Minggu, 11 Februari 2018

Maaf Nyai, Aku Pamit Dulu

Ingatkah Nyai, pujaan hati
Saat kuboyong engkau ke rumah kecil ini
Kugendong ke dalam kamar yang juga mini
Dan kita mulai tak lagi memanggil nama sendiri 

Masih terngiang tentangmu, Nyai 
Di antara teh hangat dan rebus ubi ungu
Juga binaran teduh yang selalu menjeratku
Kang...selamat ya
bakal jadi Bapak, bisikmu mesra 

Begitu merdu kuingat selalu, Nyai
Dan demikian pula tahun-tahun setelah itu
Buah cinta kita lahir satu per satu 

Sekarang mereka sudah besar-besar, Nyai
Kamu ingat yang paling kecil
Gadis kita yang doyan ngupil
Sekarang sudah semakin tinggi jabatannya 
Jangan tanya apa
Maklum sudah aki-aki, suka lupa

Jangan tanya pula mereka di mana
Sebab berkabar berita mungkin akan mengusiknya
Cukuplah dunia milik kita berdua

Maafkan ya, Nyai
Tiap kali kau memanggil, suamimu ini lambat sekali
Telinga sudah kurang berfungsi 
Mata juga tak benderang lagi
Namun di mataku engkau masih bidadari 

Maaf juga Nyai, tak bisa bersih memandikanmu
Akhir-akhir ini bernapas susah sungguh 
Berdiri tegak pun tak mampu
Baskom air hangat tak bisa terisi penuh

Blakkk!

Nyai...Jangan khawatir,
Hanya suara baskom terpuntir
Air tumpah mengalir 
Tapi bukan aku yang terkilir

Nyai, maaf Aku duduk dulu
Tak bisa mendekat padamu
Ada tamu datang menghampiriku

Nyai, tamunya sungguh tampan
Dia mengajakku bepergian 
Katanya nanti kita akan bergandengan tangan

Nyai, jangan takut 
Dunia hanya menyiksamu sementara 
Sebentar lagi kau turut
Lumpuhmu kan hilang selamanya 

Aku pamit dulu Nyai
Aku pamit dulu
Sebentar lagi kita bertemu 
Dalam keabadian cinta yang berpadu

Edmalia Rohmani, 2 Februari 2018
setelah baca berita yang menyesakkan hati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila berkenan sila tinggalkan jejak ya ^_^