Jumat, 21 Juni 2019

Amnesia

Alkisah, akhirnya Thanos berhasil menghilangkan separuh dari populasi bumi. Makhluk Titan yang trauma setelah melihat kehancuran kaumnya akibat overpopulasi itu, telah mengumpulkan enam Batu Keabadian dan menjentikkan jarinya. Namun, upayanya selalu dihalangi oleh sekelompok manusia super yang sakit hati sebab kehilangan orang-orang yang mereka cintai. Pada akhirnya, Thanos menyadari bahwa ada satu hal yang luput ia musnahkan dan akan selalu jadi rintangan: memori manusia.

Hingga kini, para ahli masih mempelajari bagaimana berbagai memori berkelindan dan tersimpan dalam rumitnya labirin otak manusia. Memori jangka pendek membantu manusia menyelesaikan pekerjaan, memenuhi janji, dan mengingat hal-hal penting dalam keseharian. Sementara itu, pengalaman yang terjadi berulang-ulang atau dianggap penting ditransfer ke bilik-bilik memori jangka panjang dan membentuk kenangan. Beberapa menjadi sumber keterampilan hidup yang berguna, beberapa menjadi motivasi untuk melakukan sesuatu.

Beberapa waktu lalu, tersebar kisah tentang seorang pemuda yang menempelkan jarinya ke kabel listrik bertegangan tinggi karena putus cinta. Mungkin ia terinspirasi kisah Qais yang kehilangan kewarasannya akibat kehilangan Laila. Alih-alih menjadi gila, pemuda itu tewas mengenaskan setelah tersengat listrik dan roboh dengan tubuh terpanggang. Demikianlah kenangan gadis itu menjejak begitu dalam sehingga menghapus memori kasih sayang dan pengorbanan orang tua yang telah membesarkannya.

Padahal, terdapat atsar terkait Alquran surat Yusuf ayat 24 yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa ketika Nabi Yusuf a.s. hampir terjerumus dalam godaan istri pembesar, terlintas bayangan ayahnya yang sedang menggigit jari telunjuknya. Dalam riwayat lain dari Muhammad ibnu Ishaq disebutkan bahwa ia melihat bayangan Nabi Yakub a.s. sedang memukul dadanya. Ini menyiratkan pentingnya kenangan tentang orang tua yang terpatri di dalam memori anak sebagai pembentuk perisai dari kemaksiatan di masa yang akan datang. Pun dari kejadian-kejadian buruk semacam depresi dan bunuh diri akibat patah hati.

Memori yang terjadi berulang-ulang dan membentuk ingatan jangka panjang juga dapat menjadi petaka bila terpapar nafsu durjana. Seperti yang menimpa 19 anak di daerah Garut. Akibat sering menonton tayangan hubungan sesama jenis di gawai, mereka kecanduan video porno. Sebelum balig mereka telah melakukan perilaku seksual menyimpang dengan sesama jenis.

Orientasi seksual menyimpang dan pornografi tentu menyalahi fitrah manusia. Perhatikan bagaimana Allah Swt. mengingatkan manusia di dalam Alquran surat Al-A’raf ayat 22. Ketika Nabi Adam a.s. dan sang istri tersingkap auratnya, seketika mereka menutupinya dengan dedaunan surga. Hilangnya kesadaran untuk menutup aurat dan mempertontonkan kegiatan seksual akan memberikan dampak negatif pada jiwa manusia. Perbuatan asusila merebak, perzinaan merajalela. Pencabulan terjadi di mana-mana.

Data dari Komnas Perempuan menunjukkan pada tahun 2018 kasus kekerasan seksual di Indonesia meningkat 14 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 406.178 kasus. Bentuk kekerasan seksual di ranah privat paling tinggi adalah incest, perkosaan, dan pencabulan. Sebuah fakta yang mengkhawatirkan. Miris karena bisa jadi realitasnya melebihi kasus yang dilaporkan dan muncul ke permukaan. Dalam masyarakat yang kental budaya patriarki dan beberapa masih menganggap anak sebagai properti, hal ini dianggap tabu dan merupakan aib keluarga.

Keluarga telah gagal menjadi pembentuk memori dan kenangan yang indah. Jangankan hadirnya teladan yang baik, rasa aman dan perlindungan yang seharusnya tercipta justru menjadi rasa frustrasi dan kepedihan yang mendalam. Apabila rehabilitasi psikis tidak optimal dan reintegrasi sosial pascakejadian gagal dilakukan, maka perasaan itu dapat menjerumuskan mereka dalam pelacuran atau perilaku seksual yang menyimpang.

