Senin, 17 November 2014

Prompt #71 : Sebuah Pengakuan



Sinar mentari terik mencubiti kulit pucatnya. Kacamata besar yang berwarna cokelat bertengger di atas hidungnya yang mancung. Sesekali dia menelengkan kepala memamerkan rahangnya yang kukuh. Kedua tangannya terlipat santai dan tubuhnya yang atletis bersandar di sisi mobil dengan kap terbuka. Benar-benar pria idamanku. Hampir saja kusemburkan latte kesukaanku ketika kulihat dia akan berlalu. Lekas kuletakkan beberapa dollar di atas meja plus uang tip dan berlari mengejarnya.

“Daniel!” seruku.

Dia menoleh sedikit dan menyunggingkan seyum sinis. “Gadis nakal! Kucari kau berhari-hari. Semua orang cemas karenamu. Dan kau malah di sini menghabiskan waktu ala bohemian.” Dibantingnya pintu mobil kesal dan dihidupkannya mesin mobil dengan tergesa. Kusambar kacamata yang dikenakannya dan kupakai di kepalaku.

Sumber
 
“Aku cantik 'kan?” godaku. Berjemur beberapa hari di pantai membuatku merasa eksotik. Dia bergeming.

“Katamu dulu kau suka wanita berkulit gelap. Aku sudah berkorban seperti ini. Kau tahu ‘kan kulitku sensitif. Berjemur sangat menyiksaku…,” rajukku lagi berharap mampu menggoyahkan hatinya. Sikapnya yang dingin membuatku gemas.

“Jangan menikah dengannya besok. Menikahlah denganku,” ujarku akhirnya. Berhari-hari, bukan, bertahun-tahun ingin kusampaikan rasa ini padanya. Bahwa dia satu-satunya cinta sejati yang pernah kumiliki. Bahwa dia adalah semua definisiku tentang cinta.

Dia tetap bungkam. Pelan mobil kami menepi di pinggir jalan yang sepi. Diseretnya sebelah tanganku ke luar mobil. Digenggamnya kedua tanganku erat lalu dia mulai berlutut di hadapanku. Matanya yang tajam dan teduh menatapku lurus.

“Ellie, kau tahu itu semua tak mungkin. Besok aku akan tetap menikah. Dan kelak kau akan menemukan pria yang lebih baik dariku untuk kau nikahi. Jadi jangan membuat kerusuhan lagi, kasihan ayah dan ibu. Besok jadilah pengiring pengantinku ya, adikku yang manis,” suaranya lembut mendayu. Mataku berkaca-kaca.


Jumlah kata : 269 kata

12 komentar:

  1. saya menangkap ide liar, seorang adik mencintai kakaknya. Incest.
    bagus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trims mas untuk selalu mampir dan menyempatkan komen ya :D

      Hapus
  2. Keren, Mbak..

    Oh iya, salam kenal.. :)

    Sekadar sedikit masukan, ada beberapa kalimat dan kata yang belum sesuai EYD.. tapi masih minor dan ganggu cerita sih.. Keren, keep writing :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oiya ya? Kalau boleh tahu kata dan kalimat mana ya? Siapa tahu bisa saya perbaiki biar lebih bagus.
      Trims untuk saran dan masukannya, saya tunggu lo :)

      Hapus
  3. huwaaaa.... adik kakak ternyata hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, benar, adik yang kabur dan bikin ulah agar pernikahan kakaknya gagal :)
      Trims sudah singgah dan komen ya :D

      Hapus
  4. waah, idenya menarik, sip mbak :)

    BalasHapus
  5. jangan-jangan bukan adik kandung :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kandung kok. Bukannya wajar kalau kadang antara saudara kandung itu timbul rasa kagum bahkan suka? Yang tak wajar adalah bila rasa itu menjadi hiperbola dan melewati batas yang telah digariskan *duileee

      Hapus

Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^