Sabtu, 27 Desember 2014

(BUKAN) REINKARNASI



Hari ini penduduk kampung geger karena bayi sang Saudagar lahir dengan wajah seperti babi. Semua orang berduyun-duyun menilik karena penasaran dan mencari bahan gunjingan. Saudagar yang pelit itu kehilangan muka dan harga dirinya. Banyak orang mencibir dan berkata itu buah kesalahannya. Seandainya dia mengurangi sifat kikir dan serakahnya akan harta, mungkin dia tidak akan menanggung karma. Banyak juga orang bilang, anak itu dulunya reinkarnasi babi yang gagal, sebagai ganjaran bagi Saudagar atas pelanggaran pantang memakan makanan haram. Omongan-omongan itu mendorong dia menemuiku, untuk mencari fatwa dan penentraman kalbu.


“Pak Tetua, bagaimana ini? Saya akui pernah makan babi sekali. Patutkah Tuhan menghukumku seberat ini?”


“Tuhan tidak perlu kepatutan dalam memberi balasan. Kau yang melanggar, tentu kau yang harus merasakan.”


Akhirnya dia pulang dengan wajah pasi, seperti menyesal memutuskan datang ke sini.


Lain waktu istrinya datang dengan tangis berurai.


“Pak Tetua, saya akui pernah khilaf sekali. Saya tak menyangka perbuatan saya itu menyebabkan hal seburuk ini. Saya tak tahu lagi harus mengadu pada siapa. Berat sekali beban dalam hati saya. Saya... saya pernah sekali berhubungan dengan babi, itu pun karena suami saya pergi berlayar lama sekali.”


Mataku terbelalak. Nista, sungguh nista. Rupanya bayi itu hasil perbuatanku dulu saat berlatih ajian berganti rupa.

Sumber

Jumlah kata : 200 kata

Kamis, 25 Desember 2014

DARI SUDUT KAFE



Sumber

Jangan tanya kenapa aku suka berdiam di kafe ini. Bukan suka, tuntutan pekerjaan, tepatnya. Tugasku memastikan ratusan pengunjung datang setiap harinya, tidak untuk berlama-lama, karena berpotensi mengurangi calon pengunjung yang akan datang ke sini. 

Majikanku, pemilik tempat ini, telah memberiku beberapa instruksi. Ada beberapa pengunjung yang mesti dibasmi. Pertama, yang suka duduk berlama-lama hanya memesan secangkir kopi saja. Jenis pelanggan seperti ini biasanya macam dua : penulis yang sedang membuat cerita atau mahasiswa yang menyelesaikan tugasnya. 

Selanjutnya perkumpulan arisan yang malas menyewa tempat. Yang terakhir inipun aku tak suka. Mereka suka mendaraskan doa. Membuat tubuhku terbakar dan ingin menghilang saja.


Jumlah kata : 100 kata

Selasa, 23 Desember 2014

MESIN PELAGANG WAKTU



Sungguh tak pernah kusangka, ternyata begitu rupa asyiknya berkelana. Tak pernah kutahu ke mana mesin ini membawaku, atau melemparku dalam petualangan baru. Ah, pantas saja Kakek dulu sering maherat beberapa masa, membuat kami kelimpungan mencarinya. Kakek yang aneh namun jenius, yang setiap dongeng dan ajarannya membuatku terbius. Hilang bosan mendengarnya seharian, dulu, sebelum terakhir beliau pergi.

Kupencet lagi tombol warna biru, mencoba kembali peruntunganku. Kuharap tak sesial sebelumnya, tombol merah membuatku celaka. Napasku masih memburu, terengah-engah setelah terdampar di zaman batu. Kali ini aku tak mau lagi dikejar-kejar manusia gua atau hewan prasejarah. Kutangkupkan kedua tangan lalu berdoa. Kupejamkan mata yang nyaris gagal melawan bias sinar dari luar, begitu kuat seperti menelanku dalam ledakan besar. Lalu tubuhku seperti tak terkendali, terhempas ke sana ke mari. Begitulah selalu terasa seperti sebelumnya, hingga tegak kakiku menapak tanah.

Sumber

Kuterhenyak saat membuka mata. Ah, ini era yang berbeda! Banyak benda terbang melayang dan semua orang berbaju menerawang. Benar-benar seperti dalam film fantasi, hal-hal mustahil terjadi. Hewan-hewan bisa bicara, robot-robot menjelma manusia. Kutampar pipiku berkali-kali, meyakinkan diriku sendiri.


“Obi?” sebuah suara memanggilku. Sebelum sempat menoleh, sebuah toyoran mendarat di kepalaku.


“Ngapain di sini? Tak labut kau ikuti jejakku! Berbahaya tau!”


“Lah, Kakek sendiri ngapain?” balasku. Salah sendiri menghilang tanpa jejak. Salah sendiri meninggalkan mesin itu menyala, batinku.


“Sebenarnya sih, kakek lupa koordinat terakhir mesin itu. Kakek juga lupa perhitungan dimensi waktu untuk pulang. Kakek sudah lelah menghitung sembilan kombinasi rumus kuantumnya.”


Senyumku mengembang, masih ada sembilan puluh satu kali lagi kesempatanku bertualang.

Jumlah kata : 250 kata

Senin, 22 Desember 2014

AKU DAN KAMU YANG MENYATU



Sudah lama aku menginginkan perpisahan, namun tak mampu kulakukan. Aku dan kamu terlanjur menyatu. Terjebak dalam satu tubuh. Meski seringkali aku tak setuju dengan pemikiranmu, namun apalah dayaku. Kaulah lagi yang mengambil kendali atas keputusanmu.

Sumber
Seperti hari itu, satu lagi tindakan bodohmu yang tak bisa kuganggu. Kau gergaji semua anak tangga menuju pembebasanmu, menghamba pada bara masa muda. Kau puja dan kau kecap sepuasnya. Segala haram kau terkam, segala tabu kau serbu. Tenggelam dalam nafsu menggebu. Sampai matamu nyalang hanya kuasa menatap api yang nyala dalam kegelapan, tanpa dapat melihat langit cerah di luar sana benderang. Nyata dalam gelap, buta dalam terang. Sedang aku hanya diam tergugu, mengkerut di sudut, hanya kau anggap angin lalu. Tak kau peduli meski perih hati dan panjang lidah ini menasihati. Seperti gema yang memantul, terpaksa kutelan sendiri. Gaungnya merontokkan pendengaranku, melantakkan penglihatanku.

Lidahku kelu, akupun bisu. Akupun tuli. Akupun buta. Kuabaikan dirimu juga. Percuma saja mengemis sekarang di usia senja. Ke mana teman-temanmu yang kau banggakan dulu? Sudah kau bakar semua anak tanggamu, bahkan tangga menuju surgamu. Pun, tangga yang kuimpikan dulu. 


Sebab dulu kau biarkan aku mati perlahan dalam dirimu, maka hari ini kubiarkan angkara menjadi pembelamu. Biarlah kalian membusuk di neraka jahanam.

Jumlah kata : 200 kata

Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauzi, ada 3 macam jenis hati :
1. Hati yang sehat (Qalbun Salim)
2. Hati yang sakit (Qalbun Maridh)
3. Hati yang mati (Qalbun Mayyit)
Di level manakah hati kita saat ini?

^_^ Salam Cinta dan doa terbaikku untukmu, Sahabatku semua ^_^