta tersebut kami sudah bayar pajaknya, buat apa sih dipertanyakan lagi? Nah, pajak yang dibayar atas tanah dan atau bangunan (PBB) dan pajak kendaraan bermotor itu termasuk dalam jenis Pajak Daerah, sama seperti pajak hiburan, pajak restoran, pajak reklame, dan sebagainya. Jadi sebenarnya kewajiban membayar Pajak Daerah terkait penggunaan Objek Pajak tersebut tentu saja berbeda dengan kewajiban melaporkan harta di SPT Tahunan.

Pajak Daerah ini nantinya akan dikelola oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk pembangunan di daerah tersebut. Semakin besar penerimaan daerah tersebut, maka daerah tersebut akan semakin berkembang, demikian pula sebaliknya. Hal ini tentu saja berbeda dengan pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Manfaatnya tentu lebih besar, sebab digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pembangunan sarana pendidikan dan kesehatan hingga ke pelosok daerah, dan sebagainya. Hal yang sangat memerlukan partisipasi dari kita semua.

Yah, itu kan kalau tidak dikorupsi, Mbak. Wah, kalau soal itu saya no comment deh. Kalau semua orang berpikir seperti itu dan tidak mau bayar pajak, alangkah kasihan sekali rakyat kita yang berada di bawah garis kemiskinan. Salah satu fungsi dari pajak 'kan redistribusi pendapatan, yaitu penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pembangunan nasional sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Semoga saja setelah membaca artikel saya yang panjang ini, para pembaca yang budiman memutuskan ikut program AP. Untuk lebih jelasnya silakan menghubungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat. Apabila pembaca memutuskan untuk tidak memanfaatkan program AP, silakan melakukan pembetulan. Kalau belum tahu caranya silakan membaca artikel saya sebelumnya. Kalau mau bayar kekurangan pajak yang harus dibayar silakan membaca artikel saya tentang cara membuat Kode Billing.


Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah mampir, share, dan komen :)

Next: Harta yang Harus Dilaporkan di SPT Tahunan

Jumat, 23 September 2016

BAGAIMANA SIH CARA BIKIN PEMBETULAN SPT TAHUNAN?

Lo, katanya kemarin mau nulis artikel tentang Amnesti Pajak (AP), kok yang dirilis malah artikel ini? Tenang, saya tetap akan menulis tentang itu tapi nanti dulu, sebab saya melihat di lapangan banyak sekali Wajib Pajak yang ingin melakukan pelaporan (atau pembetulan) SPT Tahunan 2015 ke belakang tetapi tidak tahu caranya. Sebagian besar dari mereka datang dengan kepanikan akibat informasi yang salah, jadi melalui artikel ini saya ingin mencoba memberikan informasi yang saya anggap relevan terkait hal terebut.

Saya tidak tahu dari mana awal mula bisa terjadi, banyak sekali Wajib Pajak (WP) yang buru-buru ingin melaporkan (atau membetulkan) SPT Tahunan 2015 ke belakang, bahkan ada yang bertanya, “paling lambat tanggal 30 September, ya Bu?” Saya yang ditanya tentu saja bingung. Setahu saya, tanggal itu adalah batas akhir pengenaan tarif untuk menghitung uang tebusan AP periode pertama. Jadi harusnya yang panik ingin memasukkan SPT Tahunan 2015 itu adalah Wajib Pajak yang ingin mengikuti program AP dengan tarif terendah (2%), itupun hanya bila WP belum melaporkan SPT Tahunan 2015 dan bukan WP baru. Dalam hal WP itu tidak mengikuti program AP, maka akan melaksanakan UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) dimana WP boleh melakukan pembetulan SPT kapan saja selama:
1. Terhadap SPT yang akan dibetulkan tersebut belum dilakukan tindakan pemeriksaan, tindakan verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, dan tindakan pemeriksaan bukti permulaan terbuka.
2. Khusus untuk SPT pembetulan yang menyatakan lebih bayar atau rugi, pembetulan SPT dapat dilakukan paling lambat dua tahun sebelum daluarsa penetapan.
Ini dalam hal pembetulan lo, dalam hal WP belum menyampaikan SPT Tahunan 2015 sama sekali namanya bukan pembetulan SPT tapi pelaporan yang terlambat. Jadi sebenarnya tidak perlu panik.

