Selasa, 21 Mei 2019

Lawan Transaksi Menunjukkan Surat Keterangan, Potong PPh atau Tidak?

Sejak awal aturan PP 23 Tahun 2018 terbit, banyak yang bertanya: ketika membayar tagihan kepada lawan transaksi berstatus UMKM (omzet di tahun lalu di bawah Rp4,8 miliar) dan dapat menunjukkan Surat Keterangan PP 23, apakah tetap dipotong Pajak Penghasilan (PPh) atau tidak? Kalau iya, berapa persen?

Untuk menjawab itu, mari kita telaah bersama aturan PMK-99/PMK.03/2018. Petunjuk pelaksanaannya ada di Pasal 4. Di pasal ini dijelaskan kalau ada 2 mekanisme pelunasan PPh UMKM ini:

1.Wajib pajak UMKM menyetor sendiri dengan:
- tarif 0,5% dari omzet per bulan menggunakan SSP;
- dilakukan untuk tiap kegiatan usaha;
- menggunakan kode 411128-420;
- disetorkan tiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
- kalau sudah setor maka dianggap sudah melaporkan. Tidak wajib lapor bukan berarti kewajiban ini tidak boleh dilakukan. Misalkan wajib pajak UMKM ingin melapor tentu saja boleh. Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;

- kalau tidak ada omzet di bulan tertentu, maka tidak wajib melakukan pelaporan untuk masa tersebut.

Biasanya yang melakukan penyetoran sendiri adalah wajib pajak UMKM yang melakukan usaha dagang dan tidak bertransaksi dengan Bendaharawan Pemerintah. Selain wajib pajak tersebut, selama mempunyai Surat Keterangan PP 23 dan belum dipotong PPh Final UMKM oleh lawan transaksi maka harus menyetorkan PPh Final UMKM sendiri.


Selanjutnya kita bahas yang kedua, yaitu:

2.PPh UMKM dipotong/dipungut oleh Pemotong/Pemungut Pajak.

Selanjutnya, di Pasal 4 ayat 7 dan ayat 8 dibedakan perlakuan untuk pembelian/penggunaan jasa dan impor/pembelian barang. Di sinilah kuncinya.

a.Apabila yang diserahkan adalah jasa.
Maka tidak perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2%, melainkan memotong PPh Final UMKM sebesar 0,5% terhadap lawan transaksi yang mempunyai Surat Keterangan PP 23. 


Pemotongan ini dilakukan untuk setiap transaksi penyerahan jasa yang merupakan objek PPh UMKM. Pastikan lawan transaksi menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23, untuk disimpan sebagai arsip apabila sewaktu-waktu ada pemeriksaan dari kantor pajak.

Bagaimana cara memotong atau memungutnya? Pemotong atau pemungut membuat kode billing PPh Final UMKM 0,5% dengan kode 411128-423 untuk NPWP lawan transaksi UMKM.

Jadi, pembeli/pengguna jasa yang membuat kode billing, hanya saja untuk NPWP lawan transaksi. Caranya bagaimana? Silakan klik “NPWP Lain” ketika membuat kode billing di situs DJP Online. Pastikan agar tidak salah dalam membuat kode billing.

Penyetoran pajak paling lambat dilakukan tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Surat Setoran Pajak (SSP) berupa kode billing dan bukti pembayaran ini dipersamakan dengan bukti pemotongan/pemungutan PPh dan harus diberikan kepada lawan transaksi UMKM tersebut.

Selanjutnya, muncul pertanyaan: perlu lapor atau tidak?

Kalau merujuk PMK ini pemotong memang harus lapor paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. SSP penyetoran dipersamakan dengan bukti potong. Terkait teknis kewajiban pelaporan ini silakan berkonsultasi dengan petugas Account Representative masing-masing agar mendapat petunjuk lebih jelas.

b.Transaksi impor atau pembelian barang yang seharusnya dikenakan PPh Pasal 22.

