Rabu, 27 Juli 2016

Prompt #121: Kutu-Kutu Hendak Menjadi Kupu-kupu



Sumber

Pertama kali Mama melihat kutu-kutu yang melompat-lompat dari sela-sela rambutku, adalah sekitar sepuluh tahun yang lalu. Matanya melotot, lalu serta-merta diacungkannya sebuah gunting dan bertitah, “Mbok, potong pendek saja rambutnya!”

Aku merajuk setengah mati. Mbok Yem gemetar menerima gunting, setengah takut pada Mama setengah kasihan padaku. Mataku berkaca-kaca seakan memohon agar hal itu tidak pernah terjadi. 

“Mbok, jangan Mbok, aku tetap ingin punya rambut panjang, aku ingin bila bertemu Papa kelak dia akan terpukau melihatku...,tapi hanya dalam hatiku saja. Tatapan mata Mama pada Mbok Yem sepertinya lebih tajam daripada bilah gunting itu. Dan air mataku luruh seiring dengan helai demi helai rambutku yang jatuh.

Semenjak itu aku demam dan Mbok Yem kelimpungan setengah mati. Gemas sebab Mama terlihat anteng-anteng saja, namun tak berani menelepon Papa.

“Biarkan saja, Mbok. Kalau dia merasa punya anak, dia pasti akan pulang kok. Nyatanya dia tak pernah pulang. Anggap saja Ade gak pernah punya Papa.”

Mendengar itu, aku tak terima. “Aku punya Papa, Ma. Aku punya Papa! Papa janji akan pulang menjemputku! Papa bilang akan membelikanku sepasang ikat rambut kalau rambutku panjang dan sudah bisa dikuncir!” Tangisku pun berubah menjadi raungan, kemudian berubah menjadi ronta ketika Mama memerintahkan Mbok Yem mengurungku di kamar belakang.

Kejadian semacam itu semakin sering, terutama bila Mama melihatku menggaruk-garuk kepala.

“Apa perlu digundul sekalian, Mbok?” Aku yang mendengarnya langsung tersedak. Tidaaakkk!!

Untunglah Mbok Yem sudah menyembunyikan gunting laknat itu dan beralasan kalau lupa meletakkan dimana. Perkara lupa ini juga tebakanku belaka sebab memang Mbok Yem sering lupa, misalnya lupa meletakkan makanan di depan ruanganku dikurung atau lupa mengingatkanku untuk mandi.

Sebab itulah semakin hari kutu-kutu itu menguasai tubuhku. Jengkal demi jengkal dari rambut sampai ke mata kaki. Hingga aku seperti salak raksasa yang bisa berjalan-jalan bebas, tapi hanya dalam kamarku saja.

Mama semakin jijik melihatku. Mbok Yem yang shock berat tak bisa berkata apa-apa, sebab kejadian itu membuatnya dilarikan ke rumah sakit. Hilang sudah sekutuku satu-satunya. Hilang sudah penyuplai sumber makanan untuk kusantap dan penyedia telinga tempatku berkeluh-kesah. 

Aku merasa hampa. Pada satu titik, aku merasa hanya kutu-kutu itu yang bisa menjadi sahabatku satu-satunya. Ralat, karena mereka banyak jadi bukan satu-satunya. Tiba-tiba kupikir akan sangat menyenangkan jadi bagian dari mereka, atau mungkin aku bisa jadi Ratu Koloni Kutu yang jumawa.

Sebab itu aku pasrah saja tanpa daya ketika mereka menggigit dan mengisap darahku hingga kisut kulit dan tulang-tulangku. Tak apa. Tak seorangpun peduli.

Samar-samar antara kesadaran yang nisbi kulihat wajah Papa, seakan tersenyum padaku dan berkata, “Kemari, Sayang, anak Papa yang baik. Papa mencintaimu meski kutahu kau bukan darah dagingku. Papa akan selalu mencintaimu....”

Antara isak dan sengguk tiada putus kusebut namanya. “Papa....Papa!”

Namun hanya suaraku menggema.

Lalu tiba-tiba sepasang sayap halus dan berwarna-warni serupa bias pelangi menyembul dari sela-sela tulang belikatku. Mengangkatku dari lantai retak yang kupijak, dari ruangan kumuh yang kusebut kamar, dari bangunan megah yang kusebut rumah. 

Aku tahu tak ada cinta di situ. Sebab itu aku menjelma jadi kupu-kupu, mencari jalan menuju rumah sejatiku. Tempat di mana cinta dan kehangatan seharusnya berpulang dan menjadi tungku.

Jumlah kata : 500 kata.

Kamis, 21 Juli 2016

#FFKamis - Kembalinya si Anak Hilang



Bertahun-tahun berlalu sejak terakhir kali kuinjakkan kaki di kampung ini. Rasanya kejadian mengerikan itu baru saja terjadi. Masih lekat di ingatanku bagaimana ayah, ibu, dan saudara-saudaraku tewas secara mengenaskan di tangan monster itu. Semenjak itu aku hidup di pengasingan, tercerabut dari akarku dan merasakan kehinaan.


Pada akhirnya, saatnya kini telah tiba! Berhari-hari sudah kuintai rumah si Monster. Oh, rupanya dia juga punya keluarga. 


“Akan kubuat keluargamu menderita, sebagaimana kau buat aku menderita!” 


Pertama-tama aku harus berhasil memasuki rumahnya lewat pintu belakang.


Yes! 


Ruangan berikutnya, selangkah lagi....


“Aaaaargh! Papaaa! Itu...!” Sial! Ketahuan!


“Dasar kecoa sial! Berani-beraninya masuk dapur petugas fogging!”


Plakk!


Jumlah kata: 100 kata pas!