Atas keterlambatan pelaporan SPT Tahunan ini, akan dikenakan sanksi bagi WP Orang Pribadi sebesar Rp100.000,- dan sanksi bagi WP Badan sebesar Rp1.000.000,-. Denda ini berlaku sekali saja, dan dibayar nanti ketika ada Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan oleh KPP. Selama belum terbit STP ya tidak ada yg perlu dibayar. Jadi tidak perlu khawatir, sebab bila WP hanya melakukan pembetulan atas SPT Tahunan yang sudah dilaporkan tidak akan dikenai sanksi keterlambatan sepanjang tidak ada pajak yang memang harus dibayar. Lain halnya bila pembetulan itu memang menyebabkan kurang bayar, maka akan ada sanksi bunga atas keterlambatan bayar itu. Bayarnya kalau sudah ditagih ya. Dan bayarnya ke bank, bukan ke KPP. Tapi kalau hanya pembetulan harta, sepanjang semua penghasilan WP sudah dikenakan pajak sesuai aturan ya tidak ada sanksi apapun.

Nah, sekarang kita menuju inti dari tulisan ini. Cara melakukan pembetulan SPT Tahunan (contoh SPT Tahunan 2015) sebagai berikut:
1. Pastikan Tahun 2015 sudah lapor SPT dan ada dalam Sistem Informasi DJP. Ini penting sebab ada beberapa WP yang melapor melalui pos atau jasa kurir namun karena satu dan lain hal belum masuk ke dalam sistem. Pembetulan SPT tidak akan bisa diproses sepanjang SPT status normalnya belum diterima.
2. Silakan mengisi SPT dengan menggunakan formulir yang sama dengan ketika melapor sebelumnya. Dimungkinkan menggunakan formulir yang berbeda apabila memang diperlukan. Contoh kasus, misalnya ada pensiunan pns yang sebelumnya menggunakan fomulir pelaporan 1770 SS melakukan pembetulan menggunakan formulir 1770 sebab di tahun 2015 belum melaporkan PPh Final atas penyewaan rumahnya atau penjualan tanahnya, dsb.
3. Dalam hal pembetulan dilakukan secara manual (formulir kertas) maka silakan melampirkan salinan SPT normalnya dan meminta checklist kelengkapan pada peneliti SPT di KPP dan memasukkan SPT ke petugas penerima SPT di KPP untuk mendapatkan Bukti Penerimaan SPT.
4. Dalam hal SPT sebelumnya dilaporkan secara elektronik maka pembetulan akan dilakukan secara elektronik.
Begini caranya: Bagi WP OP yang ingin melakukan pembetulan elektronik silakan:
-    membuka laman www.djponline.pajak.go.id dan login;
-    masuk ke menu efiling, klik icon “Buat SPT”;
-    menjawab pertanyaan yang diajukan;
-   apabila sudah diketahui akan menggunakan formulir apa maka silakan mengisi tahun pajak dan pembetulan ke berapa;
-    otomatis masuk ke formulir elektronik yang sudah berisi data SPT normalnya;
-   edit atau tambahkan yang ingin dibetulkan. Misalnya bagian harta dan hutang. Lalu submit seperti pada proses normal.
5.  SPT pembetulan atau SPT dengan status terlambat lapor ditujukan ke KPP tempat terdaftar, bukan ke KPP lainnya, meski misalnya dulu WP karyawan lapor kolektif ke KPP dekat tempat kerjanya.

Cukup jelas, ya. Sebenarnya saya cukup mengerti kenapa WP panik, sebab ada pasal dalam UU Amnesti Pajak yang menyebutkan bahwa:
1.    Wajib Pajak yang telah mengikuti program Amnesti Pajak namun ditemukan adanya data mengenai Harta bersih yang kurang diungkapkan maka atas Harta dimaksud diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak sesuai dengan UU PPh dan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.
2.    Wajib Pajak yang tidak mengikuti program Amnesti Pajak namun ditemukan adanya data mengenai Harta bersih yang tidak dilaporkan maka atas Harta dimaksud diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan dan dikenai pajak serta sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Itupun ada klausul paling lama tiga tahun terhitung sejak UU AP ini mulai berlaku.

Masalahnya, di lapangan WP suka menyebut kalau sanksi 200% itu adalah sanksi bagi WP yang belum melaporkan hartanya dan tidak ikut AP. Opini ini cukup membuat panik, padahal sebenarnya tidak demikian.