Atas transaksi ini tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 22 dan wajib pajak UMKM harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada Pemotong/Pemungut Pajak. Selanjutnya dilakukan pemotongan/pemungutan PPh Final UMKM 0,5% oleh pemotong/pemungut pajak sesuai Pasal 4 ayat 1 (b). 


Atas penyetoran ini dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 4 Ayat 2 pemotong/pemungut, sama seperti pada transaksi penyerahan jasa (poin a) di atas. 

Menurut penulis, sosialisasi kepada pemotong/pemungut PPh Final UMKM sangat penting untuk memastikan PPh Final ini disetorkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sebab masih terdapat pemikiran bahwa perlakuan pemotongannya sama seperti PP 46.

Demikian semoga bermanfaat. 


Update tahun 2020: Terdapat perubahan mekanisme pemotongan PPh Final UMKM karena penerapan insentif pajak untuk UMKM sesuai PMK-44 Tahun 2020 (Baca di sini).

*Tulisan ini adalah pendapat penulis pribadi dan tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.


Baca juga seri PP 23:
Belajar PPh UMKM untuk WP Baru

Rabu, 08 Mei 2019

Lapor Pajak, Sekarang Banyak Kemudahan

Editor: Riza Almanfaluthi

Musim itu telah tiba, musim penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang mulai bergulir sejak Januari sampai April 2019. Untuk wajib pajak orang pribadi berakhir pada 31 Maret 2019, sedangkan wajib pajak badan pada 30 April 2019.

Tahun ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengubah proses bisnisnya sehingga memberikan kemudahan dan pelayanan yang lebih baik lagi untuk wajib pajak.

Alternatif Penyampaian SPT yang Beragam
Terdapat beberapa alternatif bagi Wajib Pajak untuk melaporkan SPT, yaitu disampaikan melalui efiling, langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), pos dengan bukti pengiriman surat, atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Untuk penyampaian SPT via efiling, saat ini DJP telah menyediakan tiga saluran bagi wajib pajak antara lain: laman DJP, saluran lain yang ditetapkan DJP, dan laman penyalur SPT elektronik. Laman DJP dapat diakses di www.djponline.pajak.go.id dan menyediakan kanal pelaporan untuk semua jenis SPT Tahunan, SPT Masa PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 15, PPh Pasal 4 ayat (2), dan PPN 1111.

Laman ini juga menyediakan aplikasi E-Form sebagai saluran lain yang ditetapkan DJP dan dapat digunakan untuk melaporkan SPT Tahunan jenis formulir 1770 S, 1770, dan 1771. Aplikasi ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu setelah diunduh dari sistem dapat diisi di luar jaringan (offline), sehingga menghemat penggunaan data internet dan wajib pajak dapat menyelesaikan pengisiannya lebih dari satu waktu.

Selain aplikasi E-Form untuk penyampaian SPT Tahunan, terdapat inovasi terkait SPT Masa yaitu e-Bupot dan efaktur. Aplikasi e-Bupot adalah aplikasi untuk membuat bukti potong PPh Pasal 23/26, membuat kode billing sesuai kode jenis pajak dan kode jenis setoran atas bukti pemotongan, dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26.

Untuk aplikasi efaktur sendiri, pada 1 Oktober 2017 DJP telah meluncurkan aplikasi efaktur berbasis situs (web based) dan efaktur host-to-host untuk memberikan kemudahan penyampaian SPT Masa PPN bagi PKP tertentu.

Penyalur SPT elektronik adalah pihak yang ditunjuk oleh DJP untuk menyalurkan SPT dalam bentuk dokumen elektronik ke DJP melalui laman Penyalur SPT elektronik. Saat ini, terdapat tujuh Penyalur SPT elektronik yang resmi ditunjuk oleh DJP, yaitu: www.spt.co.id, www.pajakku.com, www.eform.bri.co.id, www.online-pajak.com, aspbni.bni.co.id, klikpajak.id, dan PT Prima Wahana Caraka.

