Saat kuboyong engkau ke rumah kecil ini
Kugendong ke dalam kamar yang juga mini
Dan kita mulai tak lagi memanggil nama sendiri
Masih terngiang tentangmu, Nyai
Di antara teh hangat dan rebus ubi ungu
Juga binaran teduh yang selalu menjeratku
Kang...selamat ya
bakal jadi Bapak, bisikmu mesra
Begitu merdu kuingat selalu, Nyai
Dan demikian pula tahun-tahun setelah itu
Buah cinta kita lahir satu per satu
Sekarang mereka sudah besar-besar, Nyai
Kamu ingat yang paling kecil
Gadis kita yang doyan ngupil
Sekarang sudah semakin tinggi jabatannya
Jangan tanya apa
Maklum sudah aki-aki, suka lupa
Jangan tanya pula mereka di mana
Sebab berkabar berita mungkin akan mengusiknya
Cukuplah dunia milik kita berdua
Maafkan ya, Nyai
Tiap kali kau memanggil, suamimu ini lambat sekali
Telinga sudah kurang berfungsi
Mata juga tak benderang lagi
Namun di mataku engkau masih bidadari
Maaf juga Nyai, tak bisa bersih memandikanmu
Akhir-akhir ini bernapas susah sungguh
Berdiri tegak pun tak mampu
Baskom air hangat tak bisa terisi penuh
Blakkk!
Nyai...Jangan khawatir,
Hanya suara baskom terpuntir
Air tumpah mengalir
Tapi bukan aku yang terkilir
Nyai, maaf Aku duduk dulu
Tak bisa mendekat padamu
Ada tamu datang menghampiriku
Nyai, tamunya sungguh tampan
Dia mengajakku bepergian
Katanya nanti kita akan bergandengan tangan
Nyai, jangan takut
Dunia hanya menyiksamu sementara
Sebentar lagi kau turut
Lumpuhmu kan hilang selamanya
Aku pamit dulu Nyai
Aku pamit dulu
Sebentar lagi kita bertemu
Dalam keabadian cinta yang berpadu
Edmalia Rohmani, 2 Februari 2018
setelah baca berita yang menyesakkan hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^