Senin, 03 November 2014

Prompt #69 : Ruangan Rahasia



Aku tak pernah tahu apa yang ada di ruangan itu. Aku tak pernah tahu apa yang dia lakukan di ruangan itu. Aku tak pernah tahu apa yang membuatnya histeris, menangis, bahkan kadang tertawa sekencang itu. Aku bahkan tak pernah tahu apa yang ada dalam pikirannya. Meski kami hidup serumah tetapi rasanya seperti orang asing, bertemu dan berlalu begitu saja. 

Interaksi kami hanya ketika waktu makan tiba, saat aku menyajikan hidangan untuknya. Dia bahkan tak memperbolehkanku mengambilkan nasi dan lauk di piringnya. Cih! Suami macam apa itu? Awalnya aku merasa tersinggung tapi lama kelamaan merasa lega karena merasa bebanku terangkat. Dari awal aku memang tidak menyukai perjodohan ini. Setelah menjalani hampir setahun rasanya tak perlu mengharapkan apa-apa lagi. Jangankan perhatian, obrolan hangat pun tak pernah kudapatkan. Sepanjang kebutuhanku dan keluargaku terpenuhi, sepertinya aku tak perlu merasa rugi.

Malam itu aku bersiap ke peraduanku, ketika tiba-tiba.... 

Brakk! Brukk! Seperti suara sesuatu yang dibanting!

Instingku merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Gegas aku berlari ke arah ruangan itu. Kugerak-gerakkan kenop pintu. Mendengar tak ada suara lalu kugedor-gedor daun pintunya.

“Mas! Mas!”

Tetap tak ada suara. Aku bertambah panik. Gedoranku semakin kuat. 

“Maaaas! Buka Mas!!” 

Aku ingat ada kunci cadangan di laci lemari! Tubuhku melesat kembali ke kamar. 

Gemetar tanganku tak berhasil mencari kunci kamar itu. Aku lupa itu kamar rahasia, jadi bisa saja tak ada kunci cadangan. Segera kucari linggis di ruang penyimpanan perkakas. Ah, ini dia!

Butuh waktu agak lama bagiku mencongkel daun pintu. Berkali-kali kucoba hingga akhirnya berhasil! Pintu besar itu terbuka perlahan. Pemandangan di baliknya membuatku ternganga….

Meja dan kursi yang terbalik. Barang-barang berantakan : palet, kuas, kayu penyangga lukisan yang patah, dan lukisan-lukisan! Semuanya lukisan wajah seorang wanita yang sama. Lukisan-lukisan itu terserak dengan bingkai yang hancur. Yang membuatku lebih heran adalah sosok tubuh itu. Sesosok tubuh yang terdiam di belakang jendela. Pandangannya mengarah ke luar, melewati kaca yang buram.

“Akhirnya kau berhasil masuk juga,” suaranya dingin memecah jeda.

Aku menghela napas. Tak berani menjawab. Aku sadar telah melanggar janjiku dulu untuk menjauhi ruangan ini.

“Sudah kupenuhi semua kebutuhanmu. Apakah membiarkanku sendiri di ruangan ini pun tak bisa kau penuhi?” nada suaranya sinis mengiris hatiku.

Aku tak tahan lagi. “Kau pikir aku bahagia selama ini Mas? Jadi patung di rumahku sendiri? Melewati malam sepi di atas ranjang yang dingin? Hampir setahun dan bahkan aku masih tetap perawan!” akhirnya kumuntahkan semua kebencianku padanya.

“Tinggalkan aku sendiri,” titahnya dingin.

“Apakah karena kau belum bisa melupakannya Mas? Cinta pertamamu itu? Itukah kenapa setiap malam kau selalu menghabiskan waktu di sini? Melukis wajahnya dan mencumbui bayangnya setiap waktu? Tak adakah sedikit ruang hatimu untukku?” teriakku getir.

“Kau takkan bisa menggantikannya. Takkan ada yang bisa. Dia menerimaku saat dulu mataku buta dan tak seorangpun rela menerima. Dia bahkan melengkapiku ketika ajalnya tiba dengan mendonorkan matanya. Ya, mataku ini adalah matanya! Wanita yang kau cemburui itu.”

“Baik Mas, kalau begitu tak perlu aku melihat mata itu lagi. Agar tak perlu seumur hidup ku membenci….”

Kuhunjamkan linggis ke kedua mataku. Semburan darah mengucur dari situ.

Sumber


Jumlah kata : 499 kata

17 komentar:

  1. duh, ngeriiiiii....
    btw, linggis kan berat ya. ujungnya pun melengkung. apa gk susah untuk ditancapkan di mata sendiri?
    apalagi jika di kedua mata, itu berarti menancapkannya bergantian begitu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju sama Anin. sekalipun linggis yang ukuran kecil, rasanya ujungnya terlalu tumpul buat ditancapkan di mata. agak aneh kalau bisa langsung ada semburan darah mengucur.

      Hapus
    2. Mbak Anin dan Mbak Vanda, setelah saya gugling ternyata bentuk linggis itu ada yang ujungnya lurus dan tajam sehingga dia punya dua bentuk ujung yang beda dan keduanya tajam. Jadi saya tidak edit ya, heheee

      Hapus
  2. Dari awal ceritanya menurut Bunda sudah bagus, bikin pertanyaan bergelayut "kenapa ya". Tapi ketika linggis berbicara? Yah, jadi sedikit aneh aja, Ummu. Kenapa begitu bodoh itu perempuan ya. Udah tau hati lelaki itu ltidak ada padanya, tinggallin aja dia. Beres! hehe... Atau mungkin supaya bikin hati si lelaki jadi gusar, kecewa dan panik, ya 'commit a suicide' aja di depannya. Ini sekedar komentar ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali Bunda...itu maksud saya. Komentarnya tepat sekali bisa menangkap maksud saya. Cuma soal linggis itu saya memang tidak yakin benar setelah membaca komen2 di atas. Hehehe
      Trims sudah singgah ya :)

      Hapus
  3. kirain si linggis akan berakhir di lambung. entah lambung si suami atau si istri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya itu lebih sadis yah, saya tak tega :)
      Lagipula saya harus menulis dengan image ini, yang mana jelas melibatkan mata
      Trims sudah komen dan singgah ya :)

      Hapus
  4. pernikahannya dijodohkan ya? tak ada cinta kenapa ga cari yang lain? knp melukai diri sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya begitu. Inilah tipe orang yang tak mau usaha berjuang mengubah hidupnya. Oportunis dan mudah tersulut emosi sesaat.
      Trims sudah mampir dan komen ya :)

      Hapus
  5. suka sama ceritanya mbak. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benarkah? Padahal saya tak terlalu yakin dengan cerita ini, hehe. Trims mbak, saya juga selalu suka sama cerita2 mbak gloria :)
      Selalu inspiring....
      Salam kenal ya :)

      Hapus
  6. wah mbak , agak serem membayangkan linggis mencongkel matanya >_<

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan dibayangkan mbak, saya aja gak berani :)
      Trims sudah singgah ya!

      Hapus

Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^