Jumlah ini lebih banyak dibandingkan pada tahun lalu yang menyediakan empat Penyalur SPT elektronik. Penambahan ini tentunya akan makin memudahkan wajib pajak, terutama bagi wajib pajak tertentu yang wajib efiling.

Seputar Efiling
Terdapat tiga jenis kondisi wajib pajak tertentu yang wajib menyampaikan SPT secara efiling. Pertama, penyampaian SPT Tahunan Badan oleh wajib pajak yang terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar.

Kedua, penyampaian SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk dokumen elektronik. Ketiga, penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 bagi wajib pajak badan yang telah diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 secara elektronik.

Ketentuan pelaporan secara efiling juga wajib dilakukan oleh pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah Pusat, Bendahara Pemerintah Daerah, dan Kepala Urusan Keuangan yang belum memenuhi kewajiban penyampaian SPT dalam bentuk dokumen elektronik.

Apabila pemungut PPN itu terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, dan/atau sudah pernah menyampaikan SPT Masa dalam bentuk elektronik maka wajib menyampaikan SPT via efiling.

Sekarang, wajib pajak tersebut tidak perlu lagi mengantre di KPP untuk melaporkan pajaknya. DJP juga telah merilis e-Billing versi 2.0 sebagai layanan pembuatan billing massal. Layanan ini terutama untuk memberikan kemudahan bagi Bendahara atau pemungut PPN yang mempunyai volume pembuatan kode billing dan transaksi pembayaran yang tinggi.

Tak Melulu Efiling

Selain wajib pajak di atas, wajib pajak lain masih dapat menyampaikan SPT secara langsung ke KPP, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.

Kewajiban penyampaian SPT secara langsung dilakukan di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) tempat wajib pajak terdaftar, termasuk Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang berada dalam wilayah KPP tempat wajib pajak terdaftar.

Selain itu, DJP juga menyediakan tempat lain berupa Layanan Pajak di Luar Kantor. Layanan Pajak di Luar Kantor ini biasanya berupa Pojok Pajak atau Unit Mobil Pajak (Mobile Tax Unit/MTU) yang disediakan KPP atau KP2KP tempat wajib pajak terdaftar.

Untuk lebih memudahkan wajib pajak, DJP memberikan pengecualian bagi wajib pajak berstatus karyawan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dengan jenis formulir 1770 S atau 1770 SS yang berstatus Nihil atau Kurang Bayar, bukan merupakan SPT Pembetulan, disampaikan dalam bentuk formulir kertas, dan disampaikan sampai dengan batas akhir pelaporan SPT Tahunan. Wajib pajak ini boleh menyampaikan SPT Tahunan ke TPT atau Layanan Pajak di Luar Kantor selain tempat dia terdaftar.

Bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat disampaikan ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Terdapat ketentuan lebih detil yang mengatur agar wajib pajak mengirimkan satu SPT dalam satu amplop tertutup dengan satu tanda bukti pengiriman surat.

Wajib pajak harus membubuhkan informasi NPWP, jenis SPT, Masa /Tahun Pajak, dan status SPT pada amplop tersebut. Selain itu, tanda bukti pengiriman surat sekurang-kurangnya harus memuat nama dan NPWP, jenis SPT, dan Masa/Tahun Pajak. Khusus untuk SPT dengan status Lebih Bayar, wajib pajak harus menggunakan layanan pengiriman khusus sehingga SPT diterima KPP selambat-lambatnya tiga hari setelah tanggal pada tanda bukti pengiriman surat.

Memberikan Kemudahan dan Menjamin Kepastian Hukum

Dengan pengaturan lebih detil terkait pengiriman SPT melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, memberikan jaminan kepastian hukum bagi wajib pajak dan memperkecil timbulnya konflik atau sengketa di kemudian hari atas status penyampaian SPT wajib pajak.