Apalagi pasca terbitnya PER-11/PJ/2016, masih ada saja WP yang menanyakan tentang AP adalah sebuah pilihan. Padahal di PER tersebut sudah jelas mana saja yang subjek dan objek AP dan mana yang bukan. Sehingga dimungkinkan bagi WP untuk melakukan pelaporan terlambat atau pembetulan SPT dalam hal dia tidak ingin mengikuti AP, tentu saja dengan konsekuensi yang harus siap ditanggung. Apa sih itu? Selama WP tidak mengikuti AP, maka pelaporan atau pembetulannya belum inkracht (mempunyai ketetapan hukum yang tetap) sehingga masih dimungkinkan dilakukan klarifikasi data, pemeriksaan, dsb. Tetapi sepanjang WP mempunyai bukti yang kuat bahwa dia telah memenuhi semua kewajiban perpajakannya dan harta yang dilaporkan melalui pembetulan tersebut berasal dari penghasilan yang sudah dikenakan pajak semuanya ya tidak perlu risau.

Pembetulan ini juga sebaiknya tidak dilakukan untuk SPT Tahunan 2015 saja, sebab dalam hal tidak ikut AP kan WP masih harus memperbaiki SPT sesuai tahun perolehan harta, agar fiskus dapat melakukan analisis tingkat perbandingan antara penghasilan yang diterima dengan nilai aset pada saat diperoleh, sudah wajar atau belum. Apabila belum tentu saja akan dilakukan klarifikasi data. Dalam hal ini, WP tidak perlu takut, cukup menjelaskan dengan menyertakan bukti yang ada. Agar lebih jelas silakan langsung konsultasi dengan Account Representative di KPP terdaftar.

Beda sekali perlakuannya dengan bila memilih AP, WP tidak akan dilihat lagi kesalahannya di masa lalu. Ibaratnya ini jalan tol yang mulus menuju lembaran baru dengan DJP. Bayar uang tebusan sih, tapi tidak perlu lagi takut diperiksa. Yang satunya lagi jalan umum yang macet dan berliku, tapi selama WP telah memenuhi kewajibannya seharusnya tidak akan ada masalah.

Soal Subjek AP ini sudah jelas, yaitu WP yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan. Siapakah itu? Ya yang sudah punya NPWP. Sebab kewajiban lapor SPT itu menempel ke kepemilikan NPWP, bukan karena punya penghasilan atau tidak. Sebab sering sekali saya menemui kasus banyak WP yang tidak melapor sebab sudah resign dari pekerjaan tetapnya atau karena merasa sudah dipotong pajaknya oleh kantor. Inilah hal yang harusnya diperbaiki.

Di PER-11/PJ/2016 juga disebutkan bahwa dalam hal WP OP berpenghasilan di bawah PTKP pada Tahun Pajak Terakhir dan Subjek Pajak Luar Negeri bukan termasuk Subjek AP, sehingga sanksi yang saya sebutkan di UU AP di atas tidak akan diterapkan. Jadi untuk yang penghasilannya di bawah PTKP pada Tahun 2015 tidak perlu khawatir, patokannya itu. Lha wong buat makan sehari-hari aja sulit dan aslinya memang tidak wajib punya NPWP, bagaimana mau membayar uang tebusan. Hanya saja kembali lagi, sepanjang WP itu punya NPWP ya tetap wajib lapor meskipun dengan status Nihil.

Soal warisan yang belum terbagi juga masih menjadi pertanyaan. Padahal jelas bahwa itu bukan Objek AP selama diterima oleh:
1. ahli waris yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak; atau
2.  harta warisan sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan pewaris.
Justru banyak WP yang ingin mengikuti AP setelah tahu ada fasilitas pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dalam hal terdapat perjanjian pengalihan hak dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017. Sebagian besar mendeklarasi harta tambahan atas warisan berupa tanah dan/atau bangunan yang diterima dan belum dibalik nama sebab ingin mengajukan Surat Keterangan Bebas PPh. Mungkin mereka telah menghitung dan menyadari bahwa daripada membayar 2,5% dikalikan jumlah bruto nilai pengalihan, ternyata lebih menguntungkan membayar Uang Tebusan dengan tarif 2% dikalikan nilai wajar menurut WP pada 31 Desember 2015.

Dalam hal hibah juga ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.   penerima hibah adalah keluarga sedarah dalam garis keturunan satu derajat; dan
2.  diterima oleh orang pribadi penerima hibah yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak; atau
3.   harta hibahan sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pemberi hibah.
Jadi bila hibahnya dari kakek atau saudara lainnya, maka tetap sebagai Objek AP.

