Kamis, 06 November 2014

THE SPIRIT

Bagian ke-1 bisa dibaca di sini.




Credit


Aku mencintainya. Dari awal aku selalu mencintainya. Tubuh apapun yang dia gunakan aku selalu mencintainya. Kebebasannya dalam bertindak, kebengalannya yang tengik, dan kebodohannya yang bertubi-tubi. Meski aku hanya sebuah ruh tanpa arti. Sedikit lebih tinggi dari kaum Slakve. Tapi di ekosistem ini aku takkan bisa menggapainya.

Aku selalu berusaha menutupinya, meski sulit. Tapi beda cinta dan benci memang hanya setipis ari. Entah kapan rasa itu berubah sehingga aku tak bisa mengendalikan diri. Mungkin karena sadar tak mungkin bisa memiliki. Mungkin pula karena dia tak kunjung menyadari. Ternyata menjadi ruh bisa sesulit ini.

Pada masa-masa itu aku selalu mencari Zorphan, Slakve yang sudah lama mengabdi padaku. Setelah menghabiskan waktu bersamanya biasanya hatiku menjadi lega. Energiku serasa menjadi penuh dan siap menghadapi Jiwa-ku itu. Namun biasanya hal itu tak bertahan lama. Keyra akan membuatku lelah dan tergerus karena amarah. Berkali-kali terjadi dan aku sudah tidak tahan lagi.

Hari itu aku sudah akan pergi seandainya saja Zorphan tidak menahanku dan mengabarkan sebuah berita yang mengejutkan…. 

“Keyra besok akan mati. Kaum Bjork akan mengambil alih. Tepat di hari pernikahannya!” bisiknya. 

Aku tersentak tak percaya. “Bjork sudah punah. Jenderal Khrohne sudah menumpasnya. Jangan membual Zorph atau kutebas lehermu!” 

“Aku tak membual. Semalam aku mendapat visi. Lagi. Ini lebih buruk dari yang kemarin….”

“Dia tak butuh aku lagi. Sudah ada Peter yang akan mendampinginya.”

“Kuberitahu satu hal : Peter adalah salah satu dari mereka….”

Aku terjengit. Ngeri sekali rasanya membayangkan Jiwa-ku akan mati di tangan orang yang dia cintai.

“Apa yang harus kulakukan Zorph?”

Lalu skenario itupun dibuat. Seperti itulah musibah itu harus terjadi. Aku harus meninggalkan Jiwa-ku yang kucintai. Mantra Feure memang membakar tubuhnya. Tapi juga menghalanginya dari petaka. Selama Peter tak menyentuhnya, Keyra akan tetap selamat, meski akhirnya aku harus pergi.

Zorphan memang jenius. Dia tahu aku akan melakukan apapun untuk Keyra. Ah, ternyata aku masih juga mencintainya. 

“Kau harus menemui Jenderal Khrohne dan memberi peringatan tentang Bjork!” perintah Zorphan suatu hari.

“Beraninya kau menyuruhku Slakve!” hardikku. Dia cepat-cepat merunduk.

“Demi Keyra, demi menghindari kehancuran yang lebih besar…,” bujuknya lagi.

“Dia sudah punya tubuh yang baru. Ruh yang baru juga pastinya lebih kuat. Jenderal Khrohne akan memberi pengawal yang lebih banyak dan penjagaan yang lebih ketat. Kukira hingga selesai masa hibernasinya, Peter takkan berani menyentuhnya. Biarkan aku mengawasi dari luar saja Zorph. Aku sudah lelah….”

“Peter lebih kuat dari perkiraanmu Steph. Aku mendapat visi lagi…. Lebih mengerikan dari kemarin…,” dia membujuk lagi. 

Aaaaaargh! Aku tak percaya ini! Visi-visi Slakve tua itu lama-kelamaan akan membinasakanku!

“Katakanlah Zorph…,” aku menyerah. Slakve tua itu tersenyum tipis.

***

Sakit! Sakit luar biasa ketika mantra itu bekerja. Sialan! Sialan benar kau Slakve tua bangka! Kalau bukan karena Keyra, mungkin aku takkan mau melakukannya!

“Bertahanlah Stephania! Sebentar lagi penderitaanmu akan berakhir!” teriaknya di sela-sela merapal mantra. Mantra Feamremorphia, mantra langka yang hampir punah. Hanya sedikit Slakve yang bisa menggunakannya. Selama berabad-abad mungkin akulah ruh pertama yang ketiban sial karena merasakannya.

“Setelah ini kamu tak perlu tubuh tak perlu jiwa!!” teriaknya lagi.