Selain itu, saat ini DJP juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melengkapi SPT. Wajib pajak yang melaporkan SPT melalui efiling tidak perlu lagi mengunggah Surat Setoran Pajak (SSP) selama Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) pada SSP telah dicantumkan dalam SPT. Wajib pajak juga tidak perlu lagi menyatukan semua dokumen kelengkapan SPT untuk diunggah melalui efiling. Dokumen tersebut dapat diunggah satu per satu.

Melalui penyempurnaan peraturan perpajakan dan penyederhanaan proses bisnis yang merupakan dua dari lima pilar reformasi perpajakan, DJP memastikan komitmen dan konsistensinya. Berbagai kemudahan yang disuguhkan kepada wajib pajak dan beragam inovasi di bidang teknologi merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan lagi, menuju layanan perpajakan berkelas dunia. (ED/RZ)

Yubitsume

Editor: Riza Almanfaluthi

Pria dengan tubuh penuh tato itu masygul. Matanya nanar menerawang ke depan. Ketika reporter majalah Prancis L’Expansion mewawancarainya delapan tahun lalu, ia mengawali sesi itu dengan pernyataan muram, “Kami harus mengevolusi bisnis model kami.”



Masatoshi Kumagai saat itu telah membaca, gelombang perubahan zaman pelan-pelan akan menyapu bisnis sindikatnya. Itu bukan semata-mata sebab tekanan berat otoritas kepolisian Jepang atau Undang-Undang Anti Yakuza yang telah direvisi tiga puluh dua kali. Sebagai pimpinan dari klan Inagawa-kai, ia telah terlatih untuk menangkap berbagai macam pertanda dan ada lawan tak kasat mata yang lebih menakutkan baginya.

Tak semua pemimpin mampu membaca sinyal-sinyal perubahan dan bereaksi positif terhadapnya. Setiap pemikiran manusia adalah produk dari masa lalu. Perubahan yang datang tiba-tiba terkadang membuka jurang antara masa lalu yang penuh dengan kenyamanan dan masa depan yang penuh ketidakpastian.

Setiap fase perubahan selalu diawali dengan penyangkalan. Tak banyak yang tahu, pada 1975 seorang teknisi Kodak berhasil membuat kamera digital pertama. Ketika ia mempresentasikan hasil temuannya, orang-orang di bagian bisnis menertawakannya. Orang-orang pemasaran bahkan lebih memilih dihajar pendatang luar daripada membunuh produk mereka sendiri.

Hal itu berbeda dengan reaksi di tubuh pesaing mereka, Fuji. Mereka fokus pada laboratorium film digital dan menggelontorkan dana besar-besaran untuk pengembangan kamera digital dan produk-produk digital lainnya. Mereka lebih memilih untuk menghabisi produk lama secara perlahan dan dengan cerdas menciptakan pasar untuk produk baru mereka.

Setelah fase penyangkalan, ada pula fase kemarahan sebagai respons negatif atas derasnya gelombang perubahan. Seperti Kodak yang masih saja tak kunjung belajar dari kegagapan membaca perubahan. Membaca memang tak sama dengan melihat. Setelah sibuk menghadapi resistensi dari internal, pada 1990-an mereka baru mencoba peruntungan dengan kamera digital dan sempat berkolaborasi dengan Apple. Namun, keputusan eksekutif yang terlalu lamban menyebabkan pemecatan massal 27 ribu pegawai Kodak.

Setelah itu, Kodak mencoba peruntungannya di printer foto. Namun siapa yang tertarik mencetak foto ketika dengan mudah bisa diunggah di dunia maya? Di saat yang sama, terjadi perang dagang dengan Amerika. Jepang dibanjiri dengan perusahaan yang memproduksi rol-rol film dengan harga lebih murah. Kodak lalu sibuk mengkritisi pemerintah, menuding kurangnya proteksi dari kementerian perdagangan, dan menyalahkan kebijakan negara lain. Energi mereka habis tanpa sempat mengevaluasi dan mencari penyebab kekalahannya.