Masalahnya di sini, tidak dijelaskan baik di dalam PER-11/PJ/2016 maupun di lampirannya PTKP manakah yang digunakan. Dalam beberapa kesempatan di media massa dan press release Kementerian Keuangan, PTKP yang digunakan adalah PTKP 2016 yaitu sebesar Rp54 juta untuk status WP single tanpa tanggungan. Tetapi bisa juga fiskus menggunakan PTKP 2015 yaitu sebesar Rp36 juta. Hal ini masih menjadi pertanyaan di lapangan dan berpotensi terjadi dispute sehingga memerlukan penegasan lebih lanjut.

Wah, panjang juga ya bahasan kali ini. Semoga bisa memberikan sedikit pencerahan dan bisa meredam keresahan yang beredar. Dengan mengisi kolom harta dan utang dengan benar (yaitu sesuai kondisi per 31 Desember masa pajak yang dilaporkan) maka akan sangat membantu fiskus dalam melakukan pengawasan dan melakukan uji kepatuhan WP. Mengisi SPT dengan benar adalah langkah awal mencegah negara kita dari kemunduran pembangunan.

Semoga tulisan ini juga bisa membantu mengurangi beban kerja teman-teman di KPP dalam memberikan layanan konsultasi bagi WP. Tetap semangat dan jaga kesehatan ya, perjuangan kita masih panjang. Ingatlah bahwa bila kita letih melakukan kebaikan maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan itulah yang abadi.

Untuk informasi yang valid seputar Amnesti Pajak, silakan kunjungi laman resmi http://www.pajak.go.id/amnestipajak atau layanan telepon 1500745 atau KPP terdekat. Manfaatkan kesempatan yang ada sebelum periode pertama ini berakhir dengan sebaik-baiknya ya :)

Terima kasih sudah berkenan mampir, komen, dan membagikan informasi ini!

Baca juga: Cara bikin kode Billing pakai HP.

Next: Kenapa Sih Harus Lapor Harta di SPT Tahunan? dan Harta Apa Saja Sih yang Harus Dilaporkan di SPT Tahunan?

Catatan : Setelah tulisan ini diposting, pada tanggal 23 September 2016 Dirjen Pajak menerbitkan SE-43/PJ/2016 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Pelaksanaan PER-11/PJ/2016, yang menjelaskan bahwa PTKP yang dimaksud pada PER-11/PJ/2016 adalah sebesar Rp54 juta untuk status WP single tanpa tanggungan. 

Kamis, 15 September 2016

#FFKamis - KISAH MALAM JUMAT

Sumber

Rimbunnya pepohonan yang menghalangi sinar purnama menambah sempurna suasana mencekam di hutan ini. Kupercepat langkahku.


Srek...srek...srek.


Cih, jangan-jangan pria hidung belang lagi!


Bunyi langkah kaki itu makin mendekat. Apa sih maunya lelaki-lelaki itu? Bukan salahku kan kalau tubuhku seksi dan semok?


“Suit-suiiit!”


Huh, berani-beraninya bersiul di balik punggungku! Bosan kudengar penduduk kampung berbicara ini dan itu. Tentang aku yang penggoda lah, aku si penjerat pria lah, bla-bla-bla.... Nyatanya?


Tiba-tiba sebuah sentuhan kurasakan di bahuku, reflek kutepis.


“Sudah kubilang berapa kali jangan ganggu akuuu!”


Seperti kuduga, lelaki itu pingsan. Rupanya rambut panjangku hanya mampu menutupi lubang di punggung, tidak di dadaku.


Jumlah kata: 100 kata.

Rabu, 24 Agustus 2016

Bikin Kode Billing Pakai HP? Kenapa Tidak?



Di postingan sebelumnya, saya sudah membahas tentang apa itu e-Billing dan bagaimana cara membuat Kode Billing melalui layanan mandiri yang ada di KPP. Nah, kali ini saya akan membahas tentang membuat Kode Billing melalui HP. Ya, HP!
Ada 2 cara membuat Kode Billing menggunakan HP:
1.Daftar DJP Online menggunakan browser HP dengan langkah-langkah pada postingan saya sebelumnya, atau
2.Layanan pembuatan Kode Billing melalui SMS. Saat ini hanya disediakan oleh operator Telkomsel. Pada postingan ini akan saya terangkan beserta ilustrasinya.