Aaaaaaaaaaargh!! Slakve siaaaal!!!

Saat terjaga aku mendapati diriku tak lagi sama. Ucapan Zorphan benar. Aku memang menjadi makhluk yang berbeda. “Tak perlu tubuh tak perlu jiwa…,” ucapannya terngiang-ngiang di kepalaku.

Semenjak itu aku tak pernah melihatnya lagi. Zorphan lenyap bersama mantra terakhir yang dirapalkannya. Tiba-tiba air mataku menetes, tanpa kuketahui dengan jelas apa penyebabnya.

***

“Jadi…. Bjork itu akan kembali? Dengan Peter sebagai komandannya?” Jenderal Khrohne menyelidik.

“Mungkin bukan komandan. Mungkin hanya agen saja,” jawabku sedikit ragu.

“Haruskah aku menerimamu lagi Steph? Setelah apa yang kau lakukan pada putriku?”

“Saya tak punya pilihan Jenderal. Anda tahu, putri anda sungguh keras kepala….”

“Tapi bukan kau yang menentukan bagaimana akhirnya. Apalagi bila harus melibatkan Slakve rendahan seperti itu. Kau tahu betapa sulitnya proses sintesis tubuh dan ruh yang baru?”

“Saya ke sini bukan untuk kembali, Jenderal. Hidup saya seharusnya sudah tamat kemarin. Mantra Feure juga menyakiti saya. Materi saya juga tereduksi….”

“Jangan membesar-besarkan. Kulihat Slakve kotor itu sudah merapalkan mantra baru padamu. Feamremorphia hah?!”

Aku sudah tak tahan lagi mendengarnya menjelek-jelekkan Zorphan. “Jadi Jenderal akan memberiku kesempatan atau tidak?” tantangku.

Jenderal itu menggertakkan giginya tanda tak senang. Sepertinya aku berhasil.

***

“Maumu apa?” Keyra bertanya dingin. Dia terlihat tenang dan bermartabat.

“Mari kita bicarakan hal itu, ada beberapa hal yang harus kita berdua sepakati, ucapku tenang.

“Baa…ik…, dia tak mampu menutupi kegugupannya. Aku kembali ke tempat dudukku. Dia menjaga jarak di antara kami. Sebuah pisau lipat ditodongkannya dengan tangan gemetar.

“Jangan lanjutkan pernikahanmu dengan Peter. Jangan berganti-ganti pasangan lagi. Jangan mengkhianati ruhmu yang baru dan turutilah apapun keinginannya. Apapun yang terjadi. Maka aku berjanji akan pergi dari kehidupanmu. Selamanya.”

Dia terlihat tak terkejut.

“Dalam mimpimu, Steph. Pergilah!”

Aku sudah tahu akan begini jadinya. Bodoh dan keras kepala, perpaduan yang sangat sempurna untuk menghancurkan sebuah jiwa. Ah, sepertinya aku harus memakai rencana kedua.

***

Kutelusuri jalanan sunyi di perkampungan ini. Kotor dan kumuh. Perkampungan Slakve sesungguhnya bukanlah tempat favoritku.

“Berhenti, Stephania…,”

Suara itu, mirip benar dengan Zorphan.

“Lev… Levroniah?” kubalikkan badanku. Kutatap wajahnya. Ya, sesuai benar dengan visi Zorphan si Slakve tua itu.

“Akan datang masa, semua legiun bersatu merebut tahta. Tiada lagi ras dan kasta. Sang Penyelamat telah tiba. Songsonglah Stephania. Terimalah takdirmu bersamanya. Jadikanlah ia matamu, tanganmu, dan kekuatanmu yang baru…. Sambutlah Levroniah!” ucapan terakhir Zorphan terngiang-ngiang di kepalaku.

Apa dia gila? Kekuatanku yang baru Slakve si budak?


Bagian ke-3 bisa dibaca di sini.

8 komentar:

  1. Cakep.
    Okai. Tokoh-tokohnya mulai bertambah.
    Ati-ati yaaa... :))) Sebisa mungkin jangan terlalu banyak nambah tokoh. Ntar pucing cendili. :D

    BalasHapus
  2. keren mbak. tapi tokohnya banyak amat huhuhu ><

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Huhuhu.... Maaf aku tak bisa menahannya :)
      Tokoh-tokohnya seperti keluar sendiri dari kepalaku mbaaaaak :D

      Hapus
  3. Agak riweuh ya komentar di blogspot -_-
    Yang saya pertanyakan cuma paragraf terakhir aja sih. Ngganjel banget, kalau saya perhalus dikit, boleh nggak?

    BalasHapus

Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^