Puluhan tahun kemudian, ketika rol-rol film telah ditinggalkan di museum, Kodak tersungkur keluar dari arena, grup perusahaan Fuji–yang pada akhirnya tak bisa lolos dari badai disrupsi dunia digital—mengambil keputusan untuk merambah bisnis waralaba kedai tempat nongkrong para milenial.

Fase lain setelah kemarahan adalah fase meratap. Perenungan sebagai buah kesadaran atas kegagapan menghadapi perubahan jelas lebih baik daripada penyesalan karena tenggelam dalam amarah yang berkepanjangan. Blackberry pernah di fase ini, ketika pada 2014 pangsa pasarnya terjun bebas hingga lebih dari 90 persen. Penyangkalan dan sikap menipu diri terus terjadi hingga dua tahun kemudian perusahaan ini mengumumkan untuk menutup bisnis ponselnya pada September 2016.

Perusahaan ini, seperti juga perusahaan kelas dunia lainnya, telah terbiasa bermandikan cahaya. Sayangnya, cahaya yang terlalu terang kadang membutakan mata para pemimpinnya dalam melihat kebenaran. Kegelapan dan keheningan kadang diperlukan agar para pemimpin mampu memilah mana jalur yang benar, lalu kemudian berbalik arah secara harmonis dalam mengarungi gelombang perubahan.

Masa-masa kegelapan Blackberry tak berlangsung lama. Di tahun yang sama, Blackberry tumbuh menjadi salah satu penyedia sistem keamanan siber terbaik di dunia. Fase penyangkalan dan kemarahan tak dibiarkan menggerogoti perusahaan ini. Pendapatan segmen perangkat lunaknya melesat tumbuh sebesar 111 persen di kuartal kedua 2016.

Fase terakhir adalah fase adaptasi. Di fase ini, sebuah organisasi telah berdamai dengan badai yang menerjang. Para pemimpin telah menemukan peta yang benar dan belajar dari kepahitan fase-fase sebelumnya. Di fase inilah Yamagumi-guchi memutuskan untuk merekrut anggotanya via daring.

Organisasi Yakuza terbesar di Jepang ini meluncurkan situs resmi pada April 2014. Mereka menyadari bahwa anggota-anggota barunya adalah aset, alih-alih properti, yang memerlukan peningkatan kapasitas untuk mempertajam gerak langkah organisasi. Untuk melancarkan komunikasi antara pemimpin dan anggota, mereka menerbitkan majalah untuk lebih dari 27 ribu anggotanya.

Mereka menciptakan pencitraan baru untuk organisasi. Pola-pola bisnis di dunia hitam perlahan berubah bentuk menjadi kejahatan kerah biru. Tato dan ritual-ritual kuno tak lagi relevan, kesetiaan ditandai dengan kontribusi dan inovasi anggota. Yubitsume sebagai bentuk keterikatan dengan organisasi yang diwariskan turun-temurun perlahan sirna, menandai dinamika baru organisasi yang lebih egaliter dan terbuka.

Setiap fase mempunyai masa intermediasi tersendiri. Panjang atau pendek masa itu tergantung dari tingkat kelembamam dan ketangkasan pemimpinnya. Tingkat kelembamam itu bergantung dari pengetahuan dan pengalaman yang membentuk pola pikirnya. Seberapa terbuka dan seberapa tangkas menghadapi geliat perubahan, atau memutuskan berhenti bergerak dan tegak berdiri di tubir jurang perubahan.

Sebagaimana petuah bijak dari Nathanael Braden, “Langkah pertama menuju perubahan adalah kesadaran. Langkah kedua adalah penerimaan.” [Ed][Rz]


Artikel ini sebelumnya telah tayang di majalah IntaxDJP edisi Januari 2019.