Minggu, 12 Juli 2020

Begini Takaran Komunikasi Menurut Dean Brenner


Setelah sebelumnya saya menulis tentang Tips Berbicara Daring, sekarang saya akan menyajikan materi hardskill yang saya bawakan kemarin di diklat penyuluh pajak. Ada dua tema besar yaitu resep takaran bahan baku komunikasi dan kaitan strategi AIDA dalam dunia marketing dengan penyuluhan. 

Takaran Bahan Baku Komunikasi

Sebagaimana sebuah hidangan, materi yang dibawakan juga terdiri dari bahan baku yang bila diracik dengan komposisi pas, bisa berdampak luar biasa. Menurut Dean Brenner, pakar komunikasi persuasif, ada lima bahan baku yang diperlukan pembicara. Ia sebagaimana seorang koki yang memutuskan akan menggunakan bahan baku apa yang dominan, untuk disesuaikan dengan kebutuhan pemirsa.
Dean Brenner from Google image
Misalnya ketika seorang koki ingin membuat masakan untuk balita tentu berbeda dengan bila membuat untuk orang dewasa. Maka, penting bagi seorang penyuluh untuk mengetahui lima bahan dasar ini dan di situasi apa takarannya diperbanyak.

1. Clarity (Kejernihan)
Dalam kondisi apa takaran kejernihan ini diperlukan? Kejelasan diperlukan ketika materi yang diberikan cukup kompleks, atau masih baru sehingga audiens perlu mendapatkan pencerahan maksimal. Perhatikan semua aspek informasi yang dibutuhkan pemirsa dan sesuaikan dengan kemampuan mereka bila akan menyampaikan kewajiban atau tugas di akhir materi.

2. Brevity (Kebernasan)
Bahan baku ini dominan diperlukan ketika waktu pendek, dan kita tidak punya banyak kesempatan untuk menyampaikan materi secara detil. Contohnya ketika menjadi pembicara di radio. Tentu tidak semua materi bisa disampaikan, terutama hal-hal teknis. Pilih beberapa tema utama yang penting dan siapkan saluran komunikasi lanjutan bila audiens masih ingin bertanya di luar acara.

3. Context (Relevansi)
Kita memerlukan takaran relevansi ketika hal yang disampaikan tidak terlalu populer atau disampaikan dalam sebuah forum dengan latar belakang peserta yang beragam. Penting sekali memberikan contoh yang erat dengan kehidupan sehari-hari, sehingga mereka mudah memahami dan merasa relevan dengan materi yang diberikan.

4. Impact (Kesan)
Kesan mendalam diperlukan dalam takaran lebih ketika penonton berlatar belakang ilmu  lebih tinggi dari pembicara, atau mempunyai potensi mengabaikan materi yang diberikan (karena prasangka yang sudah lebih dulu terbangun, dsb). Mempelajari karakteristik mereka sangat penting sehingga kita bisa mengatur strategi yang akan membuat materi membekas dalam ingatan.

5. Value (Nilai)
Menurut Dean Brenner, bahan baku nilai ini diperlukan ketika kita melakukan presentasi dalam kondisi berkompetisi sehingga akan menjadi nilai lebih dibandingkan dengan peserta lain. Menurut saya, takaran nilai bisa dominan ketika ada misi yang ingin ditanamkan ke benak audiens. Misalnya menanamkan nilai-nilai kesadaran pajak kepada generasi muda, menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama, dst.

Kelima bahan baku tersebut memang tidak perlu dominan di semua aspek. Pembicaralah yang paling tahu takaran mana yang lebih banyak dan mana yang harus dikurangi. Ada tambahan masukan juga dari salah satu peserta bernama Aswin, yaitu kesan yang baik akan didapatkan ketika pembicara datang lebih awal atau memberikan hadiah kejutan kepada peserta yang datang lebih awal. 

Kalau tips dari saya, biasanya saya akan berkenalan dengan beberapa peserta untuk kemudian menyapa dan memanggil nama mereka ketika menyampaikan materi. Dengan demikian, kesan akrab dan hangat akan tumbuh selama penyampaian materi. Kalau suasana ini sudah terbangun, tinggal menunggu waktu agar hati yang beku bisa mencair, bukan?

Strategi AIDA dan Kaitannya dengan Dunia Penyuluhan

Konsep ini sebenarnya masyhur di bidang pemasaran, namun saya ingin memberikannya sebagai bekal penyuluh di masa depan. Ini adalah sebuah model pemasaran yang menjelaskan bagaimana seorang konsumen melalui beberapa proses hingga memutuskan untuk melakukan sebuah pembelian.


Source: Google image

Seorang pembicara harus paham betul di posisi mana ia berbicara. Ada empat proses yang dapat dialami audiens, yaitu:

1. A (Awareness)
Ini adalah proses awal untuk membangun kesadaran audiens. Materi yang diberikan tidak terlalu dalam, namun harus lebih sering diberikan dalam skala luas sehingga menjadi isu yang marak diperbicangkan.

2. I (Interest)
Proses membangun ketertarikan audiens setelah mengetahui sebuah aturan atau materi baru. Di fase ini hal-hal teknis belum terlalu perlu ditonjolkan. Cukup memberikan garis besar, dan lebih banyak menyebutkan keuntungan atau hal-hal yang bermanfaat bagi audiens.

3. D (Desire)
Dalam tahap ini, materi bertujuan untuk membangun keinginan audiens yang sudah tertarik dengan materi sebelumnya. Hal-hal teknis sudah mulai bisa diberikan namun tetap diperlukan saluran lebih lanjut agar sampai ke tahap terakhir.

4. A (Action)
Ini adalah proses terakhir, di mana audiens bukan hanya melakukan apa yang diminta oleh penyuluh melainkan juga ikut menyebarkan materi yang diberikan karena sudah praktik dan merasakan keuntungannya.

Semoga tulisan ini cukup jelas memberikan gambaran hardskill yang diperlukan. Berikutnya kita lanjut ke materi softskill bagi penyuluh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^