Padahal, Allah Swt. telah memberikan fitrah pada setiap insan untuk menyayangi dan melindungi keluarga. Lebih jauh, di dalam Alquran surat At-Tahrim ayat 6 Allah Swt. memerintahkan manusia agar menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Maka bagaimana mungkin manusia bisa mencelakai keluarganya dan menyebabkan mereka merasakan neraka dunia?

Allah Swt. telah memberikan fitrah pada manusia untuk tidak menyukai perbuatan keji, baik melalui penglihatan maupun dalam perilaku. Rasulullah saw. bersabda bahwa pandangan adalah panah yang beracun, yang merupakan salah satu panahnya iblis. Maka, penjagaan terhadap apa yang dilihat oleh anak-anak seharusnya menjadi perhatian para orang tua. Pengendalian atas apa yang dilihat mata seharusnya menjadi prioritas para pemudi dan pemuda.

Kerusakan yang ditimbulkan pornografi selain memengaruhi psikis juga secara fisik menyebabkan kerusakan pada otak. Menurut Dr. Mark B. Kastlemaan, pakar adiksi pornografi dari Amerika Serikat, pornografi dapat menyebabkan kerusakan pada lima bagian otak terutama pada bagian prefrontal cortex yang letaknya tepat di belakang dahi.

Bagian ini adalah bagian yang bertanggung jawab dalam perencanaan, organisasi, pengendalian impuls, dan kemampuan belajar dari kesalahan. Menurut Dr. Fieldman, peneliti asal Amerika Serikat, dalam kondisi normal darah tidak dapat mengaliri saraf di bagian ini. Namun berdasarkan penelitiannya, dengan melakukan sujud, darah akan mengaliri daerah ini sehingga dapat berfungsi optimal dalam mengambil keputusan.

Jika menutup aurat, membenci pornografi, menjauhi perzinahan, dan bersujud adalah fitrah manusia, maka kenapa hal ini tidak dilakukan oleh semua manusia? Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pandangan hidup yang dimiliki. Pandangan hidup manusia tidak terbentuk dengan serta-merta. Beragam pengaruh ideologi, pola asuh, dan pergaulan menjadi faktor pembentuknya.

Padahal, jauh sebelum dilahirkan, manusia mempunyai memori primordial yang hilang dari ingatannya. Beberapa ahli menamakannya amnesia infantil. Sebuah kondisi hilangnya kenangan-kenangan di masa kecil. Padahal, bisa jadi itu adalah kenangan yang terindah sepanjang hidupnya. Masa ketika manusia dibuai dalam rahim ibu, tanpa tekanan, dan tanpa beban kehidupan. Pada saat itu, manusia berada pada kondisi paling merdeka dan Allah Swt. bertanya kepada ruh mereka, “Bukankah aku Tuhanmu?” Maka mereka menjawab, “Benar, kami bersaksi” (Alquran surat Al-A’raf ayat 172).

Sejatinya, persaksian itu telah dilakukan oleh semua insan dan menjadi bekal pertama dalam menjalani kehidupannya di bumi. Namun, ketika memori primordial ini tercerabut begitu pertama kali menghirup udara dunia, manusia menjadi pribadi baru yang berbeda. Ia seakan kertas putih yang tercelup bermacam-ragam warna.

Apabila faktor di lingkungan sekitar mendekatkan dirinya pada fitrah, maka beruntunglah dia. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka dia akan celaka. Namun sesungguhnya adalah fitrah manusia untuk membangkitkan kembali memori itu dan kembali pada jalan Tuhannya yang lurus, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. dalam Alquran surat Al-An’am 74-78. Ia menggunakan akal dan mata hatinya yang jernih sehingga berhasil menemukan kebenaran.

Beruntunglah umat manusia di akhir zaman ini, Allah Swt. telah menurunkan petunjuk untuk membangkitkan kembali memori yang hilang itu, untuk menjadikan manusia kembali kepada fitrahnya. Manusia diperintahkan untuk membaca, sebagaimana dalam firman-Nya yang turun mula-mula, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal tanah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya,” (Alquran surat Al-Alaq ayat 1-5).

Membaca firman-firman Allah, memahami artinya, meresapi maknanya, dan menjadikannya petunjuk dalam kehidupan kita tentu tak semudah menjentikkan jari Thanos. Namun, semua itu akan terbayarkan dengan kembalinya ingatan tentang persaksian kita di masa lalu, untuk kita persaksikan kembali di detik terakhir kita menutup mata.

Maka, adakah yang mau mengambil pelajaran darinya? 

Foto koleksi pribadi