Pucuk
cemara sudah merunduk menyongsong malam. Yang menunggu penjemputan sudah
meninggalkan pekarangan dengan puji syukur setinggi langit. Tinggal aku sendiri
yang masih mencangkung di pojok sambil terus melotot ke pintu pagar, berharap
kalau-kalau ada yang mendekat. Yang ada cuma angin senja, menerbangkan bau
rerumputan bercampur debu, memperberat kecemasanku.
"Mas
Koyo," orang yang sebentar-sebentar melemparkan pandang ke arahku dari
pagar kawat berduri, tiba-tiba menghampiri, merapat, membuatku tegak.
"Saya Kiswoyo, masih ada hubungan darah dengan Mbak Uci," katanya
menyebutkan nama akrab istriku. Aku merunduk dibuat ucapannya itu. Istri!
Bisikku dalam hati. Ada duka di balik kata itu. "Sudah gelap. Kelihatannya
dia tak bakalan datang. Kalau Mas tak keberatan, ikut saya saja. Nginap dulu di
rumah saya. Tak jauh dari sini," sambungnya.
Kutatap wajahnya lekat-lekat, mencoba membaca kejujuran dari sorot matanya. Sekian lama hidup di lapas membuatku tak mudah
mempercayai kebaikan orang. Apalagi bila orang itu tak kukenal benar. Ragu-ragu
kuanggukkan kepalaku.
Kiswoyo…. Kiswoyo. Nama itu sepertinya
familiar. Dalam diam kuikuti langkahnya sambil mencari-cari secuil saja ingatan
tentang nama itu. Nihil. Badan penat mungkin mengurangi kemampuanku berpikir.
“Sudah sampai Mas,” ucapannya menyentakku dari
lamunan sepanjang perjalanan.
Aku tertegun. Rumah itu bentuknya mirip dengan
rumahku di kampung. Bentuknya seperti rumah desa pada umumnya, berbentuk joglo,
beratap genteng dan berdinding anyaman bambu. Rumah itu terlihat menyolok
karena dikelilingi hutan bambu kecil dan tanaman perdu yang membuatnya terkesan
angker. Suasananya benar-benar mirip rumahku dulu.
“Monggo Mas,” tangannya menyilakanku duduk.
Kuhenyakkan badan ke lantai beralas tikar dan kuhempaskan
satu-satunya buntelan yang kubawa di sudut ruangan. Kuedarkan pandangan ke
sekelilingku. Mungkin Kiswoyo sedang di dapur. Beberapa menit kemudian dia
menghidangkan secangkir minuman beraroma khas di depanku. Mataku langsung
berbinar.
Sumber |
“Wah, wedhang
uwuh* ya? Kok Mas tahu saya suka minuman ini?” Tanpa ba-bi-bu langsung
kuserbu minuman itu. Panasnya terasa membakar lidahku. Tak apalah sebagai
pengobat rindu. Kuseruput pelan-pelan sampai tandas.
“Saya perhatikan Mas dari tadi seperti bingung
melihat saya. Mas Koyo masih belum ingat saya ya?”
Aku menggeleng.
“Saya masih saudara sepupu dengan Mbak Uci dari garis keturunan kakek saya. Anak saya dulu juga sekolah di SMP tempat Mas Koyo
mengajar….”
Deg! Jantungku seakan mau berhenti
mendengarnya. Jangan-jangan….
“Dulu dia pernah bercerita punya guru kimia favorit,
namanya Warkoyo. Dia ngefans sekali dengan guru itu dan bercita-cita kalau
sudah besar nanti ingin seperti gurunya itu. Suatu hari saya temukan bercak darah
di celananya tetapi ketika saya tanyakan penyebabnya dia bersikeras tidak mau
cerita. Beberapa kali. Hal ini terjadi sampai hari kelulusannya. Bertahun-tahun
kemudian akhirnya terungkap bahwa guru itu melakukan hal yang bejat terhadap
ratusan murid lelakinya. Mungkin termasuk anak saya. Hal itu rupanya menjadi
penyebab dia mengalami kelainan orientasi seksual ketika dewasa. Dia suka
melakukan hal yang sama pada anak-anak lelaki di sekitar sini. Di rumah ini. Bertahun-tahun
tanpa saya ketahui karena saya terlalu sibuk bekerja di ladang. Akhirnya dia
mengalami hal yang sama dengan gurunya itu. Dibui karena tindakan asusila. Hari
ini, tepat sebulan anak saya mendekam di penjara tadi Mas. Saya sudah
mengenali wajah Sampeyan sejak kunjungan sebelumnya. Wajah guru favorit anak saya.”
Tiba-tiba kepalaku menjadi pening, dunia seakan
berputar dan tenggorokanku terasa terbakar. Nyeri luar biasa di ulu hatiku
seperti ditusuk ratusan sembilu. Kumuntahkan isi perutku yang bergolak di atas
tikar. Sial! Arsenik!
“Predator seksual sepertimu memang pantas mati setelah
meminum minuman sampah…,” ujarnya terkekeh.
Jumlah kata : 419 kata
*Wedhang
uwuh adalah jenis minuman dari Jawa Tengah dengan bahan-bahan yang
berupa dedaunan mirip dengan sampah. Dalam bahasa Jawa, wedhang
berarti minuman, sedangkan uwuh berarti sampah. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Wedang_uwuh
arsenik itu murah ya?..
BalasHapusarsenik itu gampang di dapat ya?
Selamat hari Jumat
Sudah saya edit mas Arif. Suwun nggih sudah jeli dan berkenan singgah :)
Hapusduh.... ada yang mati lagi
BalasHapusIya mas, saya juga heran, kok tragis-tragis amat gitu.
HapusJangan-jangan ada yang salah dari kepala saya hehee
Trims sudah singgah dan komen :)
bagus mbak :) Salam kenal
BalasHapusTrims mbak Tika sudah baca dan komen.
HapusSalam kenal juga :D
bang Jampang bikin yg roman doong, nyaingin yang mati2 hehe
BalasHapusMbak, saya bikin lagi endingnya gak pakai mati :)
HapusIni linknya http://edmaliarohmani.blogspot.com/2014/11/prompt-70-mengurai-rindu-ibu.html
Silakan mampir ya kalau sempat...
sudah bisa ditebak mbak, tapi bagus :D
BalasHapusIya mbak, idenya standar memang, masih terus belajar
HapusTrims sudah mampir dan komen :)
keren ceritanya mbak :)
BalasHapusTrims mbak, saya juga suka cerita2nya mbak Gloria :)
Hapusarseniknya masih disebut tuh... ;)
BalasHapusIya mas, biar jelas racunnya apa. Eh, apa ndak perlu ya?
Hapus