Tips Daftar DJP Online Melalui Browser HP
Ini penampakan kalau mau daftar akun DJP Online via browser HP:


Terbatas banget ya, silakan scroll ke bawah pada layar HP Anda agar tampilan lebih lengkap
Biasanya, ketika saya sulit mengakses laman ini melalui browser PC/laptop, saya akan mengakses melalui browser HP sebab lebih mudah dan jarang error (asal kuota internet masih ada, lo). Kendalanya mungkin karena tampilannya agak berbeda dengan yang di PC/laptop, ada kemungkinan Wajib Pajak (WP) belum familiar dengan penggunaan fitur yang ada. Kali ini akan saya berikan tips yang saya rasa penting dan sering saya temui ketika menerima konsultasi dari WP:
a. Tips pertama, jangan sekali-kali memasukkan EFIN ke dalam kolom “Password” halaman login DJP Online! Beberapa kali saya menerima curhatan WP mengenai hal ini. EFIN bukan password. Password itu dibuat oleh kita sendiri waktu mendaftar lo. Jangan lupa, buat password minimal 6 karakter, mau huruf, angka, kombinasi huruf dan angka, tanggal pernikahan, ultah pasangan, apa saja boleh.
b. Setelah klik “Daftar” lalu tiba-tiba muncul pesan seperti ini bagaimana dong?


Tenang...jangan panik!
Artinya NPWP tersebut sudah terdaftar dan harus masuk dengan password yang (dulu) pernah dibuat. Nah, biasanya WP curhat lagi, “Mbak, saya kan lupa password-nya,” atau “Mbak, saya kayaknya gak pernah daftar DJP Online, deh.” Kalau sudah begitu biasanya saya sarankan untuk mengikhlaskan, prinsip saya sih yang berlalu biarlah berlalu, jadi baiknya kita cari solusi untuk mengatasinya.

Yang bisa kita lakukan adalah kembali ke halaman depan dan melakukan reset password dengan meng-klik tulisan "reset" di bawah kotak isian kode keamanan. Lalu silakan mengisi kolom yang perlu diisi.

c. Setelah klik “Daftar” tapi link aktivasi tidak kunjung diterima lalu bagaimana dong?
Tenang, tinggal klik di sini saja ya, lalu ikuti petunjuknya.


Klik "di sini" yaa

d. Sudah sukses mendaftar nih! Tapi kok tidak ada menu e-Billing-nya?
Tenang, kita bisa edit sendiri kok, seperti ini:


Klik di "Profile" untuk mengubah akses
Lalu edit di bagian ini:


Silakan tambahkan centang pada kotak pilihan e-Billing dan klik "Ubah Akses"

Biasanya akan muncul tulisan seperti ini:
Tenang...jangan panik! Silakan mengulang lagi langkah sebelumnya dan klik "Ubah Akses" lagi


Voila!!
Bila kita login ulang maka nanti akan muncul icon e-Billing, jadi tinggal meneruskan langkah selanjutnya sampai terbit Kode Billing (silakan baca postingan sebelumnya).
 
Layanan pembuatan Kode Billing melalui SMS
Satu lagi cara membuat Kode Billing yang cukup inovatif, yaitu melalui layanan SMS yang disediakan oleh Telkomsel. Langkahnya sebagai berikut:
1. Ketik *141*500#, kemudian akan muncul tampilan ini:
2. Bila WP ingin melakukan registrasi User Billing, silakan tekan angka 1. Bila tidak, maka WP hanya akan membuat ID Billing tanpa registrasi User, silakan tekan 2. Kelebihannya, bila mendaftar dulu maka WP tidak perlu input NPWP tiap kali membuat Kode Billing. Kekurangannya, WP tidak dapat membuat Kode Billing untuk lebih dari satu NPWP. Sebaliknya, bila WP tidak meregistrasi terlebih dahulu, maka WP bisa membuat Kode Billing untuk lebih dari satu NPWP.
3. Silakan ikuti petunjuk dari operator tersebut sampai berhasil mendapat Kode Billing.

Cukup jelas ya penjelasan dari saya. Apabila ada yang ingin ditanyakan silakan menghubungi kantor pelayanan pajak tempat terdaftar masing-masing atau di saluran 1500200. Terima kasih sudah berkenan mampir, share, dan komen :)