Rabu, 27 November 2013

(BERANICERITA #37)ANOMALI BAPAK




“Bu, punya sarung gak?” kata Bapak sambil ngeloyor ke kamar mandi.
Kami hanya melongo. Ibu mengernyitkan dahi setengah tak percaya. Sementara itu Bapak sedang asyik di kamar mandi.
Hari ini memang lain dari yang biasanya. Seumur-umur selama menjadi pejabat belum pernah Bapak mandi sepagi ini. Ibu yang merasa aneh sampai menguping dari pintu kamar mandi.
“Lo, Ibu, ngapain nempel di pintu toilet begitu? Bukannya nyiapin sarung buat Bapak,” tegur Bapak kesal. Ibu yang ketahuan langsung mencari alasan, “Anu… kan selama ini Bapak gak pernah shalat, maksud Ibu, gak pernah pakai, jadi Ibu gak punya. Bapak pakai punya Nanda dulu ya? Nanti Ibu belikan di pasar.” Bapak mengangguk sambil berlalu.
Le, pinjam sarungmu ya, Bapakmu kayaknya mau shalat,” Ibu bergegas mencari sarung di lemariku. Aku pernah mendengar bahwa masa-masa pensiun bisa mengubah sifat seseorang. Tapi aku tak menyangka bahwa efeknya bisa sedrastis ini. Baru seminggu berlalu semenjak Bapak pensiun, rupanya kesadaran beribadah Bapak sudah mulai muncul hari ini. Kesadaran yang membuat kami serumah heran karena datang tiba-tiba tanpa tahu apa penyebabnya.
* * *
Le, Bapakmu jadi pembicaraan orang-orang lo,” curhat Ibu sepulang dari pasar.
“Gara-gara Ibu beli sarung buat Bapak? Apa gara-gara Bapak yang mulai shalat ke masjid?” tanyaku tak kalah antusias.
“Dua-duanya. Malah ada yang ngatain Bapak berubah semata-mata untuk pencitraan biar gak tersangkut kasus korupsi yang ramai di instansinya kemarin,” Ibu menghela nafas. Wajahnya terlihat prihatin.
“Biarin aja Bu, yang penting kan Bapak sudah berubah. Siapa tahu memang sudah dapat hidayah. Semakin tua mungkin Bapak makin bijak. Ibu sudah bisa tenang sekarang kan?” ujarku menghibur. Wajar bila kami serumah merasa perubahan Bapak mengkhawatirkan. Tak elok rasanya bila kuumbar aib Bapak di sini, tapi sungguh jujur tak pernah sekalipun kami melihat Bapak beribadah selama ini. Jangankan shalat, menunjukkan bahwa Bapak percaya dengan Tuhan pun tidak. Untunglah Ibu tetap sabar mendampingi Bapak dan mengajarkan kami tentang ilmu agama yang sama sekali tidak kami dapatkan teladannya dari Bapak.
* * *
“Alhamdulillah Le, Bapakmu sekarang tambah rajin ke masjid. Bukan hanya untuk shalat, tapi juga mengaji. Kemana-mana pakai sarung dan peci. Bahkan sebentar lagi katanya mau mengajak Ibu naik haji tahun ini…,” Ibu bercerita lewat telepon, ketika aku berdinas di luar kota hingga beberapa bulan. Aku tak kuasa menitikkan air mata. Bapak yang selalu kurindukan menjadi orang yang shaleh, kini akhirnya terwujud. Saking senangnya, aku sampai bersujud syukur berkali-kali. Tak kuasa aku menahan diri untuk segera pulang menemui Bapak.
* * *
Rumah tampak sepi ketika aku sampai. Berkali-kali kuketuk pintu tak ada jawaban. Tangan kiriku mendekap erat sarung baru yang telah kubungkus rapi sebagai hadiah untuk Bapak.
“Eh, Nanda…sudah pulang Nak?”
“Iya Pak…Ibu mana?”
“Ada di belakang.”
“Ini ada sarung baru buat Bapak. Biar tambah semangat ke masjid.”
“Iya, taruh di meja aja. Kayaknya Bapak sudah gak perlu lagi.”
Aku melongo, “Oh, stok sarung dari Ibu masih banyak ya?”
“Enggak. Kayaknya Bapak gak perlu ke masjid lagi. Bapak gak jadi nyaleg Le. Parpol yang sudah janji gak mau jadi sponsor Bapak…,” ujar Bapak lesu.
Oalah, Bapak….Bapak!
* * *
Jumlah kata : 496 kata

Le : singkatan dari Thole, panggilan sayang untuk anak laki-laki suku Jawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^